MAKALAH
TEORI
KEBENARAN DALAM ILMU PENGETAHUAN
Diajukan
kepada Dosen Pengampu H. Aunur Rofiq, Lc., M.A., Ph.D
Sebagai
tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
JURUSAN
AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Dalam perkembangan
dunia filsafat terutama filsafat ilmu. Teori-teori kebenaran sangat penting dan
berperan sekali terhadap mencari kebenaran tersebut di dalam suatu masalah
pokok. Setiap kebenaran harus diserap oleh kebanaran itu sendiri serta
pengetahuan tersebut, dari suatu hakikat kebenaran merupakan suatu obyek yang
terus dikaji oleh manusia terutama para ahli filsuf, karena hakikat kebenaran
ini manusia akan mengalami pertentangan batin yakni konflik psikologis.
Menurut para ahli
filsafat, kebenaran cenderung bertingkat dan tingkatan tersebut bersifat
hierarkis. Kebenaran yang satu di bawah keberatan yang lain serta tingkat
kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada
kebenaran alami dan ada pula kebenaran ilahi, ada kebenaran khusus individual
ada pula kebenaran umum universal.
Manusia selalu berusaha
menemukan kebenaran, beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran antara
lain menggunakan rasio seperti rasa nasionalis dan melalui pengalaman atau
empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan
prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku
di dalam itu dapat dimengerti.
Sementara Ilmu (atau
ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar
pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan
teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena
manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu (Knowledge) merujuk kepada kefahaman manusia terhadap sesuatu perkara,
dimana ilmu merupakan kefahaman yang sistematik dan diusahakan secara sedar.
Pada umumnya, ilmu mempunyai potensi untuk dimanfaatkan demi kebaikan manusia.
Ilmu adalah sesuatu
yang membedakan kita dengan makluk tuhan lainya seperti tumbuhan dan hewan.
Denagan ilmu kita dapat melakukan, membuat, menciptakan sesuatu yang membawa
perbedaan yang lebih baik bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dimengerti
sebagai pengetahuan yang diatur secara sistematis dan langkah-langkah
pencapaianya dipertanggungjawabkan secara teoretis. Sehingga ilmu pengetahun
sangat diperlukan bagi setiap manusia
untuk mencapai kemajuan dan perkembangan kehidupan manusia itu sendiri.
Oleh karena itu penulis
tertarik untuk membahas lebih mendalam tentang ilmu pengetahuan serta ukuran
kebenaran dalam makalah ini. Pada intinya pembahasan tulisan ini
dilatarbelakangi karena pentingnya bagi kita semua sebagai pelengkap
pengetahuan tentang filsafat ilmu juga aktualisasinya dalam keseharian dengan
menyesuaikan syari’at Islam.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka disusunlah rumusan
masalah sebagai berikut:
a. Apa
yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan dan ruang
lingkupnya?
b. Apa-apa
saja teori yang berkaitan dengan kebenaran?
c. Apakah
hubungan antara teori kebenaran dan ilmu pengetahuan?
3. Tujuan Pembahasan
Pembahasan ini
bertujuan untuk:
a. Mengetahui pengertian ilmu pengetahuan dan ruang
lingkupnya
b. Mengetahui teori-teori yang berkaitan dengan kebenaran
c. Mengetahui hubungan antara teori-teori kebenaran tersebut
dengan ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
ILMU PENGETAHUAN
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan
diambil dari kata bahasa Inggris sciene, yang berasal dari bahasa latin
scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari,
meengetahui.
Pertumbuhan selanjutnya
pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga menunjuk pada segenap
pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti
manusia.
Pengertian ilmu
pengetahuan adalah sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang
diterjemahkan kedalam bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia sebagai usaha
untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. dalam kata lain dapat kita
ketahui definisi arti ilmu yaitu sesuatu yang didapat dari kegiatan membaca dan
memahami benda-benda maupun peristiwa.
The Liang Gie (1987)
(dalam Surajiyo, 2010) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas
penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman
secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan
keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin
dimengerti manusia.
2. Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan
Ciri persoalan
pengetahuan ilmiah antara lain adalah persoalan dalam ilmu itu penting untuk
segera dipecahkan dengan maksud untuk memperoleh jawaban. Dengan memiliki
persoalan keilmuwan pada dasarnya masalah yang terkandung dalam ilmu adalah
selalu harus merupakan suatu problema yang telah diketahui atau yang ingin diketahuinya,
kemudian ada suatu penelaahan dan penelitian agar dapat diperoleh kejelasan
dengan mengunakan metode yang relevan untuk mencapai kebenaran yang cocok
dengan keadaan yang sesungguhnya. (Abbas Hamami Mintaredja,1980)(dalam
Surajiyo, 2010).
Ilmu pengetahuan atau
pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie (1987) (dalam Surajiyo, 2010)
mempunyai lima ciri pokok antara lain:
a.
Empiris, pengetahuan
itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
b.
Sistematis, berbagai keterangan dan data yang
tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan
teratur;
c.
Objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka
perseorangan dan kesukaan pribadi;
d.
Analitis, pengetahuan
ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya kedala bagian yang terperinci
untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu;
e.
Verifikatif, dapat
diperiksa kebenaranya oleh siapapun
juga.
Adapun Van Melsen
(1985) (dalam Surajiyo, 2010) mengemukakan ada delapan ciri yang menandai ilmu,
yaitu sebgai berikut:
a.
Ilmu pengetahuan secara
metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti
adanya sistem dalam penelitian (metode) maupun harus (susunan logis).
b.
Ilmu pengetahuan tanpa
pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tangung jawab ilmuwan.
c.
Universal ilmu
pengetahuan.
d.
Objektivitas, artinya
setiap ilmu terpimpin oleh object dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka
subjektif.
e.
Ilmu pengetahuan harus
dapat di verifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat
dikomunikasikan.
f.
Progresivitas, artinya
suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung
pertanyaan baru dan menimbulkan problem baru lagi.
g.
Kritis, artinya tidak
ada teori yang definitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis
yang memanfaatkan data-data baru.
h.
Ilmu pengetahuan harus
dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan
praktis.
Mohamad Hatta (dalam
Surajiyo, 2010), mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun
menurut kedudukanya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
Demi objektivitas ilmu,
ilmuwan harus bekerja dengan cara ilmiah. Sifat ilmiah dalam ilmu dapat
diwujudkan, apabila dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah:
a.
Ilmu harus menpunyai
objek, ini berarti bahwa kebenaran yang hendak diungkapkan dan dicapai adalah
persesuaian antara pengetahuan dan objeknya.
b.
Ilmu harus mempunyai
metode, ini berarti bahwa untuk mencapai kebenaran yang objektif, ilmu tidak
dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
c.
Ilmu harus sistematik,
ini berarti bahwa dalam memberikan pengalaman, objeknya dipadukan secara
harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur.
d.
Ilmu bersifat
universal, yaitu kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu tidak mengenai sesuatu
yang bersifat khusus, melainkan kebenaran berlaku umum. (Hartono Kasmadi,dkk,
1990, hlm 8-9) (dalam Surajiyo, 2010).
3. Jenis – Jenis Pengetahuan
Menurut Tim Dosen
Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta (dalam Surajiyo, 2010) ada empat
jenis pengetahuan, yakni:
1. Pengetahuan biasa,
yaitu pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan common sense, dan sering
diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana orang itu
menerima secara baik. Semua orang menyebutnya sesuatu itu biru karena memang
itu biru, dan juga benda itu dingin karena memang dirasakan dingin, dan
sebagainya.
2. Pengetahuan ilmiah,
yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit
science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam. Ilmu dapat merupakan
suatu metode berpikir secar objektif, tujuannya untuk menggambarkan dan memberi
makana terhadap dunia factual.
3. Pengetahuan
Filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari suatu pemikiran. Pengetahuan
filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang
sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid,
filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya
memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis.
4. Pengetahuan Agama,
yaitu pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat Rasul-Nya. Pengetahuan agama
bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan ini
mengandung hal-hal yang pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan
Tuhan dan cara berhubungan dengan sesama manusia. Dan yang lebih penting dari
pengetahuan ini disamping informasi tentang Tuhan, juga informasi tentang hari
Akhir.
4. Keragaman
Ilmu Pengetahuan
Kumpulan pernyataan
ilmuwan mengenai suatu objek yang memuat pengetahuan ilmiah oleh The Liang Gie
(dalam Surajiyo, 2010) mempunyai 4 bentuk:
a.
Deskripsi Ini merupakan
kumpulan pernyataan bercorak deskrptif dengan memberikan mengenai bentuk,
susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari fenomena yang
bersangkutan. Bentuk ini umumnya terdapat pada cabang-cabang ilmu khusus yang
terutama bercorak deskriptif seperti misalnya ilmu antonomi atau ilmu geografi.
b.
Perspektif Ini merupakan kumpulan corak pernyataan
bercorak preskriptif dengan memberikan petunjuk atau ketentuan mengenai apa
yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan dengan hubungannya dengan objek
sederhana. Bentuk ini dapat dijumpai dalam cabang-cabang ilmu sosial misalnya,
ilmu pendidikan yang memuat petunjuk cara mengajar yang baik dalam kelas.
c.
Eksposisi pola Bentuk
ini merangkum pernyataan yang memaparkan pola dalam sekumpulan sifat, ciri,
kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah. Misalnya dalam
antropologi dapat dipaparkan dalam kebudayaan berbagai suku bangsa atau dalam
sosiologi dibeberkan pola perubahan masyarakat pedesaan menjadi masyarakat
perkotaan.
d.
Rekontroksi historis
Bentuk ini merangkum pernyataan yang berusaha mengambarkan atau menceritakan
dengan penjelasan atau alasan yang diperluakan pertumbuhan sesuatu hal pada
masa lampau yang jauh baik secara ilmiah atau karena campurtangan manusia.
2.2. Teori-Teori Kebenaran
1. Definisi
Kebenaran
Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia yang ditulis oleh Purwadarminta ditemukan arti kebenaran, yakni:
a. Keadaan
(hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang
sesungguhnya).
b. Sesuatu
yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya).
c. Kejujuran
atau kelurusan hati.
d. Selalu
izin; perkenanan.
Sedangkan kebenaran
pengetahuan dapat diartikan sebagai persesuaian antara pengetahuan dengan
objeknya. Yang terpenting untuk diketahui adalah bahwa persesuaian yang
dimaksud sebagai kebenaran adalah merupakan pengertian kebenaran yang immanen
yakni kebenaran yang tetap tingal didalam jiwa dalam kata lain adalah
keyakinan.
Menurut Endang
Saifuddin Anshari dalam bukunya Ilmu, Filsafat dan Agama menulis bahwa agama
dapat diibaratkan sebagi suatu gedung besar perpustakaan kebenaran.
Di dalam pembicaraan
mengenai "kepercayaan" dapat disimpulkan bahwa sumber kebenaran
adalah Tuhan. Manusia tidak dapat hidup dengan benar hanya dengan kebenaran-
kebnaran pengetahuan, ilmu dan filsafat, tanpa kebenaran agama.
2. Sifat
Kebenaran
Berbagai kebenaran
dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta (dalam Surajiyo,
2010) dibedakan menjadi tiga hal, yakni sebagai berikut: Kebenaran yang pertama
berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya ialah bahwa setiap pengetahuan
yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui suatu objek ditilik dari jenis
pengetahuan yang dibangun.
Maksudnya pengetahuan
itu meliputi: pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, dan
pengetahuan agama. Kebenaran pengetahuan yang kedua berkaitan dengan sifat atau
karakteristik dari bagaiman cara atau dengan alat apakah seseorang membangun
pengetahuannya itu.
Apakah membangunnya
dengan penginderaan atau akal pikirnya, atau rasio, intuisi, atau keyakinan.
Kebenaran pengetahuan yang ketiga adalah nilai kebenaran pengetahuan yang
dikaitkan atas ketergantunan terjadinya pengetahuan itu. Artinya bagaimana
relasi atau hubungan antar subjek dan objek.
3. Teori
Kebenaran
Menurut Michael
Williams terdapat 5 teori kebenaran, yaitu: Kebenaran Koherensi, Kebenaran
Korespondensi, Kebenaran Performatif, Kebenaran Pragmatik, dan Kebenaran
Proposisi.
a.
Kebenaran Koherensi
Sesuatu yang koheren dengan sesuatu yang lain berarti ada kesesuaian atau
keharmonisan dengan sesuatu yang memiliki hirarki lebih tinggi, hal ini dapat
berupa skema, sisitem, atau nilai.
b.
Kebenaran Korespondensi
Berfikir benar korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu
relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya
kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan
(positifisme), antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya
spesifik.
c.
Kebenaran Performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan
menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis, yang teoritik, maupun
yang filosofik. Orang yang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual yang
disebut dengan kebenaran performatif tokoh penganut ini antara lain Strawson
(1950) dan Geach (1960) sesuatu sebagai benar biladapat diaktualkan dalam
tindakan.
d.
Kebenaran Pragmatik
Perintis teori ini adalah Charles S. Pierce. Yang benar adalah yang konkret,
yang individual, dan yang spesifik, demikian James Deweylebih lanjut menyatakan
bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara ide dengan fakta, dan arti
korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis.
e.
Kebenaran Proposisi
Sesuatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi- proposisinya benar dalam
logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan
formal suatu proposisi. Proposisi adalah
suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks.
Descartes merumuskan
pedoman penyelidikan supaya orang jangan tersesat dalam usahanya mencapai
kebenaran sebagai berikut: Pertama, jangan menerima kebenaran itu begitu saja
tanpa ada bukti yang kuat. Kedua, rincilah setiap kesulitan sesempurna mungkin
dan carilah jawaban secukupnya. Ketiga, aturlah pikiran dan pengetahuan
sedemikian rupa, dimulai dari yang paling rendah dan sederhana, kemudian
meningkat dari sedikit, setapak demi setapak untuk mencapai pengetahauan yang
lebih sukar dan lebih ruwet. Keempat, buatlah pengumpulan fakta
sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya dan seumum-umumnya hingga
menyeluruh.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan materi
tentang ilmu pengetahuan dan ukuran kebenaran dapat disimpulkan bahwa ilmu,
pengetahuan dan kebenaran mempunyai keterkaitan dan saling berhubungan dan
tidak dapat dipisahakan. Ilmu dan pengetahuan yang di dapat hanya untuk mencari
sebuah kebenaran, dan kebenaran yang mutlak itu hanya dari Tuhan yang harus
diyakini. Meskipun demikian dalam kehidupan perlu mengakui eksistensi dan
fungsi kebenaran-kebenaran yang lainnya, yang bersesuaian atau tidak
betentangan dengan agama (kebenaran mutlak).
Daftar Pustaka
Surajiyo. 2010.
Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat
Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha
Nasional
Bertens, K. 1976. Ringkasan
Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius
Sumantri Surya. 1994. Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan