Monday, November 30, 2015

Akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Didalam kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam segi kehidupan yang harus kita taati. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan yang tak bisa lepas dari hidup kita sebagai manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, berpakaian sudah menjadi salah satu pusat perhatian dalam kemajuan globalisasi. Berbagai macam jenis pakaian telah muncul didalam kehidupan kita, sehingga kita harus memilih–milih yang mana yang pantas untuk kita pakai serta tidak melanggar ajaran agama islam. Begitu juga berhias, pengaruh dunia barat sangat besar bagi dunia kita indonesia. Alat-alat semakin canggih, utntuk berhiaspun tak jadi hal yang sulit bagi kita.
Ajaran agam islam tak hanya membahas hal besar bagi manusia, hal yang kecil seperti berjalan, bertamu dan menerima tamu dianggap hal yang kecil bagi sebagian besar ummat manusia untuk dipelajari. Kesadaran akan pentingnya aturan yang telah ada didalam Al-Qur’an terkadang terlupakan bagi kita. Mengabaikan hal-hal kecil yang akan berakibat bagi kehidupan sehari-hari. Melewatkan hal-hal kecil secara terus menerus membuat kita membentuk sebuah ebiasaan yang buruk sepanjang kita lupa akan aturan.
Untuk itu, sebagian besar manusia melupakan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Berpakaian tidak sesuai dengan ajaran islam, berhias berlebihan, menempuh perjalaan tanpa ingat waktu, bertamu tanpa mengenal siapa tuan rumah, dan menerima tamu tanpa meperhatikan apa yang harus kita lakukan.
Makalah ini dibuat agar menjadi ulasan kembali ingatan kita dan menambah pengetahuan kita, bahwa berpakaian, bertamu dan menerima tamu, berhias, perjalanan, mempunyai aturan tersendiri dan telah ditetapkan dalam ajaran islam.


1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Jelaskan pengertian dan pentingnya akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu?
2.      Sebutkan serta jelaskan bentuk akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu?
3.      Apa saja nilai positif dari akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu?
4.      Bagaimana cara membiasakan akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu?
1.3  Tujuan 
Adapun tujuan kami membuat makalah ini :
1.      Mengetahui pengertian dan pentingya akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu.
2.      Mengidentifikasi akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu.
3.      Menunjukan nilai-nilai positif dari akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu dalam fenomena kehidupan sehari-hari.
4.      Dapat membiasakan akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu.
1.4  Manfaat
Banyak sekali manfaat yang dapat kita ambil dari makalah ini
1.      Mengetahui pengertian dan pentingnya akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu.
2.      Dapat mengetahui bentuk-bentk akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu.
3.      Dapat mengetahui nilai-nilai positif dari akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu.
4.      Dapat membiasakan akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertau dan menerima tamu dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Akhlak berpakaian
Pakaian adalah salah satu alat pelindung tubuh manusia. Tentunya pakaian tak lepas dari kehidupan manusia. Dan semua kehidupan manusia haruslah sesuai syariat islam, yang mana telah diatur oleh Al-Qur’an. Maka dari itu, manusia haruslah berpakaian sesuai dengan yag telah diatur oleh Allah SWT. Berpakaian sesuai dengan syariat islam, akan membuat kita merasa itu adalah sebuah untuk kewajiban untuk menjaganya agar tetap dengan aturan yang ada.
2.1.1  Pengertian Akhlak Berpakaian
Pakaian adalah kebutuhan pokok bagi seluruh manusia sesuai dengan situasi dan kondisi dimana seorang beradapakaian termasuk salah satu kebutuhan yang tak bisa lepas dari siklus kehidupan manusia. Karena pakaian mempunyai manfaat manfaat yang sangat besar bagi keidupan kita. Melindungi tubuh kita agar tidak mengalami dan mendapatkan bahaya dari luar. Dalam bahasa arab pakaian disebut dengan kata “Libaasun atau tsiyaabun”. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)  pakaian diartikan sebagai barang yang biasa dipakai oleh seseorang baik berupa jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah, surban, DLL.
Secara istilah, pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam berbagai ukuran dan modelnya berupa (baju, celana, sarung, jubah, ataupun yang lain), yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus artinya pakaian yang digunakan lebih berorientasi pada nilai keindahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pemakaian.
Pakaian mempunyai tujuan umum untuk melindungi ataupun melindungi tubuh manusia agar terhindar dari bahaya yang dapat merusak tubuh kita secara langsung melalui kontak fisik, sedangkan menurut agama lebih mengarah kepada menutup aurat tubuh manusia, agar tidak melanggar ketentuan syariat.[1]

2.1.2 Bentuk Akhlak Berpakaian
Didalam pandangan islam, pakaian terbagi menjadi dua bentuk yang pertama pakaian untuk menutupi aurat tubuh sebagai reliasi dari perintah allah bagi wanita selurh tubuhnya kecuali telapak tangan dan wajah, dan bagi pria menutup aurat dibawah lutut dan diatas pusar. Batasan pakaian yang telah ditetapkan oleh allah ini melahirkan kebudayaan yang sopan dan enak dilihat oleh kita dan kita pun merasa aman dan tenang karena pakaian kita yang memenuhi kewajaran pikiran manusia.
Sedangkan yang kedua, pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan identitas diri sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia. Apabila berpakaian dalam tujuan menutup aurat dalam islam, memiliki ketentuan-ketentuan yang jelas, baik dalam hal ukuran pakaian maupun jenis pakaian yang akan dipakai. Maka dari itu, sebagai muslim kita harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.[2]
Pakaian yang berfungsi sebagai perhiasan menyatakan identitas diri, sesuai dengan adat dan tradisi dalam berpakaian, yang menjadi kebutuhan untuk menjaga dan mengaktualisasi dirinya dalam perkembangan zaman. Setiap manusia berhak mengekspresikan dirinya lewat pakaian yang dipakainya, tetapi tidaklah sembarangan. Tetap harus mengikuti syariat islam.
Didalam islam, kita mengenal salah satu jenis pakaian yang dapat menutup aurat wanita yaitu jilbab. Jilbab mempunyai berbagai macam jenisnya, tetapi walaupun banyak ragamnya jilbab boleh dibilang jilbab apabila dapat menutup aurat, dari atas kepala kaum hawa sampai dengan dada kaum hawa, menutupi bagian-bagian yang harus ditutupi kecuali wajah atau muka.
Bagi wanita, aurat adalah seluruh bagian tubuh kecuali muka dan telapak tangan, yang lain haram untuk diperlihatkankepada masyarakat umum. Kecuali bagi mahram atau maharimnya. Bagi suaminya, wanita atau istrinya tidak mempunyai batasan aurat.[3]
Busana muslimah haruslah mempunyai kriteria sebagai berikut :[4]
1.      Tidak jarang atau ketat  
2.      Tidak menyerupai laki-laki
3.      Tidak menyerupai busana khusus non muslimah
4.      Pantas dan sederhana


2.1.3  Nilai Positif Akhlak Berpakaian
Pakaian sangat berfungsi bagi tubuh kita, salah satunya untuk melindungi kulit kita. Apabila kulit kita tidak terlindungi oleh pakaian atau langsung terkena pancaran sinar ultra vilet maka kulit kita akan terbakar dan kita bsa mengalami kangker kulit.
Pakaian juga menjaga suhu tubuh manusia agar tetap stabil, dengan menggunakan jenis bahan pakaian tertentu, kita bisa menjaga suhu tubuh kita. Pakaian juga bisa menjadi identitas diri kita, ‘apabila kita menggunakan pakaian yang bagus dn kelihatan nyaman, berarti kita sudah memenuhi kriteria berpakain yang sopan, dan kita pun bisa melakukan ibadah tanpa harus khawatir, apakah baju kita suci dan pantas untuk dipakai.

2.1.4  Membiasakan Akhlak Berpakaian[5]
Agama islam memrintahkan pemeluknya agar berpakaian yang baik dan bagus, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutup aurat dan keindahan.
Islam memiliki etika berbusana yang telah diatur oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an dan hadist. Didalam islam, kita sebagai ummat allah tidak diperbolehkan memakai pakaian yang melanggar aturan islam, kita tetap harus mengikuti aturan tersebut  sampai kita meninggal. Jika kita melanggar, dan tidak mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, maka sama saja kita orang munafiq.
Zaman semakin berkembang bukan berarti kita harus mengikuti perkembangan yang ada secara keseluruhan. Pakaian merupakan pengaruh yang besar bagi perkembangan zaman. Karena, akibat dari perkembangan zaman yang datangnya dari dunia barat, sangat mempengaruhi mode pakaian kita sebagai ummat muslim. Maka dari itu biasakannlah berpakaian sesuai syariat islam, agar tidak terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh negatif, yang membuat kita lupa akan Allah serta aturannya.


2.2  Akhlak Berhias
2.2.1        Pengertian Akhlak Berhias
Berhias adalah naluri yang dimiliki oleh manusia. Berhias sudah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar manusia, agar dapat memperindah diri baik dilingkungan sekitar maupun diluar lingkungan. Berhias adalah salah satu alat alat untuk mengekspresikan diri, yang menunjukkan jat diri seseorang.
Menurut kamus besar bahasa indonesia, berhias diartikan “usaha memperelok diri denan pakaian ataupun yang lainnya yang indah, berdandan dengan dandanan yang idah dan menarik”. Berhias dapat memberikan kesan indah tersendiri bagi orng lain yang melihatnya, baik dari segi pakaian, maupun make up wajah mereka. Maka dari itu berhias dikategorikan sebagai akhlak terpuji. Tetapi berhias juga terhadap aturannya agar tidak melanggar syariat islam. Dalam sebuah hadist nabi SAW bersabda yang artinya : sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan (HR. Muslim)
2.2.2 Bentuk Akhlak Berhias[6]
Berhias bukanlah dipandang dari segi dandanan muka, tetapi pakaian juga termasuk sesuatu yang bisa dikatan alat untuk berhias. Pakaian kita yang sederhana bisa menjadi pakaian yang mempunyai nilai keindahan yang tinggi apabila kita beri hiasan agar kita terlihat cantik memakainya. Jilbab juga dapat menjadi hiasan. Sekarang sudah banyak bentuk jilbab yang berbagai macam, dan dapat menghias diri kita agar terlihat indah dan nyaman dipakai.
Perhiasan kita juga termasuk salah satu alat untuk berhias. Arloji, kalung, gelang, cincin dsb. Parfum juga termasuk, tapi kita tidak boleh lupa. Jika kita ingi berhias terhadap rambut-rambut, agar tidak melanggar syariat yang sudah ditetapkan oleh Allah :[7]
1.      Niat yang lurus, berhias hanya untuk beribadah yang diorientasikan sebagai rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
2.      Dalam berhias tidak diperbolehkan menggunakan hiasan yang menggunakan bahan-bahan yang dilarang agama
3.      Tidak boleh menggunakan hiasan yang menggunakan simbol non muslim
4.      Tidak berlebih-lebihan
5.      Tidak boleh berhias seperti orang jahiliyah
6.      Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis kelamin
7.      Berhias bukan untuk berfoya-foya
Ketika berhias terkadang kita lupa akan aturan, melewati batas kewajaran yang telah ditetapkan. Seringkali naluri manusia berubah menjadi hawa nafsu yang liar. Yang akan menyebabkan manusia terjerumus kedalam hal yang menyesatkan. Agama islam memberi batasan dalam atika berhias
2.2.3  Nilai Positif Akhlak Berhias[8]
Berhias dapat menunjukkan kepribadian kita. Apabila kita menggunakan hiasan yang cocok dengan diri kita, maka orang akan menilai diri kita dengan pandangan yang berbeda ketika kita berhias. Jika kita menggunakan arloji, jas, kerudung, maka orang lain akan memandang kita dengan penuh pemikiran. Bahwa kita sebenarnya tidak sesederhana yang dibayangkan. Kita bisa berorientasi dengan waktu, tanpa meninggalkan syariat islam.
Berhias memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan, karena berhias diniatkan untuk beribadah, maka setiap langkah kita akan menjadi langkah menggapai barokah dan pahala dari Allah SWT. Namun sebaliknya apabila berhias hanya untuk menarik perhatian orang lain untuk tergoda dan memuji-muji kita agar kita senang sendiri, maka itu menjadi alat yang sesat. Lupa akan Allah, dan hanya ingin dijadikan alat pemuas diri kita. Maka yang demikian itu adalah haram.
2.2.4 Membiasakan Akhlak Berhias
Berhias merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan zaman. Nilai keindahan dan kekhasan dalam berhias menjadi tuntutan yang terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan kegiatan berhias atau berdandan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai mode menurut fungsi dan momentumnya, sehingga berhias dapat menyatakan identitas dari seseorang.
Dalam islam diperintahkan untuk berhias yang baik, bagus, dan indah sesuai dengan kemampuan masing-masing.[9] Terutama apabila kita akan melakukan ibadah shalat maka seyogyanya perhiasan yang kita pakai itu haruslah baik, bersih, dan indah (bukan berarti mewah), karena mewah itu sudah memasuki wilayah berlebihan. Hal ini sesuai firman Allah : “Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan, minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-A’raf : 31)
2.3  Akhlak perjalanan (safar)
2.3.1 Pengertian Akhlak Perjalanan
Perjalanan dalam bahasa arab disebut dengan kata “rihlah atau – safar” dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) perjalanan diartikan ; “perihal” (cara, gerakan, dsb) berjalan atau bepergian dari suatu tempat menuju tempat untuk suatu tujuan”. Secara istilah, perjalanan sebagai aktifitas seseorang untuk keluar ataupun meninggalkan rumah dengan berjalan kaki ataupun menggunakan berbagai sarana transportasi yang mengantarkan sampai pada tempat tujuan dengan maksud ataupun tujuan tertentu.
 Pada zaman Rasulullah, melakukan perjalanan telah mejadi tradisi masyarakat arab. Dalam Al-Qur’an surah Al-Quraisy yang disebut diatas, Allah mengabadikan tradisi masyarakat arab yang suka melakukan perjalanan pada musim tertentu untuk berbagai keperluan. Karena itu tidak heran jika islam sebagai satu-satunya agama yang megatur kegiatan manusia dalam melakukan perjalanan, mulai dari masa persiapan perjalanan, ketika masih berada dirumah, selanjutnya pada saat dalam perjalanan dan ketika sudah kembali pulang dari suatu perjalanan.
2.3.2  Bentuk Akhlak Perjalanan
Islam mengajarkan agar setiap perjalanan yang dilakukan bertujuan untuk mencari ridho Allah. Diantara jens perjalanan (safar) yang dianjurkan dalam islam yaitu pergi haji, umroh, menyambungkan silaturahmi, menuntut ilmu, berdakwah, berperan di jalan Allah, mencari karunia Allah, mencari karunia Allah dll. Perjalanan (safar) juga berfungsi untuk menyehatkan dan merefresikan kondisi jasmani dan rohani dari kelelahan dan kepenatan dalam menjalani suatu aktifitas.
Sebagai pedoman islam mengajarkan adab dalam melakukan perjalanan yaitu :[10]
1.      Bermusyawarahkan dan shalat istikharah
2.      Mengembalikan hak dan amanat kepada pemiliknya
3.      Membawa 6 benda : gunting, siwak, tempat celak, tempat air minum, cebok dan wudhu. Hal tersebut disunnahkan rasulullah
4.      Menyertakan istri ataupun anggota keluarga
5.      Wanita menyertakan teman atau muhrimnya
6.      Memiliki kawan pendamping yang shalih dan shalihah
7.      Mengangkat pemimpin atau ketua rombongan
8.      Mohon pamitan pada keluarga dan memohon do’a

2.3.3 Nilai Positif Akhlak Perjalanan[11]
Keuntungan melakukan perjalanan diantaranya yaitu :
1.      Safar dapat menghibur diri dari kesedihan
2.      Safar menjadi sarana seseorang untuk memperoleh pengalaman dari ilmu pengetahuan
3.      Safar dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh pengalaman dan ilmu pengetahuan
4.      Dengan safar maka seseorang akan lebih banyak mengenal adap kesopanan yang berkembang pada suatu komunitas masyarakat
5.      Perjalanan akan dapat menambah wawasan dan bahkan kawan yang baik dan mulia
2.3.4 Membiasakan Akhlak Perjalanan
Sebaiknya setiap orang memikirkan terlebih dahulu secara matang terhadap sebuah perjalanan. Niat kita haruslah baik, ingin beribadah kepada Allah SWT. Apabila melakukan safar atau rihlah denan perhitungan jadwal yang matang, akurat, rinci dan jelas agendanya.
Sebaiknya jika suatu perjalanan tanpa adanya agenda yang jelas, maka akan cenderung menyia-nyiakan waktu, biaya ataupun energi, dan bahkan akan membuka celah bagi syaitan untuk menyesatan dan akhrnya tujuan safar tak tercapai. Dan kita harusnya bersyukur jika kita sudah berhasil melakukan perjalanan.
2.4  Akhlak bertamu
Islam memberikan aturan yang jelas agar setiap muslim memuliakan etika tamu yang datang, karena memuliakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada Allah dan hari akhir.
2.4.1 Pengertian Akhlak Bertamu
Bertamu merupakan tradisi masyarakat yag selalu dilestarikan. Dengan bertamu seseorang bisa menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja sama untuk meringankan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Adakalanya seorang bertamu karena adanya urusan yang serius, misalnya untuk mencari solusi terhadap problema masyarakat actual, sekedar bertandang karena lama tidak bertemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan bertandang kerumah kerabat atau sahabat, maka kerinduan terhadap kerabat ataupun sahabat dapat tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.
Bertamu dalam bahasa arab disebut dengan kata “ataa liziyaroti atau  استضاف – يستضيف ”. Menurut kamus bahas indonesia, bertamu diartikan : “datang berkunjung kerumah seorang teman, atapun kerabat untuk suatu tujuan atau maksud (melawat dan sebagainya)”. Secara istilah bertamu merupakan kegiatan mengunjungi rumah sahabat, kerabat ataupun orang lain, dalam rangka menciptakan kebersamaan dan kemaslahatan bersama.
Tujuan bertamu sudah jelas dengan tujuan untuk menjalin tali silaturahmi, persaudaraan ataupun persahabatan. Sedangkan bertamu kepada orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud lain ang belum diketahui kedua belah pihak.
Bertamu merupakan kebiasaan positif dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional sampai zaman modern. Dengan melestarikan kegiatan kunjung mengunjungi, maka segala persoaalan mudah dilestarikan, segala urusan mudah diselesaikan dan segala masalah mudah diatasi.
2.4.2  Bentuk Akhlak Bertamu
Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah orang yang bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Allah berfirman yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (Qs. An-nur : 27).
Berdasarkan isyarat al-Qur’an diatas, maka yang pertama dilakukan adalah meminta izin, baru kemudia mengucapkan salam. Sedangka menurut mayoritas ahli fiqih berpendapat sebaliknya. Menurut rasulullah SAW, meminta izin maksimal boleh dilakukan tiga kali.
Disampig meminta izin dan mengucapkan salam, hal lain yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang bertamu sebagai berikut:
1.      Jangan bertamu sembarang waktu
2.      Kalau diterima bertamu jangan terlalu lama. Setelah urusan selesai segeralah pulang.
3.      Jangan melakukan kegiatan yang membuat tuan rumah terganggu
4.      Jikalau disuguhi makanan atau minuman hormatilah jamuan itu. Bahkan rasulullah SAW. Menganjurkan kepada orang yang berpuasa sunnah sebaiknya berbuka atau membatalkan puasanya untuk menghormati jamuannya
5.      Hendaklah pamit pada waktu mau pulang
2.4.3  Nilai Positif Akhlak Bertamu
Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran erhadap orang lain dan menjauhkan dari sikap paksaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja dalam meyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud baik kedatangan, tetapi juga dalam tingkah laku dan pergaulan dengan sesama manusia harus terhindar dari cara-cara paksaan dan kekerasan.
Dengan bertamu atau bertandang, seorang akan mempertemukan persamaan ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam menjalin kehidupan. Dengan bertamu, seseorang akan melakukan diskusi yang baik , sikap yang sportif, dan elegan terhadap sesamanya. Bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan masyarakat yang bermartabat.
2.4.4. Membiasakan Akhlak Bertamu
Sesungguhnya bertamu itu merupakan suatu kegiatan yang sangat mengasyikkan. Dengan tujun bertamu seseorang dapat menemukan manfaat, baik berupa wawasan, pengalaman berharga ataupun menikmati segala bentuk penyambutan tuan rumah. Menurut ungkapan Al-Qur’an, sebaiknya orang bertamu tidak memaksa untuk pada saat tidak ada orang yang dirumah. Allah SWT berfirman yang artinya : jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendpat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “kembali (saja) lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Qs. An-Nur: 28).
Al-Qur’an memberikan isyarat yang tegas, betapa pentingnya  setiap orang yang bertamu dapat menjaga diri agar tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu harus berusaha menahan segala keinginandan kehendak baiknya sekalipun, demikian pula apabila kegiatan bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu harus meninggalkan kesan yang baik dan menyenangkan bagi tuan rumah. Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahn bagi tuan rumah.   
2.5  Akhlak menerima tamu
Islam memberikan aturan yang jelas agas setiap muslim memulyakan setiap tamu yang datang, karena memulyakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada Allah dan hari Akhir. Penjabaran lebih lanjut akan dijelaskan di bawah ini
2.5.1. Pengertian Akhlak Menerima Tamu
Menurut kamus bahasa Indonesia, menerima tamu(ketamuan) diartikan: “kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Secara istilah menerima tamu dima’nai menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan yang lazim(wajar) dilakukan menurut adat atau agama dengan maksut yang menyenangkan atau memulyakan tamu, atas dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmad dan ridho dari Allah.
2.5.2  Bentuk Akhlak Menerima Tamu
Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian orang yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertamu telah dijamit hak haknya dalam Islam. Karena itu menghormati tamu merupakan perhatian yang mendatangkan kemulyaan di dunia dan akhirat. Setiap muslim wajib memulyakan tamu, tanpa membeda bedakan status sosial ataupun maksud dan tujuan bertamu.
Memulyakan tamu dilakukan antar lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka manis dan tuturkata yang lemah lembut, mempersilahkan duduk di tempat yang baik. Kalau perlu, disediakan ruangan kusus yang selalu dijaga kerapian dan kelestariannya. Kalau tamu daang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan menjamunya maksimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunya atau tidak. Menurut Rasulullah SAW, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban.
2.5.3 Nilai Positif Akhlak Menerima Tamu
Setia orang Islam telah diikat oleh suatu ikatan aturan supaya hidup bertetangga dan bersahabat dengan orang lain, sekalipun berbeda agama atau suku. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar undang-undang atau perjanjian yang mengikat diantara sesama manusia.
Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat iman seseorang, maka semakin ramah dan santun dalam menyambut tamunya karena orang yang beriman meyakini bahwa menyabut tamu bagian dari perintah Allah SWT.
Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan kepribadian dan tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan kemaslakhatan dunia maupun akhirat.
2.5.4 Membiasakan Akhlak Menerima Tamu
Menerima tamu merupakan bagian dari aspek sosial dalam ajaran Islam yang harus terus dijaga. Menerima tamu dengan penyambutan yang baik merupakan cermin diri dan menunjukkan kualitas kepribadian seorang muslim. Setiap muslim harus membiasakan diri untuk menyambut setia tamu yang datang dengan penyambutan yang penuh suka cita.
Agar dapat menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah harus menghadirkan pikiran yang positif(khusnudzon) terhadap tamunya, janga sampai kehadiran tamu disertai dengan munculnya pikiran negatif dari tuan rumah(suudzon). Apabila suatu saat tuan rumah merasakan berat untuk menerima kehadira tamunya, maka tuan rumah harus tetap menunjukkan sikap yang arif dan bijak, jangan sampai menyinggung perasaan tamu.
seharusnya setiapmuslim harus menunjukkan sikap yang baik terhadap tamunya, menyediakan sarana dan prasarana penyambutan yang memadahi, serta memberikan jamuan makan ataupun minum yang memenuhi tamu.


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Agama Islam adalah agama yang sempurna, mengatur manusia dalam segala aspeknya. Berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu serta menerima tamu tetap ada aturannya dalam Islam. Semua akhlak tersebut adalah akhlak terpuji. Apabila kita melakukannya hanya karena Allah SWT, tanpa ada niat yang berlebihan dan lain daripada niat kita kepada Allah SWT.
Maka dari itu, kita tidak boleh menyalah gunakan arti pakaian. Yang sebetulnya untuk melindungi tubuh dari bahaya serta menutup aurat, tetapi saat ini fungsinya telah berubah untuk memamerkan bentuk lekuk tubuh. Berhias juga tidak boleh kita salah gunakan. Haruslah sesuai kadarnya, agar tidak menimbulkan pandangan buruk terhadap kita. Dan jangan gunakan berhias menjadi suatu hal yang maksiat dari kita. Perjalanan adalah suatu hal yang mulia. Hal yang suka dilakukan oleh Rasulullah SAW, dengan mempersiapkan segala aspek, baik waktu, tujuan, makanan(bekal), serta yang lainnya.
Bertamu dapat menyambung tali silaturahmi, baik kepada siapapun kita bertamu, juga harus ingat aturan. Karena kita bukan berada dalam rumah sendiri. Menerima tamu juga hal yang mulia. Menerima tamu hukumnya wajib, kita wajib menerima tamu apabila ia berada didalam rumah kita selama tiga hari. Apabila tamu menginap di rumah kita lebih dari tiga hari, maka menerima ia dirumah kita bukanlah wajib lagi. Kita berhak mengusir dia apabila mengganggu ketentraman dalam rumah. Dan menjadi sedekah apabila kita tetap melayani ia dalam rumah kita.
3.2. Saran
1. Dalam berpakaian, kita sebagai muslim haruslah tetap berpakaian dengan mengikuti syariat islam, dengan menutup aurat, tidak menggunakan pakaian yang ketat atau membentuk lekukan tubuh. Begitu pula dengan akhlak dalam berhias, dalam melakukan perjalanan(safar), bertamu dan menerima tamu juga tetap harus dengan aturan dan syariat agama islam sesuai dengan apa yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW dalam sunnahnya dan juga sesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT dalam kitab Al-Qur’an dan kitab sebelumnya



DAFTAR PUSTAKA

An-nawawi, imam. 2011. Riyadhush Sholihin (diterjemahkan oleh Arif Rahman Hakim, Lc, dkk). Solo: Insah Kamil.
Ayyub, Hasan. 1994. Etika Islam: Menuju Kehidupan yang Hakiki. Bandung: Trigenda Karya.
Fatimah, Khair Muhammad. 2002. Etika Muslim Sehari-hari. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Kathur suhardi. 2003. Inul lebih dari segelas arak cermin masyarakat jahiliyah, Jakarta: darul falah
Madjid Hasyim, Husaini A. 1993. Syarah: Riyadhush Shalihin 3. Surabaya: Bina Ilmu.
Rahnavard Zahra. 2003. pesan pemberontak hijab, bogor: cahaya
Salim, A. Abdul Mun’im. 2009. Kupas Tuntas Etika Berhias Wanita Muslimah (diterjemahkan oleh Abu Ihsan Al-Atsari). Solo: At-tibyan.
Shihab, M. Quraish. 2009. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama’ Masa Lali dan Cendikiawan Kontemporer. Tangerang: Lentera Hati.
Syarif, Isham M. 2010. Saat Jilbab Terasa Berat. Semanggi: Wacana Ilmiah Press.
Talhah, Abu. 2008. Tata Busana Para Salaf. Solo: Zam-zam Mata Air Ilmu.
Uwaidah, Muhammad Kamil. 2008. Fiqih Wanita Edisi Lengkap. Jakarta: pustaka Al-Kautsar.
Zakaria, Abu Maryam. 2003. 40 Kebiasaan Buruk Wanita. Jakarta: pustaka Al-Kautsar.


[1] Fatimah, Muhammad Khair. Etika Muslim Sehari-hari. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002).

[2] Kathur suhardi, Inul lebih dari segelas arak (Jakarta: Darul falah,2003).
[3] H. Masjfuk Zuhdi, masail Fiqhiyah (Jakarta: CV Haji masaagung, 1990).
[4] Kathur suhardi, Inul lebih dari segelas arak (Jakarta: Darul falah,2003).
[5] Syarif, M Isham . Saat Jilbab Terasa Berat. (Semanggi: Wacana Ilmiah Press, 2010.)
[6] A. Abdul Mun’im Salim. Kupas Tuntas Etika Berhias Wanita Muslimah (diterjemahkan oleh Abu Ihsan Al-Atsari). (Solo: At-tibyan. 2009.)
[7]A. Abdul Mun’im Salim. Kupas Tuntas Etika Berhias Wanita Muslimah (diterjemahkan oleh Abu Ihsan Al-Atsari). (Solo: At-tibyan. 2009.)
[8] M. Quraish Shihab. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama’ Masa Lalu dan Cendikiawan Kontemporer. (Tangerang: Lentera Hati, 2009.)
[9] A. Abdul Mun’im Salim. Kupas Tuntas Etika Berhias Wanita Muslimah (diterjemahkan oleh Abu Ihsan Al-Atsari). (Solo: At-tibyan. 2009.)
[10] Ayyub, Hasan. Etika Islam: Menuju Kehidupan yang Hakiki. (Bandung: Trigenda Karya, 1994.)
[11] Ibid.