Thursday, February 2, 2017

Makalah Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam



Bab 1
Pendahuluan
A.    Latar belakang
Dalam dunia pendidikan, interaksi antara guru (pendidik) dengan peserta didik pada dasarnya untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ada. Untuk memajukan suatu pendidikan yang diharapkan oleh masyarakat, pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan merupakan suatu komponen yang sangat erat hubungannya.
Pendidik merupakan tenaga yang profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan  penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi. Keterampilan dan pengimplementasian dalam profesi sangat didukung oleh teori yang telah dipelajari khususnya dalam pengembangan kurikulum yang telah ditetapkan disekolah masing-masing.
 Jadi yang dikatakan seorang yang profesional dituntut banyak belajar dalam mengimplementasikan pengalaman materi yang digelutinya untuk pengembangan kurikulum yang ada disekolahnya masing-masing. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan Ilmu kepada siswa dan merupakan suatu usaha untuk pencapaian tujuan pembelajaran.
B.     Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah dengan judul “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam” ini adalah sebagai berikut:
1.             Untuk mengetahui pengembangan kurikulum berbasis kompetensi dan life skill.
2.             Untuk mengetahui nilai-nilai life skill dalam pelaksanaan pelaksanaan ajaran islam.
3.             Untuk mengetahui pengembangan kurikulum PAI berbasis kompetensi.
4.             Untuk mengetahui pengembangan kuriulum perguruan tinggi agama islam (PTAI).

C.    Rumusan masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.            Bagaimana mengetahui perkembangan kurikulum berbasis kompetensis dan life skill?
2.            Bagaimana mengetahui nilai-nilai life skill dalam pelaksanaan ajaran islam?
3.            Bagaimana mengetahui perkembangan kurikulum PAI berbasis kompetensi?
4.            Bagaimana kurikulum pergururan tinggi agama islam (PTAI)?



Bab II
PEMBAHASAN
A.    Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Dan Life Skill
Mutu pendidikan di indonesia yang belum menggembirakan itu juga masih menghadapi tantangan yang sangat berat dimasa depan. Didalam negeri krisis ekonomi menyebabkan angka pengangguran terus meningkat, konon telah mencapai 40 jt.mengingat krisis ekonomi tersebut tampaknya belum segera pulih, maka angka pengangguran juga belum segera dapat turun, sehingga pendidikan perlu berperan aktif membantu mengatasi pengangguran tersebut. Dari dalam bidang pendidikan sendiri.
Fenomena lain yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh adalah keterasingan lulusan sekolah dari lingkungannya. Seperti telah disinggung sebelumnya, banyak lulusan SLTP dan SLTA yang justru menjadi sumber masalah di lingkungannya. Mereka menganggur tetapi merasa malu membantu orang tuanya sebagai petani atau pedagang di pasar. Akhirnya mereka justru sering menjadi sumber masalah di lingkungannya.
Atas dasar itu, maka para pakar berusaha memikirkan dan mencarikan berbagai alternatif pemecahanya. Diantaranya berupa penerapan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) itu? Bagaimana konsep pengembangannya? Alternatif lainnya, berupa pendidikan life skill (kecakapan hidup). Karena itu, makalah ini juga membahas sekilas tetang konsep kurikulum berbasis life skill.
1.      karakteristik pengembangan kurikulum berbasis kompetensi
Didalam teori kurikulum terdapat 4 pendekatan, yaitu :
1.      Pendekatan subyek akademik.
Didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
2.      Pendekatan humanistik.
Bertolak dari ide “memanusiakan manusia” penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupaka dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.
3.      Pendekatan teknologik.
Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untu melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai analisis tugas tersebut.
4.      Pendekatan rekontruksi sosial[1]
Menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Apa itu kompetensi dan bagaimana cara pengenbangan kurikulum berbasis kompetensi? Kompetensi adalah seperangkat tidakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanak tugas-tugas dalambidang pekerjaan tertentu.
Di sisi lain, pemahaman tentang kompetensiyang dikaitkan dengan kebutuhan akan kemampuan melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu, terkesan adanya obsesi atau keinginan yang kuat dari lembaga pendidikan untuk menyiapkan lulusan yang siap pakai atau siap dipakai oleh users (para pengguna lulusan). Masalah ini sebenarnya telah dilontarkan dan dijadikan kebijakan oleh Wardiman Djojonegoro (mantan mendikbud) dalam pengembangan pendidikan nasional, yang terkenal dengan sebutan strategi link and match, link dalam pengertian keterkaitan program pendidikan dan kebutuhan pembangunan, sehingga terjadi kesepadanan (match) dalam pengertian lulusan siap pakai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
Pemahaman yang utuh tentang kebijakan link and match meliputi tiga prespektif, yaitu :
1.      tempat (please), yakni mengaitkan tuntunan kebutuhan pembangunan yang didasarkan pertimbangan lokal, wilayah, nasional, dan global.
2.      waktu (time), yakni untuk menjawab tantangan-tantangan masa kini dan mengantisipasi secara proaktif tuntutan masa depan dalam konteks perubahan yang berlangsung amat cepat
3.      ranah (domain) pendidikan, kebijakan ini bukan hanya terkait dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan semata, tetapi juga wawasan, nilai, sikap dan mentalitas, serta prilaku yang diperlukan dalam kehidupan lingkungan[2]
Diskursus tentang lulusan siap pakai ternyata mengundang polemik dan kontroversial. Sementara pihak menyatakan bahwa tidak mungkin lulusan yang siap pakai bisa dihasilkan oleh sekolah dan perguruan tinggi, termasuk fakultas/jurusan pendidikan. Diantara alasannya adalah karena kenyataan menunjukkan bahwa kebutuhan yang ada dimasyarakat senantiasa berkembang dan mengalami dinamika. Disamping itu lembaga pendidikan bukan untuk mencetak lulusan yang siap pakai,tetapi ingin mendidik dan menyiapkan lulusan yang memahami dirinya, perannya dimasa depan. Sedangkan dipihak lain mengharapkan yang sebaliknya, dalam pengertian lulusannya mampu dan siap menjalankan tugas untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dilingkungan atau masyarakat.
2.      . Antara kurikulum berbasis kompetensi dan life skill
uraian diatas menggaris bawahi bahwa pengembangan kurikulum berbasis kompetensilebih berorientasi pada upaya penyiapan para peserta didik yang siap pakai atau menjadi kuli dimuka bumi, yakni siap untuk dipakai diperusahaan-perusahaan atau lembaga-lembaga lainnya. Untuk siap dipakai diperlukan special skill atau ketrampilan/keahlian khusus sesuai dengan konsentrasi study yang programnya dikembangkan dengan melibatkan para users, kelompok atau organisasi profesi atau stakeholders lainnya.
Karena itu, program pendidikan selayaknya tidak hanya dikembangkan dengan berbasis life skill. Kurikulum berbasis kompetensi dikembangkan bertolak dari analisiskebutuhan pekerjaan atau kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas pekerjaan tertentu. Sedangkan kurikulum berbasis life skill dikembangkan bertolak dari kebutuhan, kemampuan, minat dan bakat dari peserta didik itu sendiri.kemampuan menjalankan tugas atau pekerjaan tertentu, sebagaimana ide dasar kurikulum berbasis kompetensi, merupakan bagian dari life skill, bukan satu-satunya. Melalui pengembangan kurikulum berbasis life skill ini diharapan para peserta didik atau para lulusan memiliki dan mampu mengembangkan kecakapan-kecakapan untuk mau hidup dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secarawajar tanpa merasa tertekan, kemudia secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Pengembangan kurikulum berbasis life skill bertolak dari satu pandangan dasar bahwa pendidikan ditunjukkan untuk  hidup, bukan sekedar untuk mencari kerja. Hidup (al-hayah) adalah : “إن الحي هي الحركة Ùˆ الحركة هي البركة Ùˆ البركة هي النعمة Ùˆ الزيادة Ùˆ السأدة  [3]  “ hidup adalah bergerak yang dapat membawa berkah, dan hidup yang berkah adalah hidup yang membawa nikmat, nilai tambahan, dan kebahagiaan.
Menurut asy-sya’rawi, hidup adalah keberadaan sesuatu dalam kondisi yang memungkinkannya melaksanakan fungsi yang dituntut darinya. Apa saja yang dituntut dari manusa sebagai hamba allah dan khalifahnya akan memerlukan skills tertentu. Selanjutnya asy-sya’rawi menyatakan bahwa hidup yang paling tinggi adalah menyatukan gerak, rasa, dan pikir/tahu[4].
Uraian diatas menggaris bawahi bahwa hidup adalah gerak, atau menyatukan gerak, pikir/tahu, dan rasa, yang bisa membawa berkah, yakni yang embawa nikmat,nilai tambah dan kebahagiaan. Allah telah telah menjamin rizki setiap yang mau dan berani hidup, sebagaimana firmannya dalam al-qur’an surat hud ayat 6 dinyatakan : 
Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (Qs. Hud : 6)
Allah mengetahui dan memberi rizki kepada semua dabbah (yang bergerak), baik yang berada ditempatnya (menetap), maupun apa dan siapa yang meninggalkan tempat kediamannya.[5]  sebaliknya orang yang tidak bergerak atau tidak bisa bergerak disebut orang miskin. Orang yang miskin atau tidak bergerak (pengangguran) dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
1.      malas, minder, perasaan tidak berharga, atau perasaan tidak memiliki.
2.      tidak memiliki skill, baik yang berupa special skill, life skill, leader life skill.
3.      faktor-faktor sosial.[6]

3.      Model pengembangan kurikulum berbasis life skill.
Life skill dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:[7]
Pertama, general life skill, yang mencakup :
Ø  Personal skill atau self awareness, yang mencakup
1.      penghayatan diri sebagai makhluk tuhan, anggota masyarakat dan warga negara.
2.      menyadari kelebihan dan kekurangannya serta mensyukuri segala nikmat yang diberikan kepadanya.
Ø  Thinking skill, yang mencakup
1.      kecakapan menggali dan menemukan informasi (information searching skill).
2.      kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan (information processing and decision making skill).
3.      kecakapan memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skill) .
Kedua, specific life skill, yag mencakup :
Ø  Academic skill, atau kemampuan berfikir ilmiah (scientific method), yang mencakup
1.      identifikasi variable.
2.      merumuskan hipotesis.
3.      melaksanakan penelitian.
Ø  Vocational skill atau ketrampilan kejuruan.
Menurut para pemikir pendidikan, orang tua, peserta didik, pengusaha, dan masyarakat bahwa kecakapan-kecakapan hidup mencakup kecakapan: 1. Belajar sepanjang hayat, 2. Berfikir kompleks, 3. Komunikasi secara efektif, 4. Kolaborasi atau kerjasama, 5. Warga negara yang bertanggung jawab, 6. Dapat dipekerjakan, 7. Pengembangan karakter/etika atau tata susila.[8]
Uraian secara rinci dari kecakapan-kecakapan hidup tersebut adalah sebagai berikut:[9]
Ø  Kecakapan belajar sepanjang hayat
Ciri-cirinya adalah :
a.       Memulai belajar sendiri.
b.      Mencapai tingkat kemampuan baca tulis yang tinggi.
c.       Mengelola informasi.
d.      Mendemonstrasikan kesadaran estetis.
Ø  Kecakapan berfikir kompleks
Ciri-cirinya adalah :
a.       Mendemonstrasikan berbagai proses berfikir
b.      Memadukan informasi yang baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada.
c.       Menerapkan kecakapan berfikir secara strategis
Ø  Kecakapan berkomunikasi yang efektif
Ciri-cirinya adalah :
a.       Menggunakan metode yang tepat dalam berkomunikasi dengan yang lain.
b.      Merespon secara tepat ketika menerima komunikasi
Ø  Kecakapan kolaborasi
Ciri-cirinya adalah :
a.       Memahami dan melayani dalam berbagai peran.
b.      Memfasilitasi kelompok secara efektif.
c.       Menggunakan sumber-sumber secara efektif.
d.      Bekerja dengan berbagai penduduk.
e.       Merespon secara tepat terhadap hubungan timbal balik yang kompleks.
Ø  Kecakapan warga negara yang bertanggung jawab
Ciri-cirinya :
a.       Dalam kegiatan-kegiatan yang mempromosikan kepentingan umum.
Ø  Kecakapan dapat dipekerjakan
Ciri-cirinya :
a.       Merencanakan suatu karir.
b.      Berfungsi secara efektif dalam suatu sistim
B. Nilai-Nilai Life Skill Dalam Pelaksanaan Ajaran Islam
Dunia pendidikan saat ini sedang memperbincangkan pendidikan life skill (kecakapan hidup), yang dimaksudkan untuk mengembangkan dan memberikan kecakapan-kecakapan kepada peserta didik untuk mau hidup dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajr tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
 life skill ternyata tidak hanya berkonotasi kecakapan vokasional, tetapi lebih dari itu justru kecakapan-kecakapan untuk mau hidup dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan itu sendiri.[10]
Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan. Orang yang mencari ilmu berarti orang yang berusaha mencari dan memperoleh kejelasn atau penjelasan terhadap fenomena dan nomena (hakikat). Ilmu terdiri dari dua macam, yaitu :
1.      Ilmu kasby, ilmu yang diperoleh dari usaha manusia itu sendiri.
2.      Ilmu ladunni, ilmu yang diperoleh yanpa upaya manusia.
Objek ilmu ada dua bagian pokok, yaitu:
1.      Alam materi.
2.      Alam non materi.[11]
Untuk meraih kedua ilmu tersebut harus ditempuh melalui kemampuan inderawi, akal, dan hati.
Hasil penelitian Baharuddin (Disertasi, 2001) terhadap nash-nash al-qur’an, menunjukkan bahwa diri manusia itu terdiri atas 3 (tiga) aspek utama, yaitu:
1.      Aspek jismiah, yakni seluruh organ fisikbiologis, system sel, kelenjar dan system syaraf.
2.      Aspek  nafsiah, yakni keseluruhan kualitas insaniah yang khas milik manusia, berupa pikiran, perasaan dan kemampua. Aspek ini mengandung tiga dimensi, yaitu: dimensi al-nafsu, al-‘aql, dan al-qald
3.      Aspek ruhaniah, yakni keseluruhan potensi luhur psikis manusia yang memancar dari dua dimensi, yaitu: dimensi al-ruh dan dimensi al-fitrah [12]
Jika difahami secara proposional, maka  nafsiah manusia menempati posisi antara  jismiah dan ruhaniah. Karena  jismiah berasal dari benda (materi), maka ia cenderung mengarahkan nafsia manusia untuk menikmati kenikmatan dan kelezatan yang bersifat material. Sedangkan ruhaniah berasal dari tuhan, sehingga ia selalu mengajak nafsiah manusia untuk menuju tuhan.

1.      Ibadah Puasa Dan Life Skill
Ibadah puasa dapat melatih kesadaran diri (self conciusness or self awarensess) dan mempertajam kepekaan ruhaniah manusia akan kehadiran tuhan pada dirinya baik diwaktu berdiri, duduk, berbaring dan kapan, di mana serta dalam situasi apapun.
2.      Melatih Kecakapan Menghadirkan Tuhan Melalui Puasa.
Ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh imam al-bukhari dan muslim, bahwa nabi Saw bersabda “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka segala dosa yang lalu akan diampuni (oleh allah).”[13] 
Ada tiga hal yang perlu digarisbawahi dari hadist tersebut :
1.      Bahwa ibadah puasa harus dilakukan dengan iman, atau dengan cara dan mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah Swt sebagai pembuat syariah.
2.      Bahwa orang yang berpuasa perlu melakukan  ihtisab”, introspeksi diri, self examination, atau koreksi diri.
3.      Melalui proses yang pertama dan kedua tersebut, maka akan terwujudlah “ghufira lahu ma taqaddama mi dzanbihi,”  
3.      Membaca sebagai basic skill
            Telah masyhur dikalangan umat Islam, bahwa ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw adalah berupa perintah  membaca sebagaimana terkandung dalam QS. Al-‘Alaq ayat 1-5.
Artinya: Bacalah dengan (Menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan(1). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah(2). Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah,(3). Yang mengajar(manusia) dengan perantara kalam,(4). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya(5).(QS. Al-‘Alaq: 1-5).
            Perintah ini merupakan suatu perintah yang paling berharga yang pernah dan yang dapat diberikan kepada umat manusia, Karena Ia adalah jalan yang mengantar manusia mencapai derajat kemanusiaannya yang sempurna.
Didalam ayat pertama tersebut, iqra’ harus disertai dengan “Bismi rabbik alladzi khalaq,” atau atas nama Tuhan(Allah) yang telah mencipta. Kata “rabb” serumpun dengan kata “tarbiyah”. Hal ni mengandung ma’na bahwa seseorang yang telah melakukan qiroah(membaca, menelaah, meneliti, mengkaji, dan merenungkan segala sesuatu) tidak boleh hanya disimapan dan dimiliki sendiri serta untuk kepentingan pribadinya, tetapi justru ia dituntut untuk mewujudkan hasil-hasil qiroah-Nya dalam tugas-tugas tarbiyah(education) yang diamanatkannya, yaitu berusaha mendidik, memelihara, mengembangkan, meningkatkan dan memperbaiki kualitas manusia dan masyarakatnya, serta keadaan makhluk-Nya.
Hanya saja kalau kita memperhatikan budaya Qiroah dikalangan masyarakat kita ternyata masih relatife rendah, walaupun basic skill tersebut sebenarnya telah ditanamkan sejak dini mulai dari pendidikan dasar. Agaknya akan lebih ironis lagi jika rendahnya budaya qiro’ah tersebut melanda kalangan perguruan tinggi kita, baik dikalangan mahasiswa maupun dosennya. Ada sebagian skripsi, tesis, atau disertasi aspal(asli tapi palsu), termasuk juga plagiasi karya ilmiah atau penelitian, yang baru-baru ini sempat ramai diperbincangkan dimedia masa dengan istilah pelacuran intelektual, merupakan beberapa indicator dari rendahnya budaya qiroah.
4.      Melatih Kecakapan Social Melui Zakat, Infaq, Dan Shadaqah.
Salah satu kecakapan hidup yang perlu dikembangkan oleh seseorang adalah social skill, yakni pengembangan rasa persaudaraan, kebersamaan, dan/atau hubungan kekeluargaan antar sesama, serta menghargai terhadap yang lain. Hal ini didasarkan atas kesadaran bahwa manusia adalah sebagai makhluk social.
Atas dasar itulah, maka Allah Swt mengingatkan keada umat manusia melalui firmannya dalam QS. Al-Muddatstsir ayat 42, sebagai berikut:
Artinya: apa yang menyebabkan kamu terjerumus kedalam saqar (neraka)?(QS. Al-Muddatstsir:42).
Salah satu penyebab pokonya terkandung dalam QS. Al-Muddatstsir ayat 44, sebagai berikut:
Artinya :dan kami tidak(pula) memberi makan orang miskin(QS. Al-Muddatstsir:44).
Yakni tidak mau membayar zakat, infaq, dan shadaqah(ZIS), tidak mau berusaha mengentaskan kemiskinan yang melanda di masyarakat, walaupun ada gerakan-gerakan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi meraka kurang peduli terhadap kegiatan tersebut.
Kalau kita mengamati fenomena umat Islam, ternyata dikalangan kita masih berkembang suatu pandangan yang salah kaprah. Kriteria Islam atau tidaknya seseorang misalnya, atau kriteria keshalehan hidup seseorang biasanya diukur dari segi kualitas ibadah syahsyiyah-nya(kewajiban yang bersifat pribadi) daripada ibadah ijtima’iyah-nya(kewajiban yang bersifat sosial). Dalam arti, penilaian saleh atau tidakya seseorang, biasanya diukur dari segi ibadah shalatnya, atau ibadah hajinya, dari pada ZIS atau kewajiban-kewajiban social lainnya yang dilakukan oleh orang tersebut. Padahal kedua duanya merupakan kesatuan yang integral yang harus diterapkan secara proposional, dalam arti kita wajib menjalin hubungan yang baik dengan sesame manusia atau dengan masyarakat. Kalau keduanya tidak diterapkan secara proposional, maka kita akan mempunyai dosa individual dengan Allah dan sekaligus mempunyai dosa social.

5.      Melatih Kecakapan Mengenal Diri Melalui Mudik Lebaran
Salah satu budaya yang teah mentradisi dikalangan masyarakat Islam adalah bahwa disaat-saat ‘idul Fitri atau hari lebaran mereka berduyun duyun pulang ke kampong halaman atau mudik lebaran. Mudik adalah pulang ke kampong halaman. Dalam kehidupan di dunia, kampung halaman berarti daerah asal atau kampung dimana dia dilahirkan.
Hidup(al-hayah, bahasa Arab) pada hakikatnya adalah: “Inna al-hayah hiya al-harakah wa al-harakah hiya al-barakah wa al-barakah hiya al-ni’mah wa al-ziyadah wa al-sa’adah,”[14] yakni hidup adalah bergerak(dinamis) yang dapat membawa berkah, dan hidup yang berkah adalah yang membawa nikmat, nilai tambah dan keahagiaan(di duia dan akhirat). Dalam konteks teologis, hidup manusia akan kembali kepada asal, yaitu asal mula dia diciptakan dan kembali kepada sang penciptanya.
Manusia diciptakan oleh Allah terdiri atas jasad dan ruh. Jasad manusia berasal dari materi atau tanah(zat-zat makanan dan miuman yang tumbuh dari tanah), sehingga ia selalu terdorong untuk memenuhi kebutuhan jasmani, yaitu makan, minum, hubungan seksual, dan sebagainya. Jasad yang bersal dari materi itu akan kembali kealam materi/tanah(kuburan). Sedangkan ruh manusia berasal dari tuhan, ia bersifat immateri, sehingga ia akan kembali ke alam immateri(gaib),yaitu alam barzah, sambil menunggu pertanggungjawaban segala amal perbuatan dirinya dihadapan Tuhannya dhari kebangkitan kelak.
Dengan mudik lebaran atau ber’idul fitri, seseorang hendaknya menyadari bahwa:
1.      Pada asalnya ia adalah dermawan, yang dilambangkan dengan kesediaan untuk membayar zakat fitrah.
2.      Pada aslanya manusia adalah suci dan berpihak kepada kesucian.
3.      Pada asalnya manusia itu bersifat kasih sayang terhadap sesama, suka memaafkan dan mengampuni kesalahan orag lain.
C. Pengembangan Kurikulum PAI Berbasis Kompetensi Di Madrasah
Setidak-tidaknya ada dua factor penting yang melatarbelakangi kemunculan madrasah, yaitu:
1.      Adanya pandangan yang mengataan bahwa system pendidikan Islam tradisional dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat.
2.      Adanya kekhawatiran atas kecepatan perkembangan persekolahan belanda yang akan menimbulakn pemikiran sekuler di masyarakat.
Kata “madrasah” adalah isim makan dari kata : “darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa dirosatan” yang berarti: terhapus, ilang bekasnya, menghapus, menjadikan using, melatih, mempelajari.[15] Dilihat dari pengertian ini, maka madrasah berarti merupakan tempat untuk mencerdaskan para peserta didik, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih ketrampilan mereka sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Namun demikian, masyarakat agaknya kurang memiliki kebebasan untuk mengelola dengan caranya sendiri, karena hampir semua hal yang berkaitan dengan pendidikan sudah ditentukan oleh pemegang otoritas pendidikan. Dengan demikian, madrasah kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya, termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
1.      Kritik terhadap Pendidikan Agama pada Umumnya
Bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis multidimensional. Dari hasil kajian pelbagai disiplin dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa segala macam krisis itu berpangkal dari krisis akhlak dan moral. Krisis ini oleh sementara pihak disebabkan karena kegagalan pendidikan agama.
Indikator kegagalan pendidikan agama dapat dilihat sebagai berikut:
a.       Hasil survey menunjukkan bahwa negeri kita massih bertengger dalam jajaran Negara yang paling korup di dunia, dari pejabat tinggi hingga pejabat paling rendah.
b.      Disiplin makin longgar.
c.       Tingkat penindasan yang kuat terhadap yang lemah juga tak berkurang.
d.      Semakin meningkatnya tindak criminal, tindak kekerasan, anarchisma, premanisme, tindakan brutal, perkelahian antar pelajar, konsumsi minuman keras, narkoba, yang sudah melanda kalangan pelajar dan mahasiswa, White colar crimes(kejahatan kerah putih), KKN(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) melanda di berbagai institusi dan lain-lain.
e.       Masysrakat kita cenderung mengarah pada masyarakat kepentingan/patembayan (gesellschaft), nilai-nilai masyarakat paguyuban(gemeinschaft) ditinggalkan, yang tampak dipermukaan adalah timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentngan individu, kelompok, agama, etnis, politik maupun kepentingan lainnya.
Merajalelanya korupsi tersebut bukan semata-mata disebabkan karena kegagalan pendidikan agama. Hal ini bisa dibuktikan dengan hasil survei dari International Country Risk Guide Index(ICRGI), bahwa sejak tahun 1992 hingga 2000:[16] 
a.       Indeks korupsi di Indonesia yang mayoritas beragama Islam terus meningkat dari sekitar 7 menjadi hampir 9(tahun 2000).
b.      Di Rusia yang mayoritas penduduknya Kristen, dengan indeks hampir 9 pada tahun 2000.
c.       Pakistan, Banglades dan Nigeria yang mayoritas berpenduduk muslim, memiliki indeks korupsi rata-rata diatas 7.
d.      Argentina, Meksiko, Filipina atau Kolombia yang berpenduduk mayoritas kristiani, indeks korupsinya juga diatas 7.
e.       Thailand yang mayoritas penduduknya Buddha, indeks korupsinya hampir mencapai 8.
f.       Sedangkan Iran, Arab Saudi, Syiria, atau Malaysia yang mayoritas pendudukannya muslim, indeks korupsinya jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia dan Pakistan.
g.      AS, Kanada, Inggris yang mayoritas Kristiani, indeks korupsinya dibawah 2.
Dengan demikian, tinggi/rendahnya tindak criminal(seperti korupsi) tidak banyak terkait dengan agama, tetapi lebih terkait dengan tatanan hukum yang jelas dan tegas yang diiringi penegakan hukum berat terhadap tindak Kriminal(korupsi).
Faktor-faktor yang mengakibatkan mewabahnya korupsi dan penyakit penyakit social lainya justru lebih banyak disebabkan karena:
a.       Lemahnya penegakan hukum, atau soft state(Negara lembek) dalam penegakan hukum.
b.      Mewabahnya gaya hidup hedonistic.
c.       Tidak adanya political will dan keteladanan dari pejabat-pejabat public untuk memberantas korupsi atau penyakit sisoal lainnya.
Walaupun demikian harus diakui bahwa pendidikan agama masih mengalami kekurangan setidak-tidaknya dalam dua aspek mendasar:
a.       Pendidikan agama masih berpusat pada hal-hal yang bersifat simbolik, ritualistic, serta bersifat legal formalistic(halal-haram) dan kehilangan ruh moralnya.
b.      Kegiatan pendidikan agama cenderung bertumpu pada penggarapan ranah kognitif dan paling banter hingga ranah emosional.
Kritik semacam itu juga berkembang dimasyarakat, yaitu bahwa kurikulum PAI dipandang kurang berhasil dalam membentuk sikap, perilaku, dan kebiasaan pesertadidik. Sebagai indikatornya antar lain adalah:
1.      rendahnya minan dan kemampuan siswa untuk melaksanakan ibadah.
2.      Tidak mampu baca tulis Al-Qur’an.
3.      Berprilaku kurang terpuji, bahkan melakukan tindak kriminal dan aksi kekerasan.
Munculnya fenomena white collar crimes(kejahatan kerah putih atau kejahatan yang dilakukan oleh kaum berdasi), juga merupakan bagian dari kegagalan penddikan agama Islam.[17]
Adapun pesan-pesan besar pendidikan agama Islam(PAI) yang ingin dikembangkan dala kurikulum adalah sebagai berikut:
a.       berusaha menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang dapat menjaga dan memperkokoh akidah siswa.
b.      Menjadikan PAI sebagai matapelajaran yang mengajarkan agama dengan baik, dalam pengertian bahwa dalam konteks bangsa Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika.[18]
c.       Menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang dapat emacu siswa untuk menjadi rajin dan pintar, serta kreatif, kritis, dan inovatif.
d.      Menjadikan PAI sebagai matapelajaran yang bisa membina etika sosial siswa.
e.       Menjadikan PAI sebagai matapelajaran yang bisa mencetak siswa yang bertanggurng jawab dalam hidup dan kehidupannya.
2.      Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) sebagai Salah Satu Alternatif Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah.
Untuk merespon kebijakan di atas serta mengantisipasi berbagai kritik dan tantangan tersebut, diperlukan sikap proaktif dan antisipatif dimasing-masing madrasah. Sikap proaktif tidak sekedar berupa munculnya tindakan reaktif setelah ada aksi, tetepi juga memperkirakan perkembangan ke depan atas situasi dan kondisi serta permassalahan yang ada si madrasah tersebut. Sedangkan antisipatif merupaan jawaban dengan mengkondisikan situasi, kondisi dan faktor menjadi lebih ideal sehingga permasalahan yang ada di madrasah dipecahkan ke perubahan yang lebih ideal. Sikap tersebut diwujudkan dalam bentuk:
a.       Merumuskan landasan filosofiknya atau visi dan misi dari madrasah tersebut.
b.      Mengembangkan program pendidikan yang ada dengan sasaran yang dijanjikan, yaitu: (1) pemenuhan societal neets; (2) Kepuasan terhadap jasa pendidikan madrasah; (3) kepuasan pengguna jasa SDM hasil didik di madrasah.
c.       Mengembangkan kurikulum madrasah bekerjasama dengan stake holders.
d.      Mengembangkan kurikulum madrasah berbasis kompetensi, yang terdiri atas empat komponen, yaitu: kurikulum dan hasil belajar, kegiatan belajar-mengajar(KBM), penilaian kurikulum berbasis kelas, dan pengelolaan kurikulum berbasis madrasah.
Kompetensi adalah seperangkat tindakan inteligen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai sarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat inteligen harus ditunjukkan sebagai kemahiran, kecepatan dan keberhasilan bertindak. Dalam arti tindakan itu benar ditinjau dari sudut ilmu pengetahuan; efisien, efektif, dan memiliki daya tarik dilihat dari sudut teknologi; dan baik ditinjau dari sudut etika. Sedangkan tugas atau pekerjaan itu dapat dikembangkan dengan berbasis pada:
1.      Kebutuhan pemerintah.
2.      Kebutuhan madrasah itu sendiri.
3.      Kebutuhan masyarakat atau pengguna jasa SDM hasil didik madrasah.
4.      Kebutuhan pengembangan keilmuan(akademis).
5.      Kebutuhan induvidu atau siswa itu sendiri atau life skill.
Kurikulum PAI berbasis kompetensi merupakan perangkat standar program pendidikan agama Islam yang dapat mengantarkan siswa untun menjadi kompeten dalam bidang kehidupan agama Islam yang dipelajarinya. Kurikulum ini terdiri atas empat komponen, yaitu: kurikulum dan hasil belajar PAI, kegiatan belajar-mengajar(KBM) PAI, penilaian kurikulum PAI berbasis kelas, pengelolaan kurikulum PAI berbasis madrasah.[19]
3.      Tugas Guru Pendidikan Agama Islam(PAI) dalam Pengembagan KBK
Dilihat dari sejarah kelahirannya madrasah merupakan pendidikan yang berbasis masyarakat, yang berarti ia menyelenggarakan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi dan potensi masyarakat Islam sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Sebagi pendidikan keagamaan, maka ia bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi angota masyarakat yang memahami, mengembangkan dan mengamalkan ajaran dan nilai-nilai keagaaan Islam.
Dalam konteks pengembangan kurikulum PAI berbasis kopetensi, maka guru pendidikan agama Islam di madrassah memiliki peran dan tanggungjawab tertentu, yaitu:
a.       Mempelajari dan memahami kurikulum PAI di madrasah.
b.      Menyusun sulabus PAI yag sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi madrasah.
c.       Melaksanakan kegiatan belajar mengajar PAI sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
d.      Mengumpulkan berbagai gagasan dengan sesama guru mengenai erencanaan dan pelaksanaan keiatan belajar mengajar PAI.
e.       Menghadiri pertemuan-pertemuan ditingkat madrasah, KKG/MGMP PAI tingkat kecamatan, kabupaten atau kota, dan provinsi.
f.       Menyelesaikan tugas-tugas administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar PAI, termasuk didalamnya melakukan penilaian hasil belajar siswa.
Untuk menyusun silabus PAI diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:[20]
a.       Perencanaan
Tim pengembangan dan perekayasa yang ditugaskan untuk menyusun dilabus PAI terlebih dahulu perlu mengumpulkan informasi dan mempersiapkan kepustakaan atau referensi yang sesuai utnuk mengembangkan silabus PAI.
b.      Pelaksanaan
Dalam penyusunan silabus PAI, terlebih dahulu perlumenganalisis seluruh perangkat kurikullum PAI berbasis kompetensi seperti tampak pada bagan berikut
Perumusan tujuan PBM materi ajar evaluasi
Perumusan model-model pendidikan
Penilaian berbasis kelas
Analisis konteks KBK
.
c.       Perbaikan
Draf silabus PAI perlu dikaji ulang sebelum digunakan dalam kegiatan pendidikan dikelas.
d.      Pemantapan
Pengkajian ulang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki draf awal.
e.       Penilaian silabus
Penilaian pelaksanaan silabus perlu dilakukan secara berkala dengan menggunakan model model penilaian kurikulum yang selama ini sudah banyak digunakan oleh para ahli penilaian kurikulum, diantaranya adalah model “kesesuaian”.
4.      Arah Pengembangan Kualitas Guru PAI Masa Depan
Secara umum, kompetensi guru masa mendatang menghadapi dinamika perubahan yang perlu diantisipasi, diantaranya menyangkut:
a.       Guru adalah tenaga yang profesional daripada tenaga sambilan.
b.      Penggunaan media cetak.
c.       Penggunaan teknologi elektronika.[21]
Hal itu juga berlaku bagi guru PAI, dalam arti bahwa pada era globalisasi ini, para siswa bisa menangkap pesan-pesan moral elalui berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Dampak akademiknya adalah ilmu dan pengetahuan yang diperoleh dari guru PAI cepat usang. Dampak paedagogiknya berupa jalan yang tersedia bagi peserta didik untuk mencari kebenaran yang bersumber dari media informasi selain guru PAI akan seakin terbuka.
Jika guru PAI tidak memahami masalh tersebut, maka ia akan terpuruk secara profesional. Jika demikian, maka guru PAI akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat.
Untuk mengantisipasi asalah tersebut, diperlukan:
a.       Konsistensi antara akidah, ilmu, dan amaliahnya, serta menunjukkan sikap keteladanan yang patut dijadikan contoh oleh para peserta didik.
b.      Melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki secara terus menerus.
c.       Bersikap antisipatif dan proktif.
d.      Melakukan peningkatan profesionalitas secara sinergis, untuk tidak bertindak sendirian dalam memecahkan persoalan profesional yang dihadapi, tetapi terjadi saling ketergantungan profesional.
Dala literatur, kependidikan Islam terdapat beberapa istilah tentang guru, yang sekaligus merupakan karakteristik dari guru itu sendiri, termasuk didalamnya guru PAI, yaitu:
a.       Ustadz
b.      Mu’allim
c.       Murabbiy
d.      Mursyid
e.       Mudarris
f.       Muaddib
Secara operasional, karakteristik guru PAI yang profesional antara lain ditandai dengan adanya sikap-sikap sebagai berikut:
a.       Selalu membuat perencanaan kongkrit dan detail yang siap untuk dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
b.      Berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru.
c.       Bersikap kritis dan berani menolak kehendak yang kurang edukatif.
d.      Berkehendak mengubah pola tindak dalam menetapkan peran siswa, peran guru dan gaya mengajar.
e.       Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat agar dapat berpihak pada mereka terhadap beberapa inovasi pendidikan yang edukatif.
f.       Bersikap kreatif dalam membangun dan menghasilkan karya pendidikan
g.      Mampu melaksankan penelitian.[22]
Ciri-ciri guru PAI yang efektif adalah:
a.       Memiliki pengetahuan yang terkait dengan iklim belajar dikelas.
b.      Kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran.
c.       Memiliki kemampuan yang terkait dengan peberian umpan balik(feed back) dan penguatan(reinforcement).
d.      Meiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri.
D. Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi Agama Islam(PTAI)
1.      Beberapa Pandangan Dasar dan Implikasinya dalam Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa pandangan dasar yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum PTAI, yaitu bahwa:
a.       PTAI sebagai perguruan tinggi Islam mengemban misi sebagai lembaga pengembangan keilmuan atau kajian ilmu-ilmu keislaman yang bersifat rasional, dinamis, analisis kritis, empiris dan antisipatif, sekaligus sebagai lembaga keagamaan yang berusaha membangun sikap dan perilaku beragama yang loyal, emiliki komitmen terhadap Islam, serta penuh dedikasi terhadap agama yang diyakini kebenarannya, atas dasar wawasan keilmuan keislaman yang dimiliki, dengan tetap menjaga kerukunan hidup beragama yang dinamis.
b.      PTAI sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan akademik, vokasional dan/atau profesional, mengeban misi untuk menyiapkan calon-calon lulusan yang mampu mengintegrasikan “kepribadian ulama” dengan “intelektualitas akademik” sesuai dengan bidang kealhian atau konsentrasi studi yang ditekuni, yang diwujudkan dalam kehidupan bermasysarakat, berbangsa dan bernegara ditengah-tengah kehidupan dunia yang semakin global.
c.       PTAI sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional berupaya menyiapka calon lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional.
d.      PTAI juga merupakan lembaga dakwah yang mengemban misi pembinaan dan pengebangan masyarakat Islam dalam berbagai sektor kehidupannya.
Menurut direktur pertais, mutu lulusannya(PTAI) dianggap masih kurang memnui harapan masyarakat, dan sumbangannya terhadap pengembangan ilmu agama Islam dianggap kurang signifikan. Hal tersebut antar lain disebabkan karena kelemahan kurikulum PTAI, yaitu:
a.       Kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
b.      Kurang efektif
c.       Kurang efisien
d.      Kurang fleksibel
e.       Readibility rendah
f.       Hanya berupa deretan mata kuliah
g.      Berbasis pada mata kuliah/penyampaian materi ,bukan pada tujuan kurikuler/hasil belajar/ mutu lulusan.
h.      Hubungan fungsional antar mata kuliah yang mengacu pada tujuan kurikuler kurang jelas.
Untuk mengatasi berbagai kelemahan tersebut maka direktur pertais mengambil kebijakan tentang pengembnagan kurikulum, yaitu:
a.       Kurikulum berbasis hasil belajar.
b.      Kurikulum terdiri atas kurikulum inti dan kurikulum institusional.
c.       Kurikulum inti 40% ditetapkan oleh pemerintah dan berlaku secara nasional, kurikurum institusional 60% ditetapkan oleh PTAI dan berlaku hanya di PTAI tersebut.
d.      Kurikulum secara keseluruhan ditetapkan oleh PTAI
e.       Kualitas kurikulum menjadi tanggung jawab PTAI.
Keijakan tersebut mengandung makna bahwa:
a.       Kurikulum perlu dikembangkan dengan lebih menitik beratkan pada pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi.
b.      Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumberdaya pendidikan yang tersedia.
c.       Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di PTAI untuk mengebangkan dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan.
d.      Menggunakan prinsip kesatuan dala kebijakan dan keragaman dalam pelaksanaan.
e.       Pengembangan kurikulum memuat sekelompok mata kuliah pengebangan kepribadian pada semua program study.
Melalui pengembangan kurikulum berbasis kompetensi diharapkan agar:
a.       Mutu pendidikan lebih terjamin
b.      Lebih dapat memenuhi kebutuhan lapangan kerja
c.       Pera PTAI sebagai agen perubahan masyarakat dapat lebih terpenuhi.

2.      Landasan Pengembangan Kurikulum PTAI Berbasis Kompetensi
Pengembangan kurikulum PTAI berbasis kompetensi setidak-tidaknya bertolak dari landasan filosofis sebagai berikut:
a.       Secara ontologis, manusia memiliki potensi jismiyah, nafsiyah yang mengandung dimensi al-nafsu, al-‘aql, dan al-qalb, dan potensi ruhiyah yang memancar dari dimensi al-ruh dan al-fitrah, sehingga dia siap mengadakan hubungan vertikal dengan-Nya(habl min Allah) sebagai manifestasi dari sikap teosentris manusia yang mengakui ketuhanan Yang Maha Esa.
b.      Secara epistimoligis, pengembangan kurikulum berbassis kompetensi (KBK) memiliki dasar rasional tertentu, yaitu: (1) siapa yang akan dijadikan peserta didik? (2) apa kompetensi hasil didik, sebagai apa? (3) siapa yang membutuhkan hasil didik, berapa jumlahnya, dan bagaimana jenjang karir yang tersedia di masyarakat? (4) bagaimana proses pendidikannya agar tujuan yang diinginkan terwujud?
c.       Secara aksiologis, pengembangan KBK diarahkan pada pengembangan kemampuan menjalankan tugas-tugas atau pekerjaan tertentu.
3.      Perbedaan Antara Kurikulum Sebelumnya dengan KBK
Perbedaan antara kurikulum sebelumnya dengan kurikulum berbasis kompetensi(KBK) dapat dipetakan sebagai berikut:[23]
Diskriptor pembeda

Kurikulum sebelumnya
Sekarang(KBK)
Approach

Content-based
Competent-based
Obyektif

Keutuhan penguasaan ilmu
Keutuhan kompetensi berkarya dan method of inquiry
Atribut penguasaan ilmu


Instrumental adaptif pragmatic
Kapabel komprehensif profesional
Struktur pengelompokan


Tataan pohon ilmu
Kompetensi dalam spectrum profesi
Keampuan berkarya

Tidak terinci secara jelas
Terbakukan dalam empat elemen kompetensi
Kelompok penyusun kurikulum


MKU, MKDK, MKK
MPK, MKK, MKB, MPB, MBB
Sifat keberlakuan

Sebagai pedoman penyusunan kurikulum institusional
Sebagai rambu-rambu penyusunan kurikulum institusional

4.      Kompetensi Lulusan PTAI
Menurut kepmendiknas 045/U/2002, bahwa kompetensi yang diharapkan dari lulusan sarjana S-1 meliputi:
a.       Kompetensi utama, yaitu merupakan core competencies yang diharapakan dikuasai oleh lulusan dari bidang studi tersebut yang kemudian disebut kurikulum inti.
b.      Kompetensi pendukung, yaitu merupakan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk menunjang core competencies yang diharapkan.
c.       Kompetensi lain, yaitu kompetensi yang dianggap perlu untuk melengkapi kedua kopetensi diatas.
Secara umum, kompetensi yang sangat dibutuhkan dalam percaturan pasar global yang harus ditekankan oleh PTAI karena menyangkut seluruh lulusan adalah:
a.       Kompetensi berbahasa Arab
b.      Kompetensi basic keislaman
c.       Kompetensi berbahasa Inggris
d.      Kompetensi menggunakan komputer
e.       Kompetensi berkaitan dengan sikap kerja
f.       Kompetensi untuk berkerjasama dengan orang lain
g.      Kompetensi mengekspresikan diri
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan oleh PTAI melalui prodi-prodinya dalam menyusun KBK adalah sebagai berikut:[24]
a.       Berdasarkan visi dan misi dari PTAI, program studi dapat membuat analisis kebutuhan dari masyarakat pengguna, insdustri, dan profesi (stake holders) mengenai kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk lulusannya.
b.      Mengadakan pertemuan-pertemuan dengan sesama prodi untuk membuat kesepakatan dalam penyusunan kurikulum inti.
c.       Menentukan kompetensi-kompetensi pendukung serta kompetensi lain untuk memenuhi visi dan misi PTAI sekaligus warna dari prodi PTAI yang bersangkutan.
d.      Enentukan struktur kurikulum prodi sesuai dengan prosentase yang diinginkan serta mengelompokkan matakuliah-matakuliah yang bermuaatan kompetensi-kompetensi tersebut kedalam: MPK, MKK, MKB, MPB, MBB.
e.       Membuat substansi kajian dari masing-masing mata kuliah tersebut untuk: (1) menentukan materi yang perlu diberikan; (2) menentukan bobot dari masing-masing matakuliah; (3) menentukan bentuk PBM yang dapat dipergunakan untuk masing-masing matakuliah;(4) menentukan bentuk evaluasinya sebagai alat pengukur kompetensi yang telah ditentukan.


Bab III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah Pengembangan Kurikulu Pendidikan Islam adalah, sebagi berikut:
1.      Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi emerlukan data empirik dan hasil penelitian yang valid, terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan kemaapuan melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu. Karena itu, pengembangannya tidak hanya dilakukan oleh pakar pendidikan dan/atau tenaga kependidikan, tetepi juga harus melibatkan para user dan sekelompok atau organisasi profesi, serta stakeholders lainnya.
2.      Tugas hidup manusia didunia ini adalah sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut diperlukan kecakapan-kecakapan hidup(life skill). Dengan demikian life skill tidak hanya dipahami sebagai ketrampilan untuk mencari kehidupan atau bekerja, tetapi lebih luas dari itu mencakup ketrampilan untuk menjalankan ugas hidupnya sebagai hamba Allah sekaligus kalifah-Nya. Sebagai pemimpin, maka mereka disamping perlu dibekali dengan special skill, juga perlu life skill dan leader life skill.
3.      Dalam pengembangan kurikulum terdapat empat pendekatan, yaitu:
·        pendekantan humanistik
·        subyek akademik
·        rekonstruksi sosial
·        pendekatan teknologi.
Dilihat dari keempat pendekatan ini, maka pengembangan kurikulum berbasis kompetensi(KBK) yang sedang digalakan akhir-akhir ini, lebih mengarah pada pendekatan teknologi yang diharapkan memiliki porsi yang relatif menonjol dalam pengembangan kurikulum.
4.      Pengembangan kurikulum PTAI, PTAI harus mengambil kebijakan yaitu:
·        Kurikulum berbasis belajar
·        Kurikulum terdiri atas kurikulum inti dan kurikulum institusional
·        Kurikulum inti 40% ditetapkan oleh pemerintah secara nasional, sedangkan kurikulum institusional 60% ditetapkan oleh PTAI dan berlaku di PTAI tersebut
·        Kurikulum secara keseluruhan ditetapkan oleh PTAI
·        Kualitas kurikulum menjadi tanggung jawab PTAI
B.     Saran
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini sangat banyak kekurangan yang harus diperbaiki maka dari itu kami harapkan untuk semuanya agar memberikan masukan dan evaluasi kepada kami semua agar pembuatan makalah selanjutnya bisa menjadi lebih baik lagi.   

Daftar Pustaka
Baharuddin, “Membangun Paradigma Psikologi Islam(studi tentang element psikologi dari Al-Qur’an),” Disertasi. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2001.
Muhadjir, Noeng. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1987.
Muhaimin, et al., Paradikma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama di Sekolah. Bandung: Remaja rosdakarya, 2002, cet. II.
Muhaimin. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam : Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Nuansa, 2003.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 6. Jakarta: Lentera Hati, 2002.



[1] Noeng muhadjir, ilmu pendidikan dan perubahan social teori pendidikan pelaku kreatif. Jogjakarta: rake Sarasin, 2000.
[2] Muhaimin, et al. paragigma pendidikan islam upaya mengefektifkan pendidikn agama islam disekolah. Bandung : remaja rosdakarya, 2001.
[3] Muhaimin, ‘pendidikan kecakapan hidup (life skill) dalam prespektif islam.’makalah, disajikan pada seminar nasional difakultas tarbiyah UIIS dh. STAIN MALANG, tgl.21-oktober-2002
[4] Ibid.
[5] M.Quraish shihab, tafsi al-misbah. Pesan, kesan dan keserasian al-qur’an, vol. 6. Jakarta: lentera hati,2002
[6] Muhaimin, pendidikan kecakapan hidup(life skill) dalam prespektif islam. Op. cit.
[7] Dinas pendidikan propinsi jawa barat, “konsep pendidikan kecakapan hidup,” www.diknas-jabar.go.id/kebijakan/bbe/bbe2.html
[8] “life skill, the document was adopted by the Utah state board of education in 1996. Minor formatting changes were made in 2001, “google’s cache of http//www.usoe.k12.ut.us/curr/lifeskills/default.htm.
[9] Ibid.
[10] “life skill, the document was adopted by the Utah state board of education in 1996. Minor formatting changes were made in 2001, “google’s cache of http//www.usoe.k12.ut.us/curr/lifeskills/default.htm.
[11] M.Quraish shihab, wawasan al-qur’an. Bandung: mizan, 1996
[12] Baharuddin, “membangun paradigma psikologi islam (study tentang elemen psikologi dari al-qur’an),” Disertasi. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2001.
[13] Al-Suyuthi, Al-Jami’ al-Shagir fi Ahadits al-Basyir al-Nadzir. Bandung: Al-Ma’arif, t.t.
[14] Muhaimin, ‘pendidikan kecakapan hidup (life skill) dalam prespektif islam.’makalah, disajikan pada seminar nasional difakultas tarbiyah UIIS dh. STAIN MALANG, tgl.21-oktober-2002
[15] Al-Munjid fi al-lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar Al-masyriq, 1986.
[16] Azyumardi Azra, “Agama dan Perkembangan Korupsi,” Kompas, Septeber 2003.
[17] Muhaimin, et. al., Paradikma Pendidikan Islam. Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: remaja Rosdakarya, cet. II, 2002.
[18] Ibid
[19] Penjelasan tentang gambaran umu tersebut diolah dan dimodifikasi dari buku-buku kurikulum berbasis kompetensi yang disusun oleh pusat kurikulum balitbang depdiknas,  juli 2002.
[20] Ibid.
[21] Djohar, pendidikan strategik alternatif untuk pendidikan masa depan. Yogyakarta: lesfi, 2003.
[22] Ibid.
[23] Suprodjo pusposutardjo, penyusunan kurikulum pendidikan tinggi berbassis kompetensi. Yogyakarta: Fakultas teknologi pertanian, 2002.
[24] Dimodifikassi dari alexander jatmiko wibowo, fandy Tjiptono(Ed.), pendidikan berbasis kompetensi. Yogyakarta: Universitas Atma jaya, 2002.

No comments:

Post a Comment