Bab 1
Pendahuluan
A.
Latar belakang
Dalam dunia pendidikan, interaksi antara guru (pendidik) dengan
peserta didik pada dasarnya untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ada.
Untuk memajukan suatu pendidikan yang diharapkan oleh masyarakat, pendidik,
peserta didik, dan tujuan pendidikan merupakan suatu komponen yang sangat erat
hubungannya.
Pendidik merupakan tenaga yang
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi.
Keterampilan dan pengimplementasian dalam profesi sangat didukung oleh teori
yang telah dipelajari khususnya dalam pengembangan kurikulum yang telah
ditetapkan disekolah masing-masing.
Jadi yang dikatakan seorang yang profesional
dituntut banyak belajar dalam mengimplementasikan pengalaman materi yang
digelutinya untuk pengembangan kurikulum yang ada disekolahnya masing-masing.
Hal ini bertujuan untuk mengembangkan Ilmu kepada siswa dan merupakan suatu
usaha untuk pencapaian tujuan pembelajaran.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah dengan judul “Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Islam” ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui
pengembangan kurikulum berbasis kompetensi dan life skill.
2.
Untuk mengetahui
nilai-nilai life skill dalam pelaksanaan pelaksanaan ajaran islam.
3.
Untuk mengetahui
pengembangan kurikulum PAI berbasis kompetensi.
4.
Untuk mengetahui
pengembangan kuriulum perguruan tinggi agama islam (PTAI).
C.
Rumusan masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.
Bagaimana mengetahui
perkembangan kurikulum berbasis kompetensis dan life skill?
2.
Bagaimana mengetahui
nilai-nilai life skill dalam pelaksanaan ajaran islam?
3.
Bagaimana mengetahui
perkembangan kurikulum PAI berbasis kompetensi?
4.
Bagaimana kurikulum pergururan
tinggi agama islam (PTAI)?
Bab II
A. Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi Dan Life Skill
Mutu
pendidikan di indonesia yang belum menggembirakan itu juga masih menghadapi
tantangan yang sangat berat dimasa depan. Didalam negeri krisis ekonomi
menyebabkan angka pengangguran terus meningkat, konon telah mencapai 40
jt.mengingat krisis ekonomi tersebut tampaknya belum segera pulih, maka angka
pengangguran juga belum segera dapat turun, sehingga pendidikan perlu berperan
aktif membantu mengatasi pengangguran tersebut. Dari dalam bidang pendidikan
sendiri.
Fenomena
lain yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh adalah keterasingan lulusan
sekolah dari lingkungannya. Seperti telah disinggung sebelumnya, banyak lulusan
SLTP dan SLTA yang justru menjadi sumber masalah di lingkungannya. Mereka
menganggur tetapi merasa malu membantu orang tuanya sebagai petani atau
pedagang di pasar. Akhirnya mereka justru sering menjadi sumber masalah di
lingkungannya.
Atas
dasar itu, maka para pakar berusaha memikirkan dan mencarikan berbagai
alternatif pemecahanya. Diantaranya berupa penerapan pengembangan kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) itu? Bagaimana konsep pengembangannya? Alternatif
lainnya, berupa pendidikan life skill (kecakapan hidup). Karena itu,
makalah ini juga membahas sekilas tetang konsep kurikulum berbasis life
skill.
1. karakteristik pengembangan kurikulum
berbasis kompetensi
Didalam
teori kurikulum terdapat 4 pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan subyek akademik.
Didasarkan
pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Dilakukan dengan cara
menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari
peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
2. Pendekatan humanistik.
Bertolak
dari ide “memanusiakan manusia” penciptaan konteks yang akan memberi peluang
manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupaka
dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program
pendidikan.
3. Pendekatan teknologik.
Dalam
menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi
yang dibutuhkan untu melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan,
kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai analisis
tugas tersebut.
4. Pendekatan rekontruksi sosial[1]
Menyusun
kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi
dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi,
serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya
pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Apa
itu kompetensi dan bagaimana cara pengenbangan kurikulum berbasis kompetensi?
Kompetensi adalah seperangkat tidakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus
dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanak tugas-tugas
dalambidang pekerjaan tertentu.
Di
sisi lain, pemahaman tentang kompetensiyang dikaitkan dengan kebutuhan akan kemampuan
melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu, terkesan adanya obsesi atau
keinginan yang kuat dari lembaga pendidikan untuk menyiapkan lulusan yang siap
pakai atau siap dipakai oleh users (para pengguna lulusan). Masalah ini
sebenarnya telah dilontarkan dan dijadikan kebijakan oleh Wardiman Djojonegoro
(mantan mendikbud) dalam pengembangan pendidikan nasional, yang terkenal dengan
sebutan strategi link and match, link dalam pengertian keterkaitan program
pendidikan dan kebutuhan pembangunan, sehingga terjadi kesepadanan (match)
dalam pengertian lulusan siap pakai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
Pemahaman
yang utuh tentang kebijakan link and match meliputi tiga prespektif, yaitu :
1. tempat (please), yakni mengaitkan
tuntunan kebutuhan pembangunan yang didasarkan pertimbangan lokal, wilayah,
nasional, dan global.
2. waktu (time), yakni untuk menjawab
tantangan-tantangan masa kini dan mengantisipasi secara proaktif tuntutan masa
depan dalam konteks perubahan yang berlangsung amat cepat
3.
ranah
(domain) pendidikan, kebijakan ini bukan hanya terkait dengan ilmu pengetahuan
dan ketrampilan semata, tetapi juga wawasan, nilai, sikap dan mentalitas, serta
prilaku yang diperlukan dalam kehidupan lingkungan[2]
Diskursus
tentang lulusan siap pakai ternyata mengundang polemik dan kontroversial.
Sementara pihak menyatakan bahwa tidak mungkin lulusan yang siap pakai bisa
dihasilkan oleh sekolah dan perguruan tinggi, termasuk fakultas/jurusan
pendidikan. Diantara alasannya adalah karena kenyataan menunjukkan bahwa
kebutuhan yang ada dimasyarakat senantiasa berkembang dan mengalami dinamika.
Disamping itu lembaga pendidikan bukan untuk mencetak lulusan yang siap
pakai,tetapi ingin mendidik dan menyiapkan lulusan yang memahami dirinya,
perannya dimasa depan. Sedangkan dipihak lain mengharapkan yang sebaliknya,
dalam pengertian lulusannya mampu dan siap menjalankan tugas untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan dilingkungan atau masyarakat.
2. . Antara kurikulum berbasis kompetensi
dan life skill
uraian
diatas menggaris bawahi bahwa pengembangan kurikulum berbasis kompetensilebih
berorientasi pada upaya penyiapan para peserta didik yang siap pakai atau
menjadi kuli dimuka bumi, yakni siap untuk dipakai diperusahaan-perusahaan atau
lembaga-lembaga lainnya. Untuk siap dipakai diperlukan special skill atau
ketrampilan/keahlian khusus sesuai dengan konsentrasi study yang programnya dikembangkan
dengan melibatkan para users, kelompok atau organisasi profesi atau
stakeholders lainnya.
Karena
itu, program pendidikan selayaknya tidak hanya dikembangkan dengan berbasis
life skill. Kurikulum berbasis kompetensi dikembangkan bertolak dari
analisiskebutuhan pekerjaan atau kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas
pekerjaan tertentu. Sedangkan kurikulum berbasis life skill dikembangkan
bertolak dari kebutuhan, kemampuan, minat dan bakat dari peserta didik itu
sendiri.kemampuan menjalankan tugas atau pekerjaan tertentu, sebagaimana ide
dasar kurikulum berbasis kompetensi, merupakan bagian dari life skill, bukan
satu-satunya. Melalui pengembangan kurikulum berbasis life skill ini diharapan
para peserta didik atau para lulusan memiliki dan mampu mengembangkan
kecakapan-kecakapan untuk mau hidup dan berani menghadapi problema hidup dan
kehidupan secarawajar tanpa merasa tertekan, kemudia secara proaktif dan
kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Pengembangan
kurikulum berbasis life skill bertolak dari satu pandangan dasar bahwa
pendidikan ditunjukkan untuk hidup,
bukan sekedar untuk mencari kerja. Hidup (al-hayah) adalah : “إن
الØÙŠ هي الØركة Ùˆ الØركة هي البركة Ùˆ البركة هي النعمة Ùˆ الزيادة Ùˆ السأدة [3] “ hidup adalah bergerak yang dapat membawa
berkah, dan hidup yang berkah adalah hidup yang membawa nikmat, nilai tambahan,
dan kebahagiaan.
Menurut
asy-sya’rawi, hidup adalah keberadaan sesuatu dalam kondisi yang
memungkinkannya melaksanakan fungsi yang dituntut darinya. Apa saja yang
dituntut dari manusa sebagai hamba allah dan khalifahnya akan memerlukan skills
tertentu. Selanjutnya asy-sya’rawi menyatakan bahwa hidup yang paling tinggi
adalah menyatukan gerak, rasa, dan pikir/tahu[4].
Uraian
diatas menggaris bawahi bahwa hidup adalah gerak, atau menyatukan gerak,
pikir/tahu, dan rasa, yang bisa membawa berkah, yakni yang embawa nikmat,nilai
tambah dan kebahagiaan. Allah telah telah menjamin rizki setiap yang mau dan
berani hidup, sebagaimana firmannya dalam al-qur’an surat hud ayat 6 dinyatakan
:
|
Artinya : Dan tidak ada suatu
binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan
Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (Qs. Hud : 6)
Allah mengetahui dan memberi rizki
kepada semua dabbah (yang bergerak), baik yang berada ditempatnya (menetap),
maupun apa dan siapa yang meninggalkan tempat kediamannya.[5] sebaliknya orang yang tidak bergerak atau
tidak bisa bergerak disebut orang miskin. Orang yang miskin atau tidak
bergerak (pengangguran) dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
1.
malas,
minder, perasaan tidak berharga, atau perasaan tidak memiliki.
2.
tidak
memiliki skill, baik yang berupa special skill, life skill, leader life
skill.
3.
faktor-faktor
sosial.[6]
3.
Model
pengembangan kurikulum berbasis life skill.
Life skill dapat dikelompokkan
menjadi 2 macam yaitu:[7]
Pertama, general life skill, yang mencakup :
Ø
Personal
skill atau self awareness, yang mencakup
1.
penghayatan
diri sebagai makhluk tuhan, anggota masyarakat dan warga negara.
2.
menyadari
kelebihan dan kekurangannya serta mensyukuri segala nikmat yang diberikan
kepadanya.
Ø
Thinking
skill, yang mencakup
1.
kecakapan
menggali dan menemukan informasi (information searching skill).
2.
kecakapan
mengolah informasi dan mengambil keputusan (information processing and
decision making skill).
3.
kecakapan
memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skill) .
Kedua,
specific life skill, yag mencakup :
Ø
Academic
skill, atau kemampuan berfikir ilmiah (scientific method), yang mencakup
1.
identifikasi
variable.
2.
merumuskan
hipotesis.
3.
melaksanakan
penelitian.
Ø
Vocational
skill atau ketrampilan kejuruan.
Menurut
para pemikir pendidikan, orang tua, peserta didik, pengusaha, dan masyarakat
bahwa kecakapan-kecakapan hidup mencakup kecakapan: 1. Belajar sepanjang
hayat, 2. Berfikir kompleks, 3. Komunikasi secara efektif, 4. Kolaborasi atau
kerjasama, 5. Warga negara yang bertanggung jawab, 6. Dapat dipekerjakan, 7.
Pengembangan karakter/etika atau tata susila.[8]
Uraian
secara rinci dari kecakapan-kecakapan hidup tersebut adalah sebagai berikut:[9]
Ø
Kecakapan
belajar sepanjang hayat
Ciri-cirinya
adalah :
a.
Memulai belajar
sendiri.
b.
Mencapai
tingkat kemampuan baca tulis yang tinggi.
c.
Mengelola
informasi.
d.
Mendemonstrasikan
kesadaran estetis.
Ø
Kecakapan
berfikir kompleks
Ciri-cirinya
adalah :
a.
Mendemonstrasikan
berbagai proses berfikir
b.
Memadukan
informasi yang baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada.
c.
Menerapkan
kecakapan berfikir secara strategis
Ø
Kecakapan
berkomunikasi yang efektif
Ciri-cirinya
adalah :
a.
Menggunakan
metode yang tepat dalam berkomunikasi dengan yang lain.
b.
Merespon secara
tepat ketika menerima komunikasi
Ø
Kecakapan
kolaborasi
Ciri-cirinya
adalah :
a.
Memahami
dan melayani dalam berbagai peran.
b.
Memfasilitasi
kelompok secara efektif.
c.
Menggunakan
sumber-sumber secara efektif.
d.
Bekerja
dengan berbagai penduduk.
e.
Merespon
secara tepat terhadap hubungan timbal balik yang kompleks.
Ø
Kecakapan
warga negara yang bertanggung jawab
Ciri-cirinya
:
a.
Dalam
kegiatan-kegiatan yang mempromosikan kepentingan umum.
Ø
Kecakapan
dapat dipekerjakan
Ciri-cirinya
:
a.
Merencanakan
suatu karir.
b.
Berfungsi
secara efektif dalam suatu sistim
|
B. Nilai-Nilai Life Skill Dalam Pelaksanaan Ajaran
Islam
Dunia pendidikan saat ini sedang memperbincangkan pendidikan life skill (kecakapan hidup), yang
dimaksudkan untuk mengembangkan dan memberikan kecakapan-kecakapan kepada
peserta didik untuk mau hidup dan berani menghadapi problema hidup dan
kehidupan secara wajr tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan
kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
life skill ternyata
tidak hanya berkonotasi kecakapan vokasional, tetapi lebih dari itu justru
kecakapan-kecakapan untuk mau hidup dan berani menghadapi problema hidup dan
kehidupan itu sendiri.[10]
Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan. Orang yang mencari ilmu berarti
orang yang berusaha mencari dan memperoleh kejelasn atau penjelasan terhadap
fenomena dan nomena (hakikat). Ilmu terdiri dari dua macam, yaitu :
1.
Ilmu kasby, ilmu
yang diperoleh dari usaha manusia itu sendiri.
2.
Ilmu ladunni, ilmu
yang diperoleh yanpa upaya manusia.
Objek ilmu ada dua bagian pokok, yaitu:
1.
Alam materi.
2.
Alam non materi.[11]
Untuk meraih kedua ilmu tersebut harus ditempuh
melalui kemampuan inderawi, akal, dan hati.
Hasil penelitian Baharuddin (Disertasi, 2001) terhadap
nash-nash al-qur’an, menunjukkan bahwa diri manusia itu terdiri atas 3 (tiga)
aspek utama, yaitu:
1.
Aspek jismiah, yakni seluruh
organ fisikbiologis, system sel, kelenjar dan system syaraf.
2.
Aspek nafsiah, yakni keseluruhan kualitas
insaniah yang khas milik manusia, berupa pikiran, perasaan dan kemampua. Aspek
ini mengandung tiga dimensi, yaitu: dimensi al-nafsu,
al-‘aql, dan al-qald
3.
Aspek ruhaniah, yakni
keseluruhan potensi luhur psikis manusia yang memancar dari dua dimensi, yaitu:
dimensi al-ruh dan dimensi al-fitrah [12]
Jika difahami secara proposional, maka nafsiah manusia menempati
posisi antara jismiah dan ruhaniah. Karena
jismiah berasal dari benda (materi), maka
ia cenderung mengarahkan nafsia manusia
untuk menikmati kenikmatan dan kelezatan yang bersifat material. Sedangkan ruhaniah berasal dari tuhan, sehingga ia
selalu mengajak nafsiah manusia untuk
menuju tuhan.
1.
Ibadah Puasa Dan Life Skill
Ibadah puasa
dapat melatih kesadaran diri (self
conciusness or self awarensess) dan mempertajam kepekaan ruhaniah manusia
akan kehadiran tuhan pada dirinya baik diwaktu berdiri, duduk, berbaring dan
kapan, di mana serta dalam situasi apapun.
2.
Melatih Kecakapan Menghadirkan Tuhan Melalui Puasa.
Ada sebuah
hadist yang diriwayatkan oleh imam al-bukhari dan muslim, bahwa nabi Saw
bersabda “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka segala dosa yang lalu akan
diampuni (oleh allah).”[13]
Ada tiga hal yang perlu digarisbawahi dari hadist tersebut :
1.
Bahwa ibadah puasa harus dilakukan dengan iman, atau dengan cara dan
mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah Swt sebagai pembuat syariah.
2.
Bahwa orang yang berpuasa perlu melakukan “ihtisab”,
introspeksi diri, self examination,
atau koreksi diri.
3.
Melalui proses yang pertama dan kedua tersebut, maka akan terwujudlah “ghufira lahu ma taqaddama mi dzanbihi,”
3.
Membaca sebagai basic skill
Telah
masyhur dikalangan umat Islam, bahwa ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw adalah berupa perintah
membaca sebagaimana terkandung dalam QS. Al-‘Alaq ayat 1-5.
Artinya: Bacalah dengan (Menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan(1). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah(2). Bacalah,
dan Tuhanmulah yang maha pemurah,(3). Yang mengajar(manusia) dengan perantara
kalam,(4). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya(5).(QS.
Al-‘Alaq: 1-5).
Perintah
ini merupakan suatu perintah yang paling berharga yang pernah dan yang dapat
diberikan kepada umat manusia, Karena Ia adalah jalan yang mengantar manusia
mencapai derajat kemanusiaannya yang sempurna.
Didalam ayat pertama tersebut, iqra’ harus disertai dengan “Bismi
rabbik alladzi khalaq,” atau atas nama Tuhan(Allah) yang telah mencipta.
Kata “rabb” serumpun dengan kata “tarbiyah”. Hal ni mengandung ma’na bahwa
seseorang yang telah melakukan qiroah(membaca,
menelaah, meneliti, mengkaji, dan merenungkan segala sesuatu) tidak boleh hanya
disimapan dan dimiliki sendiri serta untuk kepentingan pribadinya, tetapi
justru ia dituntut untuk mewujudkan hasil-hasil qiroah-Nya dalam tugas-tugas tarbiyah(education)
yang diamanatkannya, yaitu berusaha mendidik, memelihara, mengembangkan,
meningkatkan dan memperbaiki kualitas manusia dan masyarakatnya, serta keadaan
makhluk-Nya.
Hanya saja kalau kita memperhatikan budaya Qiroah dikalangan masyarakat kita
ternyata masih relatife rendah, walaupun basic
skill tersebut sebenarnya telah ditanamkan sejak dini mulai dari pendidikan
dasar. Agaknya akan lebih ironis lagi jika rendahnya budaya qiro’ah tersebut melanda kalangan
perguruan tinggi kita, baik dikalangan mahasiswa maupun dosennya. Ada sebagian
skripsi, tesis, atau disertasi aspal(asli tapi palsu), termasuk juga plagiasi
karya ilmiah atau penelitian, yang baru-baru ini sempat ramai diperbincangkan
dimedia masa dengan istilah pelacuran intelektual, merupakan beberapa indicator
dari rendahnya budaya qiroah.
4.
Melatih Kecakapan Social Melui Zakat, Infaq, Dan Shadaqah.
Salah satu kecakapan hidup yang perlu dikembangkan oleh seseorang adalah
social skill, yakni pengembangan rasa
persaudaraan, kebersamaan, dan/atau hubungan kekeluargaan antar sesama, serta
menghargai terhadap yang lain. Hal ini didasarkan atas kesadaran bahwa manusia
adalah sebagai makhluk social.
Atas dasar itulah, maka Allah Swt mengingatkan keada umat manusia
melalui firmannya dalam QS. Al-Muddatstsir ayat 42, sebagai berikut:
Artinya: apa yang menyebabkan kamu terjerumus kedalam saqar (neraka)?(QS.
Al-Muddatstsir:42).
Salah satu penyebab pokonya terkandung dalam QS. Al-Muddatstsir ayat 44,
sebagai berikut:
Artinya :dan kami tidak(pula) memberi makan orang miskin(QS.
Al-Muddatstsir:44).
Yakni tidak mau membayar zakat, infaq, dan shadaqah(ZIS), tidak mau
berusaha mengentaskan kemiskinan yang melanda di masyarakat, walaupun ada
gerakan-gerakan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi meraka kurang peduli
terhadap kegiatan tersebut.
Kalau kita mengamati fenomena umat Islam, ternyata dikalangan kita masih
berkembang suatu pandangan yang salah kaprah. Kriteria Islam atau tidaknya
seseorang misalnya, atau kriteria keshalehan hidup seseorang biasanya diukur
dari segi kualitas ibadah syahsyiyah-nya(kewajiban
yang bersifat pribadi) daripada ibadah ijtima’iyah-nya(kewajiban
yang bersifat sosial). Dalam arti, penilaian saleh atau tidakya seseorang,
biasanya diukur dari segi ibadah shalatnya, atau ibadah hajinya, dari pada ZIS
atau kewajiban-kewajiban social lainnya yang dilakukan oleh orang tersebut.
Padahal kedua duanya merupakan kesatuan yang integral yang harus diterapkan
secara proposional, dalam arti kita wajib menjalin hubungan yang baik dengan
sesame manusia atau dengan masyarakat. Kalau keduanya tidak diterapkan secara
proposional, maka kita akan mempunyai dosa individual dengan Allah dan
sekaligus mempunyai dosa social.
5.
Melatih Kecakapan Mengenal Diri Melalui Mudik Lebaran
Salah satu budaya yang teah mentradisi dikalangan masyarakat Islam
adalah bahwa disaat-saat ‘idul Fitri atau hari lebaran mereka berduyun duyun
pulang ke kampong halaman atau mudik lebaran. Mudik adalah pulang ke kampong
halaman. Dalam kehidupan di dunia, kampung halaman berarti daerah asal atau
kampung dimana dia dilahirkan.
Hidup(al-hayah, bahasa Arab)
pada hakikatnya adalah: “Inna al-hayah
hiya al-harakah wa al-harakah hiya al-barakah wa al-barakah hiya al-ni’mah wa
al-ziyadah wa al-sa’adah,”[14]
yakni hidup adalah bergerak(dinamis) yang dapat membawa berkah, dan hidup yang
berkah adalah yang membawa nikmat, nilai tambah dan keahagiaan(di duia dan
akhirat). Dalam konteks teologis, hidup manusia akan kembali kepada asal, yaitu
asal mula dia diciptakan dan kembali kepada sang penciptanya.
Manusia diciptakan oleh Allah terdiri atas jasad dan ruh. Jasad manusia
berasal dari materi atau tanah(zat-zat makanan dan miuman yang tumbuh dari
tanah), sehingga ia selalu terdorong untuk memenuhi kebutuhan jasmani, yaitu
makan, minum, hubungan seksual, dan sebagainya. Jasad yang bersal dari materi
itu akan kembali kealam materi/tanah(kuburan). Sedangkan ruh manusia berasal
dari tuhan, ia bersifat immateri, sehingga ia akan kembali ke alam
immateri(gaib),yaitu alam barzah, sambil menunggu pertanggungjawaban segala
amal perbuatan dirinya dihadapan Tuhannya dhari kebangkitan kelak.
Dengan mudik lebaran atau ber’idul fitri, seseorang hendaknya menyadari
bahwa:
1.
Pada asalnya ia adalah dermawan, yang dilambangkan dengan kesediaan
untuk membayar zakat fitrah.
2.
Pada aslanya manusia adalah suci dan berpihak kepada kesucian.
3.
Pada asalnya manusia itu bersifat kasih sayang terhadap sesama, suka
memaafkan dan mengampuni kesalahan orag lain.
C.
Pengembangan Kurikulum PAI Berbasis Kompetensi Di Madrasah
Setidak-tidaknya ada dua factor penting yang
melatarbelakangi kemunculan madrasah, yaitu:
1.
Adanya pandangan yang mengataan bahwa system pendidikan Islam
tradisional dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat.
2.
Adanya kekhawatiran atas kecepatan perkembangan persekolahan belanda
yang akan menimbulakn pemikiran sekuler di masyarakat.
Kata “madrasah” adalah isim makan dari kata :
“darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa dirosatan” yang berarti: terhapus,
ilang bekasnya, menghapus, menjadikan using, melatih, mempelajari.[15]
Dilihat dari pengertian ini, maka madrasah
berarti merupakan tempat untuk mencerdaskan para peserta didik,
menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih
ketrampilan mereka sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Namun demikian, masyarakat agaknya kurang memiliki
kebebasan untuk mengelola dengan caranya sendiri, karena hampir semua hal yang
berkaitan dengan pendidikan sudah ditentukan oleh pemegang otoritas pendidikan.
Dengan demikian, madrasah kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk
mengembangkan dan memajukan lembaganya, termasuk peningkatan mutu pendidikan
sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
1.
Kritik terhadap Pendidikan Agama pada Umumnya
Bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis multidimensional. Dari hasil
kajian pelbagai disiplin dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa
segala macam krisis itu berpangkal dari krisis akhlak dan moral. Krisis ini
oleh sementara pihak disebabkan karena kegagalan pendidikan agama.
Indikator kegagalan pendidikan agama dapat dilihat sebagai berikut:
a.
Hasil survey menunjukkan bahwa negeri kita massih bertengger dalam
jajaran Negara yang paling korup di dunia, dari pejabat tinggi hingga pejabat
paling rendah.
b.
Disiplin makin longgar.
c.
Tingkat penindasan yang kuat terhadap yang lemah juga tak berkurang.
d.
Semakin meningkatnya tindak criminal, tindak kekerasan, anarchisma, premanisme, tindakan brutal,
perkelahian antar pelajar, konsumsi minuman keras, narkoba, yang sudah melanda
kalangan pelajar dan mahasiswa, White
colar crimes(kejahatan kerah putih), KKN(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
melanda di berbagai institusi dan lain-lain.
e.
Masysrakat kita cenderung mengarah pada masyarakat
kepentingan/patembayan (gesellschaft),
nilai-nilai masyarakat paguyuban(gemeinschaft)
ditinggalkan, yang tampak dipermukaan adalah timbulnya konflik
kepentingan-kepentingan, baik kepentngan individu, kelompok, agama, etnis,
politik maupun kepentingan lainnya.
Merajalelanya korupsi tersebut bukan semata-mata disebabkan karena
kegagalan pendidikan agama. Hal ini bisa dibuktikan dengan hasil survei dari International Country Risk Guide Index(ICRGI),
bahwa sejak tahun 1992 hingga 2000:[16]
a.
Indeks korupsi di Indonesia yang mayoritas beragama Islam terus
meningkat dari sekitar 7 menjadi hampir 9(tahun 2000).
b.
Di Rusia yang mayoritas penduduknya Kristen, dengan indeks hampir 9 pada
tahun 2000.
c.
Pakistan, Banglades dan Nigeria yang mayoritas berpenduduk muslim,
memiliki indeks korupsi rata-rata diatas 7.
d.
Argentina, Meksiko, Filipina atau Kolombia yang berpenduduk mayoritas
kristiani, indeks korupsinya juga diatas 7.
e.
Thailand yang mayoritas penduduknya Buddha, indeks korupsinya hampir
mencapai 8.
f.
Sedangkan Iran, Arab Saudi, Syiria, atau Malaysia yang mayoritas
pendudukannya muslim, indeks korupsinya jauh lebih rendah dibandingkan
Indonesia dan Pakistan.
g.
AS, Kanada, Inggris yang mayoritas Kristiani, indeks korupsinya dibawah
2.
Dengan demikian, tinggi/rendahnya tindak
criminal(seperti korupsi) tidak banyak terkait dengan agama, tetapi lebih
terkait dengan tatanan hukum yang jelas dan tegas yang diiringi penegakan hukum
berat terhadap tindak Kriminal(korupsi).
Faktor-faktor yang mengakibatkan mewabahnya korupsi
dan penyakit penyakit social lainya justru lebih banyak disebabkan karena:
a.
Lemahnya penegakan hukum, atau soft
state(Negara lembek) dalam penegakan hukum.
b.
Mewabahnya gaya hidup hedonistic.
c.
Tidak adanya political will dan
keteladanan dari pejabat-pejabat public untuk memberantas korupsi atau penyakit
sisoal lainnya.
Walaupun demikian harus diakui bahwa pendidikan agama
masih mengalami kekurangan setidak-tidaknya dalam dua aspek mendasar:
a.
Pendidikan agama masih berpusat pada hal-hal yang bersifat simbolik,
ritualistic, serta bersifat legal formalistic(halal-haram)
dan kehilangan ruh moralnya.
b.
Kegiatan
pendidikan agama cenderung bertumpu pada penggarapan ranah kognitif dan paling
banter hingga ranah emosional.
Kritik
semacam itu juga berkembang dimasyarakat, yaitu bahwa kurikulum PAI dipandang
kurang berhasil dalam membentuk sikap, perilaku, dan kebiasaan pesertadidik.
Sebagai indikatornya antar lain adalah:
1. rendahnya minan dan kemampuan siswa
untuk melaksanakan ibadah.
2. Tidak mampu baca tulis Al-Qur’an.
3. Berprilaku kurang terpuji, bahkan
melakukan tindak kriminal dan aksi kekerasan.
Munculnya fenomena white collar crimes(kejahatan kerah
putih atau kejahatan yang dilakukan oleh kaum berdasi), juga merupakan bagian dari
kegagalan penddikan agama Islam.[17]
Adapun
pesan-pesan besar pendidikan agama Islam(PAI) yang ingin dikembangkan dala
kurikulum adalah sebagai berikut:
a.
berusaha
menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang dapat menjaga dan memperkokoh akidah
siswa.
b.
Menjadikan
PAI sebagai matapelajaran yang mengajarkan agama dengan baik, dalam pengertian
bahwa dalam konteks bangsa Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika.[18]
c.
Menjadikan
PAI sebagai mata pelajaran yang dapat emacu siswa untuk menjadi rajin dan
pintar, serta kreatif, kritis, dan inovatif.
d.
Menjadikan
PAI sebagai matapelajaran yang bisa membina etika sosial siswa.
e.
Menjadikan
PAI sebagai matapelajaran yang bisa mencetak siswa yang bertanggurng jawab
dalam hidup dan kehidupannya.
2. Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) sebagai Salah Satu
Alternatif Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah.
Untuk
merespon kebijakan di atas serta mengantisipasi berbagai kritik dan tantangan
tersebut, diperlukan sikap proaktif dan antisipatif dimasing-masing madrasah.
Sikap proaktif tidak sekedar berupa munculnya tindakan reaktif setelah ada
aksi, tetepi juga memperkirakan perkembangan ke depan atas situasi dan kondisi
serta permassalahan yang ada si madrasah tersebut. Sedangkan antisipatif
merupaan jawaban dengan mengkondisikan situasi, kondisi dan faktor menjadi
lebih ideal sehingga permasalahan yang ada di madrasah dipecahkan ke perubahan
yang lebih ideal. Sikap tersebut diwujudkan dalam bentuk:
a. Merumuskan landasan filosofiknya atau
visi dan misi dari madrasah tersebut.
b. Mengembangkan program pendidikan yang
ada dengan sasaran yang dijanjikan, yaitu: (1) pemenuhan societal neets; (2) Kepuasan terhadap jasa pendidikan madrasah; (3)
kepuasan pengguna jasa SDM hasil didik di madrasah.
c. Mengembangkan kurikulum madrasah
bekerjasama dengan stake holders.
d. Mengembangkan kurikulum madrasah
berbasis kompetensi, yang terdiri atas empat komponen, yaitu: kurikulum dan
hasil belajar, kegiatan belajar-mengajar(KBM), penilaian kurikulum berbasis
kelas, dan pengelolaan kurikulum berbasis madrasah.
Kompetensi
adalah seperangkat tindakan inteligen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki
seseorang sebagai sarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu. Sifat inteligen harus ditunjukkan sebagai kemahiran,
kecepatan dan keberhasilan bertindak. Dalam arti tindakan itu benar ditinjau
dari sudut ilmu pengetahuan; efisien, efektif, dan memiliki daya tarik dilihat
dari sudut teknologi; dan baik ditinjau dari sudut etika. Sedangkan tugas atau
pekerjaan itu dapat dikembangkan dengan berbasis pada:
1. Kebutuhan pemerintah.
2. Kebutuhan madrasah itu sendiri.
3. Kebutuhan masyarakat atau pengguna jasa
SDM hasil didik madrasah.
4. Kebutuhan pengembangan
keilmuan(akademis).
5. Kebutuhan induvidu atau siswa itu
sendiri atau life skill.
Kurikulum
PAI berbasis kompetensi merupakan perangkat standar program pendidikan agama
Islam yang dapat mengantarkan siswa untun menjadi kompeten dalam bidang
kehidupan agama Islam yang dipelajarinya. Kurikulum ini terdiri atas empat
komponen, yaitu: kurikulum dan hasil belajar PAI, kegiatan
belajar-mengajar(KBM) PAI, penilaian kurikulum PAI berbasis kelas, pengelolaan
kurikulum PAI berbasis madrasah.[19]
3.
Tugas Guru Pendidikan Agama Islam(PAI) dalam Pengembagan KBK
Dilihat
dari sejarah kelahirannya madrasah merupakan pendidikan yang berbasis
masyarakat, yang berarti ia menyelenggarakan pendidikan berdasarkan kekhasan
agama, sosial, budaya, aspirasi dan potensi masyarakat Islam sebagai perwujudan
pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Sebagi pendidikan keagamaan, maka
ia bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi angota masyarakat yang
memahami, mengembangkan dan mengamalkan ajaran dan nilai-nilai keagaaan Islam.
Dalam
konteks pengembangan kurikulum PAI berbasis kopetensi, maka guru pendidikan
agama Islam di madrassah memiliki peran dan tanggungjawab tertentu, yaitu:
a.
Mempelajari
dan memahami kurikulum PAI di madrasah.
b.
Menyusun
sulabus PAI yag sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi madrasah.
c.
Melaksanakan
kegiatan belajar mengajar PAI sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
d.
Mengumpulkan
berbagai gagasan dengan sesama guru mengenai erencanaan dan pelaksanaan keiatan
belajar mengajar PAI.
e.
Menghadiri
pertemuan-pertemuan ditingkat madrasah, KKG/MGMP PAI tingkat kecamatan,
kabupaten atau kota, dan provinsi.
f.
Menyelesaikan
tugas-tugas administrasi yang
berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar PAI, termasuk
didalamnya melakukan penilaian hasil belajar siswa.
Untuk
menyusun silabus PAI diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:[20]
a.
Perencanaan
Tim pengembangan dan
perekayasa yang ditugaskan untuk menyusun dilabus PAI terlebih dahulu perlu
mengumpulkan informasi dan mempersiapkan kepustakaan atau referensi yang sesuai
utnuk mengembangkan silabus PAI.
b.
Pelaksanaan
Dalam penyusunan silabus
PAI, terlebih dahulu perlumenganalisis seluruh perangkat kurikullum PAI
berbasis kompetensi seperti tampak pada bagan berikut
Perumusan
tujuan PBM materi ajar evaluasi
|
Perumusan
model-model pendidikan
|
Penilaian
berbasis kelas
|
Analisis
konteks KBK
|
c.
Perbaikan
Draf silabus PAI perlu
dikaji ulang sebelum digunakan dalam kegiatan pendidikan dikelas.
d.
Pemantapan
Pengkajian ulang dapat
dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki draf awal.
e.
Penilaian
silabus
Penilaian pelaksanaan silabus
perlu dilakukan secara berkala dengan menggunakan model model penilaian
kurikulum yang selama ini sudah banyak digunakan oleh para ahli penilaian
kurikulum, diantaranya adalah model “kesesuaian”.
4.
Arah Pengembangan Kualitas Guru PAI Masa Depan
Secara
umum, kompetensi guru masa mendatang menghadapi dinamika perubahan yang perlu
diantisipasi, diantaranya menyangkut:
a.
Guru
adalah tenaga yang profesional daripada tenaga sambilan.
b.
Penggunaan
media cetak.
c.
Penggunaan
teknologi elektronika.[21]
Hal
itu juga berlaku bagi guru PAI, dalam arti bahwa pada era globalisasi ini, para
siswa bisa menangkap pesan-pesan moral elalui berbagai media, baik media cetak
maupun media elektronik. Dampak akademiknya adalah ilmu dan pengetahuan yang
diperoleh dari guru PAI cepat usang. Dampak paedagogiknya berupa jalan yang
tersedia bagi peserta didik untuk mencari kebenaran yang bersumber dari media
informasi selain guru PAI akan seakin terbuka.
Jika
guru PAI tidak memahami masalh tersebut, maka ia akan terpuruk secara profesional.
Jika demikian, maka guru PAI akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta
didik, orang tua maupun masyarakat.
Untuk
mengantisipasi asalah tersebut, diperlukan:
a. Konsistensi antara akidah, ilmu, dan
amaliahnya, serta menunjukkan sikap keteladanan yang patut dijadikan contoh
oleh para peserta didik.
b. Melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan
yang dimiliki secara terus menerus.
c. Bersikap antisipatif dan proktif.
d. Melakukan peningkatan profesionalitas
secara sinergis, untuk tidak bertindak sendirian dalam memecahkan persoalan
profesional yang dihadapi, tetapi terjadi saling ketergantungan profesional.
Dala
literatur, kependidikan Islam terdapat beberapa istilah tentang guru, yang
sekaligus merupakan karakteristik dari guru itu sendiri, termasuk didalamnya
guru PAI, yaitu:
a. Ustadz
b. Mu’allim
c. Murabbiy
d. Mursyid
e. Mudarris
f. Muaddib
Secara
operasional, karakteristik guru PAI yang profesional antara lain ditandai
dengan adanya sikap-sikap sebagai berikut:
a. Selalu membuat perencanaan kongkrit dan
detail yang siap untuk dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
b. Berkehendak mengubah pola pikir lama
menjadi pola pikir baru.
c. Bersikap kritis dan berani menolak
kehendak yang kurang edukatif.
d. Berkehendak mengubah pola tindak dalam
menetapkan peran siswa, peran guru dan gaya mengajar.
e. Berani meyakinkan kepala sekolah, orang
tua, dan masyarakat agar dapat berpihak pada mereka terhadap beberapa inovasi
pendidikan yang edukatif.
f. Bersikap kreatif dalam membangun dan
menghasilkan karya pendidikan
g. Mampu melaksankan penelitian.[22]
Ciri-ciri
guru PAI yang efektif adalah:
a. Memiliki pengetahuan yang terkait dengan
iklim belajar dikelas.
b. Kemampuan yang terkait dengan strategi
manajemen pembelajaran.
c. Memiliki kemampuan yang terkait dengan
peberian umpan balik(feed back) dan penguatan(reinforcement).
d. Meiliki kemampuan yang terkait dengan
peningkatan diri.
D. Pengembangan
Kurikulum Perguruan Tinggi Agama Islam(PTAI)
1. Beberapa Pandangan Dasar dan
Implikasinya dalam Pengembangan Kurikulum
Ada
beberapa pandangan dasar yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan
kurikulum PTAI, yaitu bahwa:
a. PTAI sebagai perguruan tinggi Islam
mengemban misi sebagai lembaga pengembangan keilmuan atau kajian ilmu-ilmu
keislaman yang bersifat rasional, dinamis, analisis kritis, empiris dan
antisipatif, sekaligus sebagai lembaga keagamaan yang berusaha membangun sikap
dan perilaku beragama yang loyal, emiliki komitmen terhadap Islam, serta penuh
dedikasi terhadap agama yang diyakini kebenarannya, atas dasar wawasan keilmuan
keislaman yang dimiliki, dengan tetap menjaga kerukunan hidup beragama yang
dinamis.
b. PTAI sebagai perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program pendidikan akademik, vokasional dan/atau profesional,
mengeban misi untuk menyiapkan calon-calon lulusan yang mampu mengintegrasikan
“kepribadian ulama” dengan “intelektualitas akademik” sesuai dengan bidang
kealhian atau konsentrasi studi yang ditekuni, yang diwujudkan dalam kehidupan
bermasysarakat, berbangsa dan bernegara ditengah-tengah kehidupan dunia yang
semakin global.
c. PTAI sebagai bagian integral dari sistem
pendidikan nasional berupaya menyiapka calon lulusan yang memiliki keunggulan
kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional.
d. PTAI juga merupakan lembaga dakwah yang
mengemban misi pembinaan dan pengebangan masyarakat Islam dalam berbagai sektor
kehidupannya.
Menurut
direktur pertais, mutu lulusannya(PTAI) dianggap masih kurang memnui harapan
masyarakat, dan sumbangannya terhadap pengembangan ilmu agama Islam dianggap
kurang signifikan. Hal tersebut antar lain disebabkan karena kelemahan
kurikulum PTAI, yaitu:
a. Kurang relevan dengan kebutuhan
masyarakat.
b. Kurang efektif
c. Kurang efisien
d. Kurang fleksibel
e. Readibility rendah
f. Hanya berupa deretan mata kuliah
g. Berbasis pada mata kuliah/penyampaian
materi ,bukan pada tujuan kurikuler/hasil belajar/ mutu lulusan.
h. Hubungan fungsional antar mata kuliah
yang mengacu pada tujuan kurikuler kurang jelas.
Untuk
mengatasi berbagai kelemahan tersebut maka direktur pertais mengambil kebijakan
tentang pengembnagan kurikulum, yaitu:
a. Kurikulum berbasis hasil belajar.
b. Kurikulum terdiri atas kurikulum inti
dan kurikulum institusional.
c. Kurikulum inti 40% ditetapkan oleh
pemerintah dan berlaku secara nasional, kurikurum institusional 60% ditetapkan
oleh PTAI dan berlaku hanya di PTAI tersebut.
d. Kurikulum secara keseluruhan ditetapkan
oleh PTAI
e. Kualitas kurikulum menjadi tanggung
jawab PTAI.
Keijakan
tersebut mengandung makna bahwa:
a. Kurikulum perlu dikembangkan dengan
lebih menitik beratkan pada pencapaian target kompetensi daripada penguasaan
materi.
b. Lebih mengakomodasikan keragaman
kebutuhan dan sumberdaya pendidikan yang tersedia.
c. Memberikan kebebasan yang lebih luas
kepada pelaksana pendidikan di PTAI untuk mengebangkan dan melaksanakan program
pendidikan sesuai dengan kebutuhan.
d. Menggunakan prinsip kesatuan dala
kebijakan dan keragaman dalam pelaksanaan.
e. Pengembangan kurikulum memuat sekelompok
mata kuliah pengebangan kepribadian pada semua program study.
Melalui
pengembangan kurikulum berbasis kompetensi diharapkan agar:
a. Mutu pendidikan lebih terjamin
b. Lebih dapat memenuhi kebutuhan lapangan
kerja
c. Pera PTAI sebagai agen perubahan
masyarakat dapat lebih terpenuhi.
2. Landasan Pengembangan Kurikulum PTAI Berbasis
Kompetensi
Pengembangan kurikulum PTAI berbasis kompetensi setidak-tidaknya
bertolak dari landasan filosofis sebagai berikut:
a.
Secara ontologis, manusia memiliki potensi jismiyah, nafsiyah yang mengandung dimensi al-nafsu, al-‘aql, dan al-qalb, dan potensi ruhiyah yang memancar dari dimensi al-ruh dan al-fitrah, sehingga
dia siap mengadakan hubungan vertikal dengan-Nya(habl min Allah) sebagai manifestasi dari
sikap teosentris manusia yang mengakui ketuhanan Yang Maha Esa.
b.
Secara
epistimoligis, pengembangan kurikulum berbassis kompetensi (KBK) memiliki dasar
rasional tertentu, yaitu: (1) siapa yang akan dijadikan peserta didik? (2) apa
kompetensi hasil didik, sebagai apa? (3) siapa yang membutuhkan hasil didik,
berapa jumlahnya, dan bagaimana jenjang karir yang tersedia di masyarakat? (4)
bagaimana proses pendidikannya agar tujuan yang diinginkan terwujud?
c.
Secara
aksiologis, pengembangan KBK diarahkan pada pengembangan kemampuan menjalankan
tugas-tugas atau pekerjaan tertentu.
3. Perbedaan Antara Kurikulum Sebelumnya
dengan KBK
Perbedaan
antara kurikulum sebelumnya dengan kurikulum berbasis kompetensi(KBK) dapat
dipetakan sebagai berikut:[23]
Diskriptor pembeda
|
|
Kurikulum sebelumnya
|
Sekarang(KBK)
|
Approach
|
|
Content-based
|
Competent-based
|
Obyektif
|
|
Keutuhan penguasaan
ilmu
|
Keutuhan kompetensi
berkarya dan method of inquiry
|
Atribut
penguasaan ilmu
|
|
Instrumental
adaptif pragmatic
|
Kapabel
komprehensif profesional
|
Struktur
pengelompokan
|
|
Tataan pohon ilmu
|
Kompetensi dalam
spectrum profesi
|
Keampuan
berkarya
|
|
Tidak
terinci secara jelas
|
Terbakukan
dalam empat elemen kompetensi
|
Kelompok
penyusun kurikulum
|
|
MKU, MKDK, MKK
|
MPK, MKK, MKB, MPB,
MBB
|
Sifat
keberlakuan
|
|
Sebagai
pedoman penyusunan kurikulum institusional
|
Sebagai
rambu-rambu penyusunan kurikulum institusional
|
4. Kompetensi Lulusan PTAI
Menurut
kepmendiknas 045/U/2002, bahwa kompetensi yang diharapkan dari lulusan sarjana
S-1 meliputi:
a. Kompetensi utama, yaitu merupakan core
competencies yang diharapakan dikuasai oleh lulusan dari bidang studi tersebut
yang kemudian disebut kurikulum inti.
b. Kompetensi pendukung, yaitu merupakan
kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk menunjang core competencies yang
diharapkan.
c. Kompetensi lain, yaitu kompetensi yang
dianggap perlu untuk melengkapi kedua kopetensi diatas.
Secara
umum, kompetensi yang sangat dibutuhkan dalam percaturan pasar global yang
harus ditekankan oleh PTAI karena menyangkut seluruh lulusan adalah:
a. Kompetensi berbahasa Arab
b. Kompetensi basic keislaman
c. Kompetensi berbahasa Inggris
d. Kompetensi menggunakan komputer
e. Kompetensi berkaitan dengan sikap kerja
f. Kompetensi untuk berkerjasama dengan
orang lain
g. Kompetensi mengekspresikan diri
Adapun
hal-hal yang perlu dilakukan oleh PTAI melalui prodi-prodinya dalam menyusun
KBK adalah sebagai berikut:[24]
a. Berdasarkan visi dan misi dari PTAI,
program studi dapat membuat analisis kebutuhan dari masyarakat pengguna, insdustri,
dan profesi (stake holders) mengenai kompetensi-kompetensi yang diperlukan
untuk lulusannya.
b. Mengadakan pertemuan-pertemuan dengan
sesama prodi untuk membuat kesepakatan dalam penyusunan kurikulum inti.
c. Menentukan kompetensi-kompetensi
pendukung serta kompetensi lain untuk memenuhi visi dan misi PTAI sekaligus
warna dari prodi PTAI yang bersangkutan.
d. Enentukan struktur kurikulum prodi
sesuai dengan prosentase yang diinginkan serta mengelompokkan
matakuliah-matakuliah yang bermuaatan kompetensi-kompetensi tersebut kedalam:
MPK, MKK, MKB, MPB, MBB.
e. Membuat substansi kajian dari
masing-masing mata kuliah tersebut untuk: (1) menentukan materi yang perlu
diberikan; (2) menentukan bobot dari masing-masing matakuliah; (3) menentukan
bentuk PBM yang dapat dipergunakan untuk masing-masing matakuliah;(4)
menentukan bentuk evaluasinya sebagai alat pengukur kompetensi yang telah
ditentukan.
Bab III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan
dari makalah Pengembangan Kurikulu Pendidikan Islam adalah, sebagi berikut:
1.
Pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi emerlukan data empirik dan hasil penelitian yang
valid, terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan kemaapuan melaksanakan tugas
atau pekerjaan tertentu. Karena itu, pengembangannya tidak hanya dilakukan oleh
pakar pendidikan dan/atau tenaga kependidikan, tetepi juga harus melibatkan
para user dan sekelompok atau
organisasi profesi, serta stakeholders lainnya.
2.
Tugas
hidup manusia didunia ini adalah sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka
bumi. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut diperlukan
kecakapan-kecakapan hidup(life skill).
Dengan demikian life skill tidak
hanya dipahami sebagai ketrampilan untuk mencari kehidupan atau bekerja, tetapi
lebih luas dari itu mencakup ketrampilan untuk menjalankan ugas hidupnya
sebagai hamba Allah sekaligus kalifah-Nya. Sebagai pemimpin, maka mereka
disamping perlu dibekali dengan special
skill, juga perlu life skill dan leader life skill.
3.
Dalam
pengembangan kurikulum terdapat empat pendekatan, yaitu:
·
pendekantan
humanistik
·
subyek
akademik
·
rekonstruksi
sosial
·
pendekatan
teknologi.
Dilihat
dari keempat pendekatan ini, maka pengembangan kurikulum berbasis
kompetensi(KBK) yang sedang digalakan akhir-akhir ini, lebih mengarah pada pendekatan teknologi yang diharapkan memiliki
porsi yang relatif menonjol dalam pengembangan kurikulum.
4. Pengembangan kurikulum PTAI, PTAI harus
mengambil kebijakan yaitu:
·
Kurikulum
berbasis belajar
·
Kurikulum
terdiri atas kurikulum inti dan kurikulum institusional
·
Kurikulum
inti 40% ditetapkan oleh pemerintah secara nasional, sedangkan kurikulum
institusional 60% ditetapkan oleh PTAI dan berlaku di PTAI tersebut
·
Kurikulum
secara keseluruhan ditetapkan oleh PTAI
·
Kualitas
kurikulum menjadi tanggung jawab PTAI
B. Saran
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini sangat banyak kekurangan yang
harus diperbaiki maka dari itu kami harapkan untuk semuanya agar memberikan
masukan dan evaluasi kepada kami semua agar pembuatan makalah selanjutnya bisa
menjadi lebih baik lagi.
Daftar Pustaka
Baharuddin,
“Membangun Paradigma Psikologi Islam(studi tentang element psikologi dari
Al-Qur’an),” Disertasi. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2001.
Muhadjir,
Noeng. Ilmu Pendidikan dan Perubahan
Sosial: Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1987.
Muhaimin,
et al., Paradikma Pendidikan Islam Upaya
Mengefektifkan Pendidikan Agama di Sekolah. Bandung: Remaja rosdakarya,
2002, cet. II.
Muhaimin.
Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam :
Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan.
Bandung: Nuansa, 2003.
Shihab,
M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah Pesan,
Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 6. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
[1] Noeng
muhadjir, ilmu pendidikan dan perubahan
social teori pendidikan pelaku kreatif. Jogjakarta: rake Sarasin, 2000.
[2] Muhaimin,
et al. paragigma pendidikan islam upaya mengefektifkan pendidikn agama islam
disekolah. Bandung : remaja rosdakarya, 2001.
[3] Muhaimin,
‘pendidikan kecakapan hidup (life skill) dalam prespektif islam.’makalah,
disajikan pada seminar nasional difakultas tarbiyah UIIS dh. STAIN MALANG,
tgl.21-oktober-2002
[5] M.Quraish
shihab, tafsi al-misbah. Pesan, kesan
dan keserasian al-qur’an, vol. 6. Jakarta: lentera hati,2002
[7] Dinas
pendidikan propinsi jawa barat, “konsep pendidikan kecakapan hidup,”
www.diknas-jabar.go.id/kebijakan/bbe/bbe2.html
[8] “life
skill, the document was adopted by the Utah state board of education in 1996.
Minor formatting changes were made in 2001, “google’s cache of
http//www.usoe.k12.ut.us/curr/lifeskills/default.htm.
[10] “life
skill, the document was adopted by the Utah state board of education in 1996.
Minor formatting changes were made in 2001, “google’s cache of
http//www.usoe.k12.ut.us/curr/lifeskills/default.htm.
[12] Baharuddin,
“membangun paradigma psikologi islam (study tentang elemen psikologi dari
al-qur’an),” Disertasi. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2001.
[14] Muhaimin, ‘pendidikan kecakapan hidup (life skill) dalam prespektif
islam.’makalah, disajikan pada seminar nasional difakultas tarbiyah UIIS dh.
STAIN MALANG, tgl.21-oktober-2002
[17] Muhaimin,
et. al., Paradikma Pendidikan Islam.
Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: remaja
Rosdakarya, cet. II, 2002.
[19] Penjelasan
tentang gambaran umu tersebut diolah dan dimodifikasi dari buku-buku kurikulum
berbasis kompetensi yang disusun oleh pusat kurikulum balitbang depdiknas, juli 2002.
[23] Suprodjo
pusposutardjo, penyusunan kurikulum
pendidikan tinggi berbassis kompetensi. Yogyakarta: Fakultas teknologi pertanian,
2002.
[24] Dimodifikassi dari
alexander jatmiko wibowo, fandy Tjiptono(Ed.), pendidikan berbasis kompetensi. Yogyakarta: Universitas Atma jaya,
2002.
No comments:
Post a Comment