Wednesday, September 30, 2015

Metode Pendidikan Dalam Proses Pembelajaran PAI

ABSTRAK
Pada umumnya metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu metode ceramah, yaitu penjelasan yang dilontarkan oleh seorang pendidik kepada peserta didik. Tidak hanya itu tetapi juga berbagai macam metode telah dilakukan oleh seorang pendidik untuk memunculkan sikap semangat para peserta didik dalam proses pembelajaran.
Namun demikian bukan berarti peserta didik tidak akan mengalami kejenuhan, melainkan seiring berjalannya waktu peserta didik juga merasa jenuh dengan metode yang menurut mereka monoton. Hingga muncul metode-metode baru yang sekiranya bisa membuat pendidik nyaman dan peserta didik juga bisa menerima materi dengan baik.
Banyak tokoh yang memiliki metode-metode pendidikan Islam tersendiri yang dikembangkannya. Bukan hanya kalangan luar negeri melainkan juga dari tokoh dalam negeri. Di dalam makalah ini, akan dibahas tentang berbagai metode pendidikan Islam yang dikembangkan oleh para tokoh pendidikan di dunia Islam. Yang nantinya suatu metode ini bisa dijadikan pedoman dalam hal untuk mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan yang ada disuatu lembaga pendidikan.

Kata kunci : Metode Pendidikan






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari khususnya ruanglingkup pendidikan, sering kita mendengar tentang pendekatan, strategi, metode, model, taktik, dan teknik. Keenam istilah tersebut dipahami sebagai struktur berurutan. Salah satu struktur yang digunakan dalam proses pembelajaran PAI adalah metode.
Metode merupakan suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.[1] Metode juga dapat diartikan sebagai suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.[2] Banyak tokoh-tokoh yang memiliki beberapa metode yang digunakannya dalam menyampaikan materinya.
Didalam makalah ini, penulis akan membahas tentang metode yang sering digunakan dalam proses pembelajaran PAI serta tokoh-tokoh dan metode yang telah dikembangkannya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana metode yang sering digunakan dalam proses pembelajaran PAI?
2.      Bagaimana pendapat beberapa tokoh mengenai metode-metode pendidikan Islam ?



C.    Tujuan
1.      Mengetahui metode yang sering digunakan dalam proses pembelajaran PAI.
2.      Mengetahui pendapat beberapa tokoh mengenai metode-metode pendidikan Islam.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Metode Pendidikan dalam Proses Pembelajaran PAI
Sebelum menjelaskan macam-macam metode pendidikan Islam terlebih dahulu dijelaskan tentang pendekatan dalam pendidikan Islam. karena metode lahir untuk merealisasikan pendekatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Metodologi pendidikan Islam yang dinyatakan dalam Al-Qur’an menggunakan sistem multi approach yang meliputi antara lain pendekatan religious, pendekatan filosofis, pendekatan rasio-kultural, dan pendekatan scientific.
Berdasarkan multi approach tersebut, penggunaan metode harus dipandang secara komprehensif terhadap anak. Karena anak didik tidak saja dipandang dari segi perkembangan, tetapi juga harus dilihat dari berbagai aspek yang mempengaruhinya. Beberapa metode pengajaran yang dikenal secara umum, antara lain adalah :
1.      Metode ceramah, memberikan pengertian dan uraian suatu masalah.
2.      Metode diskusi, memecahkan masalah dengan berbagai tanggapan.
3.      Metode eksperimen, mengetahui proses terjadinya suatu masalah.
4.      Metode demonstrasi, menggunakan praga untuk memperjelas sebuah masalah.
5.      Metode pemberian tugas, dengan cara member tugas tertentu secara bebas dan bertanggung jawab.
6.      Metode sosiodrama, menunjukkan tingkah laku kehidupan.
7.      Metode drill, mengukur daya serap terhadap pelajaran.
8.      Metode kerja kelompok.
9.      Metode Tanya jawab.
10.  Metode proyek, memecahkan masalah dengan langkah-langkah secara ilmiah, logis, dan sistematis.[3]
Banyak kalangan menilai bahwa metode pembelajaran agama Islam yang berjalan saat ini masih sebatas transfer nilai dengan pendekatan hafalan. Bahkan Mastuhu (2002) menyatakan bahwa metode pembelajaran yang berlaku saat ini masih bersifat klasik, dalam arti mewariskan sejumlah materi ajaran agama yang diyakini benar untuk disampaikan kepada anak didik tanpa memberikan kesempatan kepada mereka agar menyikapi materi-materi tersebut secara kritis, mengoreksi, mengevaluasi dan mengomentari.[4]
Dalam perkataan lain, metode pembelajaran agama Islam sampai kini bercorak menghafal, mekanis, dan lebih mengutamakan pengkayaan materi. Dilihat dari aspek kemanfaatan, metode semacam ini kurang bisa memberikan manfaat yang besar. Sebab metode-metode tersebut tidak banyk memanfaatkan daya nalar siswa. Ia terkesan menjejali dan memaksakan materi pelajaran dalam waktu singkat yang mungkin tidak sesuai dengan kondisi fisik dan psikis siswa, sehingga proses pembelajaran cenderung kaku, statis, monoton, tidak dialogis, dan bahkan membosankan. Akhirnya, siswa menjadi tidak kreatif dan kritis dalam belajar.
Metode pembelajaran yang demikian ini hanya sekedar mengantarkan anak didik mampu mengetahui dan memahami sebuah konsep, sementara upaya internalisasi nilai belum dapat dilakukan secara baik. Akibatnya muncul kesenjangan antara pengetahuan dengan praktik kehidupan sehari-hari. Misalnya saja anak didik mengetahui dan menghafal seperangkat nilai-nilai positif seperti kejujuran dan lain sebagainya tetapi nilai-nilai tersebut tidak terwujud dalam perilaku. Banyak siswa yang mendapat nilai agama sempurna, namun perilakunya tidak sejalan dengan tingginya nilai yang didapatkan dibangu sekolah.
Untuk internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai tersebut mengharuskan pola-pola keteladanan dari pihak guru dalam mengajarkan setiap nilai kepada anak didik. Artinya, seorang pendidik tidak hanya memberikan seperangkat konsep tentang suatu nilai atau ajaran, tetapi juga menjadi teladan atas penerapan nilai ajaran yang dimaksud.
Dengan demikian, metode pembelajaran agama Islam seharusnya diarahkan pada proses perubahan dari normative ke praktis dan dari kognitif ke afektif dan psikomotorik. Perubahan arah tersebut dengan tujuan agar wawasan keislaman mampu ditransformasikan secara sistematik dan komprehensif bukan saja dalam kehidupan konsep melainkan juga dalam kehidupan riil ditengah-tengah masyarakat.
Matsuhu (2002) mencoba menawarkan konsep pemikiran metode pendidikan Islam yang sifatnya lebih teknis, sebagai berikut :
Pertama, dalam melaksanakan metode pendidikan dan pengajaran Islam, harus digunakan paradigma holistik, artinya memandang kehidupan sebagai suatu kesatuan, sesuatu yang kongkrit dan dekat dengan kehidupan sehari-hari dan hal-hal yang abstrak dan transcendental. Materi pengajaran agama Islam harus terintegrasi dengan disiplin ilmu-ilmu umum, sementara ilmu-ilmu umum harus disajikan dalam paradigma nilai ajaran Islam.[5]
Kedua, perlu digunakan model penjelasan yang rasional, disamping pembiasaan melaksanakan ketentuan-ketentuan doktrin spiritual dan norma peribadatan. Model penjelasan yang rasional, misalnya digunakan dalam menjelaskan rukun iman.
Ketiga, perlu digunakan teknik-teknik pembelajaran partisipatoris. Dalam arti anak didik diberikan kesempatan untuk melakukan eksplorasi dan menemukan permasalahan serta bertanggungjawab terhadap apa yang mereka hasilkan. Metode partisipatoris mengharuskan anak didik belajar mengidentifikasi masalah, mengkonsep cara-cara pemecah masalah dan mengambil keputusan. Hal ini dapat dilakukan secara kolektif dalam suatu forum diskusi.
Keempat, metode pendidikan Islam lebih diorientasikan pada apa yang dikerjakan anak didik, sehingga pemberian pengalaman kepada anak didik merupakan hal yang penting dalam proses belajar mengajar. Perlu ada interaksi aktif dan partisipatif antara anak didik dengan materi atau dengan situasi akademik tertentu. Dengan cara ini, materi pelajaran dapat ditransformasikan dalam bentuk pengalaman anak didik yang dilakukan melalui berbagai aktivitas belajar yang relevan dengan tujuan pembelajaran.
Prinsip-prinsip Menggunakan Metode Pendidikan Islam
Prinsip disebut juga dengan asas atau dasar. Dalam hubungannya dengan metodologi pendidikan Islam berarti prinsip yang dimaksud disini adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam mengimplementasikan metode pendidikan Islam.[6]
Prinsip-prinsip melaksanakan metodologi pendidikan Islam menurut Omar Muhammad Al-Toumy Al-Saibany adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya;
2.      Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan pendidikan.
3.      Mengetahui taham kematangan, perkembangan serta perubahan anak didik.
4.      Mengetahui perbedaan-perbedaan individu didalam anak didik.
5.      Memperhatikan kepahaman dan mengetahui hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutannya, keaslian, pembaharuan dan kebebasan berfikir.
6.      Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi anak didik.
7.      Menegakkan “Uswah Hasanah”.[7]



B.     Metode-metode Pendidikan Menurut Beberapa Tokoh

Berbicara tentang metode yang digunakan dalam pembelajaran, dibawah ini akan dijelaskan beberapa pendapat dari para tokoh mengenai metode yang telah dikembangkannya. Antara lain yaitu :
1.      Al-Ghozali
Berikut ini adalah pendapat beliau tentang hal tersebut :
Ø  Pendidikan Akhlak Hendanya Didasarkan atas Mujahadah (Ketekunan) dan Latihan Jiwa.
Mujahadhah dan riyadhah-nafsiyah (ketekunan dan latihan kejiwaan) menurut al-ghazzaly ialah membebani jiwa dengan amal-amal perbuatan yang ditujukan kepada khuluk yang baik, sebagaimana kata beliau : “maka barang siapa ingin menjadikan dirinya bermurah hati, maka caranya ialah membebani dirinya dengan perbuatan yang bersifat dermawan yaitu mendermakan harta. Maka jiwa tersebut akan selalu cenderng berbuat baik, dan ia terus menerus melakukan mujahadah (menekuni) dalam perbuatan itu, sehingga hal itu akan menjadi watak. disamping itu ia ringan melakukan perbuatan baik yang akhirnya ia menjadi orang yang dermawan. Demikian juga orang yang ingin menjadikan dirinya berjiwa tawadhu’ (rendah hati) kepada orang-orang yang lebih tua, maka caranya ia harus membiasakan diri bersikap tawadhu’ terus menerus, dan jiwanya benar-benar menekuninya, terhadapa perbuatan tersebut  sampai hal itu menjadi akhlak dan wataknya itu. Semua akhlak  terpuji dibentuk melalui cara-cara ini yang akhirnya perilaku yang diperbuatnya benar-benar dirasakan kenikmatannya.”[8]
Konsepsi pendidikan modern saat ini sejalan dengan pandangan al-ghazzali tentang pentingnya pembiasaan melakukan perbuatan sebagai suatu pembentukan akhlak yang utama, terutama karena pembiasaan itu dapat berpengaruh baik terhadap jiwa manusia, yang memberikan rasa nikmat jika diamalkan sesuai  dengan akhlak yang telah terbentuk dalam dirinya.
Begitu pula metode mendidik anak/murid pada masa kini yang menetapkan bahwa dengan cara mengulang-ulangi pengalaman dalam berbuat sesuatu dapat meninggalkan kesan-kesan yang baik dalam jiwanya, dan dari aspek inilah anak akan mendapatkan kenikmatan pada waktu mengulangi-ulangi pengalaman yang baik itu, berbeda dengan pengalaman yang diperoleh dengan tanpa melalui praktik, maka kesan-kesan yang ditinggalkan adalah jelek.
Ø  Menganjurkan untuk Menghilangkan Akhlak Buruk dari Dorongan Tingkah Laku yang Kontradiktif.
“ ...sebagaimana halnya penyakit yang menggoyahkan  keseimbangan tubuh yang menyebabkan penyakitnya tak dapat disembuhkan kecuali dengan sebaliknya (berlawanan) misalnya  panas disembuhkan dengan dingin dan sebaliknya. Demikian pula kerendahan jiwa yang merupakan penyakit hati disembuhkan dengan yang sebaliknya (yang berlawanan dengannya). Penyakit kebodohan disembuhkan dengan belajar, penyakit bakhil disembuhkan dengan kedermawanan , penyakit sombong/congkak disembuhkan dengan tawadu,dan akhlak buruk disembuhkan degan cara menjauhi dorongan napsu atau keinginan secara paksa.[9]
Murid-murid yang tidak membiasaakan diri bersembahyang, dan menjauhiya karena tiadanya peraturan yang mengharuskan mereka membiasakan sembahyang. Maka mungkin kita dapat membiasakan mereka untuk bersembahyang dengan jalan mendorong rasa cinta mereka kepada sembahyang/kebijakan lainya. Kesemuanya itu dapat mereka lakukan dengan membiasakan berbuat kebajikan dengan cara pembiasaan. Kita mengajak mereka membentuk kelompok kelompok murid yng cinta kaebajikan dan cinta kepada pelayanan sosial (pulbic service) dan ita mendorong mereka berbuat aktif dengan amal-amal secara berkelompok.
Ø  Metode Pendidikan Anak Hendaknya dengan Menggunakan Beberapa Metode.
Janganlah di batasi dengan satu lingkungan pergaulan yang satu macam saja untuk penyembuhan dan perbaikan kebiasaan hidupnya. Karena anak-anak memiliki perbedaan-perbedaan dan pembawaannya, serta usia dan lingkungan. Dalam hubungan ini beliau mengatakan : “sebagaimana halnya seorang dokter jika menyembuhkan pasien-pasien dengan satu macam obat maka akan matilah kebanyakan mereka mangalami kematian begitu pula seorang pendidik, jika mengajar murid-muridnya hanya dengan satu macam latihan maka akan merusak mereka, dan mematikan pikiran mereka oleh karena itu hendaknya pendidikan memperhatikan penyakit murid dan perilakunya, usianya serta baik dari segi bakat pembawaannya, juga kemampuan jiwanya untuk melekukan latihan yang diberikan kepadanya, sehingga dengan latihan yang diberikan kepada mereka bena-benar sebagai mata usaha pembina.”
Konsepsi pendidikan modern saat ini sejalan dengan pandangan al-ghazali tentang pentingnya pembiasaan melakukan suatu perbuatan sebagai suatu metode pembentukan akhlak yang utama, terutama karena pembiasaan itu dapat berpengaruh baik terhadaap jiwa manusia ,yang memberikan rasa nikmatika di amalkan sesuai dengan akhlak yang telah terbentuk dalam dirinya.
Begitu pula metode mendidik anak atau murid pada masa kini yang menetapkan bahwa dengan cara mengulang-ulangi pengalaman dalam berbuat sesuatu dapat meninggalkan kesan-kesan yang baik dalam jiwanya, dan dari aspek inilah anak akan mendapat kenikmatan pada waktu mengulang-ulangi pengalaman yang baik itu, berbeda dengan pengalaman yang diperoleh dengan tanpa melalui praktek, maka kesan-kesan yang ditinggalkan adalah jelek.
Pandangan al-ghazali tersebut sesuai dengan pandangan ahli pendidikan amerika serikat, John Dewey, yang menyatakan ” pendidikan moral itu terbentuk dari proses pendidikan dalam kehidupan dan kegiatan yang di lakukan murid secara terus-menerus.
2.      Ibnu Khaldun
Metode yang diajarkan adalah metode dengan cara mengajar yang berproses dari bahan pelajaran yang mudah terhadap yang sulit, dari yang dapat diamati dengan panca indera kepada yang dapat dipikirkan dengan akal, dan dari yang diketahui, kepada hal-hal yang belum diketahui. Metode efektif adalah semakin meningkat ilmunya dengan cara mengulang-ulangi pelajaran, dan beralih dari pengarahan anak untuk mendekatinya, kepada menganalisanya.[10]
Ø  Metode mengajar dan gaya yang harus dipelihara oleh guru

a.       Metode pentahapan dan pengulangan (tadarruj wat tikraari).
Adalah tahap permulaan pengetahuan adalah bersifat total (keseluruhan), kemudian secara bertahap, baru terperinci, sehingga anak dapat menerima dan memahami permasalahan pada tiap bagian dari ilmu yang diajarkan, lalu guru mendekatkan ilmu itu kepada pikirannya dengan penjelasan dan uraian-uraian sesuai dengan tingkat kemampuan berpikirnya anak-anak tersebut serta kesiapan kemampuan menerima apa diajarkan.

b.      Menggunakan sarana tertentu untuk menjabarkan pelajaran.
Ibnu kholdun mendorong kepada penggunaan alat-alat peraga, karena anak pada waktu mulai belajar permulaannya lemah dalam memahami dan kurang daya pengamatannya. Alat-alat peraga itu membantu kemampuan memahami ilmu yang diajarkan kepadanya, dan hal inilah yang ditekankan oleh beliau , karena memang anak bergantung kepada panca inderanya dalam proses penyusunan pengalamannya.

c.       Widya-wisata meruapakan alat untuk mendapatkan pengalaman yang langsung.
Mendorong agar melakukan perlawatan untuk menuntut ilmu karena dengan cara ini murid-murid akan mudah mendapat sumber-sumber pengetahuan yang banyak sesuai dengan tabiat ekploratif anak, dan pengetahuan mereka berdasarkan observasi langsung itu berpengaruh besar dalam memperjelas pemahamannya terhadap pengetahuan lewat pengamatan inderawinya.

d.      Tidak memberikan presentasi yang rumit kepada anak yang baru belajar permulaan.
Mengajarkan hendaknya jangan mengajarkan anak-anak dengan definisi-defenisi, dan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan, khususnya pada permulaan belajar akan tetapi seharusnya guru memulai dengan contoh-contoh yang mudah dan membahasa nas-nas serta menginstimbatkan (mengambil kesimpulan) yang khusus.

e.       Harus ada keterkaitan dalam disiplin ilmu.
Dalam mengajarkan ilmu kepada muridnya mengkaitkan dengan ilmu lain, (jangan terpisah-pisah). Karena memisah-misahkan satu sama lain menyebabkan kelupaan; hal ini diperkuat dengan uraian terdahulu tentang perlunya mengajar dengan pengulangan  sampai 3 kali tanpa terpisah-pisah atu terputus-putus, agar memudahkan orang tidak lupa.




f.       Tidak mencampuradukkan antara dua ilmu pengetahuan dalam satu waktu.
Tidak menganjurkan dua ilmu dalam satu waktu kepada muridnya karena sebelum memperoleh salah satu ilmuakan mengakibatkan terecahnya konsentrasi pikiran dan melepaskan ilmu yanng lainya untuk memahami problematika yang lain. Hal ini mengakibatkan kerugian dan kesulitan.

3.      HAMKA
Materi-materi keimanan Islam harus benar-benar tertanam dalam diri anak didik sejak sedini mungkin sehingga potensi keagamaan akan dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan dapat menghasilkan suatu pandangan sikap hidup yang bertendensi pada nilai-nilai religi. Dengan kata lain, menciptakan insan yang hidup dibumi tetapi berorientasi ke langit (atas). Sebaliknya, bila potensi keagamaan ini dibiarkan begitu saja tidak di pupuk, tidaklah mustahil  timbul sikap ateis. Hal ni sesuai dengan konsep Islam bahwasannya iman itu bisa bertambah dan berkurang tergantung pada pemeliharaannya sebagaimana firman Allah “ supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada) dan kepunyaan Allah lah tentara langit dan bumi. Dan Allah maha mengetahui dan maha bijaksana” (QS Al-Fath[48]:4).[11]
Proses penidikan tauhid apabila kita kaji, dapat dilakukan melalu tiga tahap, yatu tahap pembiasaan, tahap pembentukan pengertian, dan tahap pembentukan budi luhur. Ketiga tahapan pendidikan tersebut diberikan kepada anak didik sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Oleh karena itu, salah satu perangkat penidikan yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam penanaman tauhid ini adalah metode. Maka, seorang guru harus mengenal agar dapat menggunakan dengan variasinya sehingga guru mampu menumbuhkan proses belajar yang berhasil guna dan berdaya guna secara efektif dan efesien.
Menurut Hamka, secara global pendidikan tauhid dapat dijalankan dengan menggunakan berbagai metode. Salah satu metode yang diajarkan Al-Qur’an adalah metode hikmah  (terhadap orang yang belum tahu) dan ada pula yang dengan metode mauizhah (terhadap orang yang sudah tahu tetapi lalai). Selain itu, ada pula metode mujadalah, artinya bertukar pikiran terhadap orang yang menyangka bahwa pendiriannya benar padahal salah, sebagaimana tertulis dalam surat Al-Nahl, “serulah (manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu (Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mengetahui siapa yang tesebut dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS Al-Nahl [16]: 125).
Metode Islami yang dikemukan oleh Hamka tersebut menuntut kepada para pendidik untuk berorientasi pada kebutuhan pendidikan anak didik, dimana fakta hukum alam yang potensial tiap pribadi individu dijadikan focus dalam proses pendidikan sama kepada batas maksimal sehingga anak didik akan memperoleh perkembangan yang optimal.
Metode yang dikemukakan Hamka adalah metode amar ma’ruf nahi munkar. Untuk itu dapat melihat dari kutipan berikut kalau sudah mempergunakan amar maruf nahi mungkar .” menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat jahat serta tulus hati pula dalam memperjuangkannya akan tertariklah manusia kedalam kebenaran dan sentosalah pergaulan hidup.[12]
Metode observasi pun digunakan hamka dalam rangka memberikan penjelasan dan pemahaman tauhid kepada anak. “untuk mengenal Tuhan diikhtiarkan dan diusahakan menurut keyakinan dan kesungguhan masing-masing misalnya dengan melihat alam memperbanyak ilmu, dan mengkaji sifat-sifat Tuhan.” Dengan mengenal terhadap sifat-sifat Tuhan pada anak didik, hal itu akan dapat menumbuhkan dan memudahkan anak untuk menerima pemikiran tentang Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan demikian perlulah jika dikemukakan kepada anak sifat-sifat Tuhan yang baik, pengasih, penyayang, dan lain-lain yang mendorong anak pada rasa aman.
Dari beberapa keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan tauhid tersebut masih relevan dengan pendidikan modern. Dalam pendidikan modern, orientasi belajar mengajar adalah pada diri siswa dan memerhatikan prinsip diferensiasi individual sehingga dalam memberikan materi disesuaikan dengan kemampuan anak didik masing-masing. Dalam hadits disebutkan, “bicaralah denagan manusia sesuai dengan akalnya”. Prinsip ini merupakan salah satu prinsip penting dalam pendidikan Islam termasuk terbaru di dalam dunia pendidikan modern.
Metode observasi partisipan yang ditaawarkan hamka untuk mengenalkan Tuhan kepada anak didik sangat sesuai pula dengan pendidikan dewasa ini. Dimana dalam pendidikan dewasa ini anak dalam proses belajar mengajar secara aktif dilibatkan melalui mendorong perhatiannya, daya khayalnya, dan kegairahannya, serta hal-hal sederhana dan alam urutan yang logis, hingga cara ia belajar tampak benar-benar normal.
4.      KH Abdurahman Wahid
Berbicara mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan pasantren, tidak terlepas dari kitab-kitab klasik atau literature universal pasantren yang merupakan latar belakang kultural system nilai yang dikembangkan di pasantren. Untuk mempelajarinya, para santri mempunyai keyakinan bahwa bimbingan seorang kiai merupakan syarat utama untuk menguasai ilmu-ilmu tersebut dengan baik dan benar. Para santri sangat taat pada kiainya, baik yang berbentuk perintah maupun sikap dan perilaku kiai senantiasa dijadikan sebagai pedoman dalam kesaharian mereka. Dalam hal kependidikan, kepemimpinan kiai mempunyai peran ganda, yakni satu sisi sebagai pelestari tradisi Islam dan disisi lain sebagai penjaga ilmu-ilmu agama.[13]
Metode pendidikan diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan pengarahan perkembangan seseorang khususnya proses belajar mengajar. Atas dasar inilah, metode pendikan Islam harus didasarkan dengan hal-hal berikut :
·         Metode pendidikan Islam didasarkan pandangan bahwa manusia dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang.
·         Metode pendidikan Islam didasarkan pada karakteristik masyarakat madani, yaitu manusia yang bebas dari ketakutan, bebas berekspresi, dan bebas menentukan arah kehidupannya.
·         Metode pendidikan Islam didasarkan pada learning competency, yakni peserta didik akan memiliki seperangkat pengetahuan, ketrampilan, sikap, wawasan, dan penerapan sesuai dengan kriteria atau tujuan pembelajaran.
Mastuhu mengusulkan konsep pemikiran metodologi pendidikan Islam yang sifatnya lebih teknis sebagai berikut: Pertama, bagi studi pendidikan Islam, tidak ada pemisahan istilah pendidikan dan pengajaran. Kedua, dalam melaksanakan metodelogi pendidikan dan pengajaran Islam harus dipergunakan paradigma holistic. Artinya, memandang kehidupan sebagai suatu kesatuan, sesuatu yang konkret dan dekat dengan kepentingan hidup sehari-hari sampai dengan hal-hal abstrak dan transcendental. Ketiga, perlu digunakan model penjelasan yang rasional disamping pelatihan dan keharusan melaksanakan ketentuan-ketentuan donktrin spiritual dan norma peribadatan. Keempat, perlu digunakan teknik pembelajaran partisipatoris.
Strategi-strategi lain yang dijelaskan oleh Gusdur dalam kaitannya dengan pasantren sebagai institunsi pendidikan Islam, guna untuk menegakkan syiar Islam adalah sebagai berikut :
1.      Startegi politik
Disini ditekankan pentingnya formalisasi ajaran-ajaran Islam ke dalam lembaga-lembaga Negara. Hal demikian ini merupakan dasar bagi terbentuknya partai-partai Islam di Indonesia. Orang-orang Islam khususnya, warga nahdliyah, harus belajar mengenai moral Islam yang benar dan sekaligus mampu menerapkannya dalam kehidupa bermasyarakat.
Gus dur adalah sosok plural yang berjuang hanya demi kemaslahatan umat. Salah satu metode pendidikan Islam dalam perspektif Gus dur, yaitu pendidikan Islam haruslah beragam, mengingat penduduk bangsa Indonesia yang majemuk secara geografis. Pendidikan Islam dalam persefektif Gus Dur haruslah mempunyai metode yang mampu mengakomodasi seluruh kepentingan-kepentingan rakyat Indonesia, khususnya pada pendidikan Islam.[14]
Gus dur mengambil sikap dan langkah yang berbeda dengan mayoritas aktivis Islam karena ia memiliki dasar yang kuat. Wawasannya sangat luas karena ia memahami dengan baik teks-teks keagamaan dan khazanah intelektual Islam, baik klasik maupun kontemporer. Pemahamnya terhadap banyak khazanah intelektual  Islam dan juga khazanah intelektual secara umum membuatnya menjadi pribadi yang berpandangan komprehensif terhadap berbagai persoalan yang ada. Oleh karena itulah, Gusdur memandang keberagaman harus mendapat perlindungan dan tak ada yang memiliki hak untuk menindas, apalagi meniadakan sesuatu karena alasan perbedaan walaupun yang berbeda secara numerik hanya sejumlah kecil saja.
Starategi politik merupakan wahana untuk menyatukan umat dalam bingkai perbedaan. Secara metodelogis, pasantren sebagai lembaga pendidikan Islam mempunyai semangat yang tinggi ketika Gus Dur memimpin negeri ini. Hal tersebut merupakan salah satu anugerah yang harus terus dikembangkan mengingat masyarakat di negeri ini sangatlah plural.
Pada era 1990-an Gus Dur menentang berdirinya ICMI yang disponsori oleh Soeharto dan BJ. Habibie. Menurutnya pendirian ICMI hanya akan mendorong tumbuhnya sentimen sekretarisme dalam masyarakat. Gus Dur, yaitu bahwa Soeharto sedang memanipulasi sentimen agama bagi kepentingan dirinya. Hal ini merupakan salah satu cara dalam aspek politik, yaitu mengarahkan kondisi bangsa pada posisi yang tepat.
Kondisi riil yang melatarbelakangi kehidupan dan pemikiran kebangsaan dan rasa nasionalisme dalam kehidupan sosok humanis Gus Dur adalah cara pandang terhadap sesuatu dari berbagai persoalan keutamaan dan kebangsaan, di samping itu pula sisi kehidupan yang membentuk pribadi dan pola berfikirnya yang jauh melampaui batas kemampuan para intelektual di masanya. Kepentingan konkret yang merekayasa masyarakat guna mendukung pembangunan ekonomi secara passif akan menggeser kedudukan ideology yang selama masa sebelumnya merupakan tumpuan kehidupan poliitk. Contoh paling dekat yang sangat perlu untuk disadari adalah negeri kita sendiri, yang secara sadar atau tidak, telah menurunkan suhu ideology kehidupan politik kita secara drastic dalam masa satu dasawarsa, yaitu setelah masa orde baru direncanakan. Berbagai rekayasa masyarakat di berbagai bidang, dari aspek politik hingga pendidikan, sudah tentu tak akan dapat dilakukan, kalau tekanan terhadap ideology mendapatkan tempat.
Gus Dur semasa perjalanan karier dan kehidupannya, memang secara total bergerak dalam dunia pendidikan. Akan tetapi, Gus Dur Mampu menggerakan system di berbagai aspek, terutama memasukkan pemikiran dan ideologinya terhadap perpaduan pemikiran klasik-kontemporer, dalam aspek pendidikan. Gusdur memberikan ruang yang luas terhadap masyarakat untuk memanfaatkan situasi yang terbaik. Ketika gusdur menjabat sebagai presiden RI, ruang istana mulai dari manusia-manusia elitis dan populis, sampai pada masyarakat paling awam sekalipun, masih diberi ruang untuk menyampaikan keinginan dan aspirasinya mengenai tata kehidupan secaara Islami.
Pada sisi yang lain, ada banyak kelemahan, terutama bagi kalangan kaum Nahdliyin yang sangat menghormati peran dan tindakan dari seorang kiai tanpa adanya analisis mengenai kebenaran dan keserasiannya dengan konteks yang ada di tubuh masyrakat. Disinilah sebabnya ketidakmampuan menerjemahkan dan menafsirkan berbagai bentuk tindakan dan sikap dari pemikiran Gus Dur dianggap nyeleneh, kontroversial, dan diangap munafik karena tidak konsisten dengan apa yang menjadi pernyataannya.
Dengan demikian, strategi politik adalah salah satu metode dari sekian banyak cara untuk melakukan dan mencapai suatu yang diperjuangkan. Pada aspek strategi politik, pandangan Gus Dur terhadap nilai-nilai pendidikan Islam terejawantahkan pada sisi kemanusiaan yang harus memanusiakan manusia. Tentu bimbingan dan arahan menjadi tugas seluruh umat Islam dan mencapai nilai-nilai kemanusiaan melalui system dalam metode pendidikan Islam.
2.      Startegi kultural
Startegi ini dirancang bagi pengembangan kepribadian orang-orang Islam, yakni dengan cara memperluas pengetahuan mereka. Artinya mereka harus mampu bersaing dengan dunia luar dengan tidak hanya terfokus pada literatul universal mereka. Mereka harus membuka diri dengan seluruh ideology-ideologi pemikiran barat dengan tujuan memberdayakan umat Islam agar secara mudah dalam mengakses segala macam pengetahuan dan informasi. Pada strategi kultural, konsep ingklusifitas dalam pandangan Gus Dur artinya pendidikan Islam jangan kemudian terjebak pada literarur universal yang dimiliki. Akan tetapi, harus membuka cakrawala pemikiran kita untuk melihat perkembangan dunia dan mengakses berbagai macam ideology dunia, sebagian bentuk pengetahuan dan informasi supaya mampu bersaing secara komperitif dengan dunia luar. Tentu saja, hal tersebut diatas dirancang sebagai pengembangan kepribadian orang-orang muslim yang ideal.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa metode yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh didunia Islam antara lain yaitu: a). Al-Ghazali : Pendidikan Akhlak Hendanya Didasarkan atas Mujahadah (Ketekunan) dan Latihan Jiwa. Menganjurkan untuk Menghilangkan Akhlak Buruk dari Dorongan Tingkah Laku yang Kontradiktif. Metode Pendidikan Anak Hendaknya dengan Menggunakan Beberapa Metode. b). Ibnu Khaldun : Metode pentahapan dan pengulangan (tadarruj wat tikraari). Menggunakan sarana tertentu untuk menjabarkan pelajaran. Widya-wisata meruapakan alat untuk mendapatkan pengalaman yang langsung. Tidak memberikan presentasi yang rumit kepada anak yang baru belajar permulaan. Harus ada keterkaitan dalam disiplin ilmu. Tidak mencampuradukkan antara dua ilmu pengetahuan dalam satu waktu. c). Hamka : Metode yang dikemukakan hamka adalah metode amar ma’ruf nahi munkar. d). Metodelogi pendidikan Islam didasarkan pandangan bahwa manusia dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang. Metodelogi pendidikan Islam didasarkan pada karakteristik masyarakat madani, yaitu manusia yang bebas dari ketakutan, bebas berekspresi, dan bebas menetukan arah kehidupannya. Metodelogi pendidikan Islam didasarkan pada learning competency, yakni peserta didik akan memiliki seperangkat pengetahuan, ketrampilan, sikap, wawasan, dan penerapan sesuai dengan kriteria atau tujuan pembelajaran.

B.     Saran
               Penulis menyarankan agar metode yang diterapkan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh peserta didik, supaya sistem pembelajaran tidak monoton dan tidak membuat peserta didik merasa jenuh.
Daftar Pustaka


Arifin.M. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996, Cet.ke-5

Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam , Ciputat : Ciputat Pers, 2002,  cet.I

Nasih, Ahmad Munjin dan Lilik Nur Khalidah, Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung : PT Refika Aditama, 2009, cet. I
Al-Saibany, Omar Muhammad Al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam,Terj. Hasan Langgulung, Jakarta : Bulan Bintang, 1979, Cet. I
Al jumbulati, Ali. Perbandingan Pendidikan Islam. PT RINEKA CIPTA, 1994
Kurniawan.Syamsul dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011, Cet.I
Faisol, Gus Dur & Pendidikan Islam , Jogjakarta : Ar-Ruzz, 2011, Cet.I


[1] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), Cet.ke-5, hlm. 61
[2] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Ciputat : Ciputat Pers, 2002), cet.I, hlm. 40
[3] Ibid, hlm. 41-42
[4] Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Khalidah, Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ( Bandung : PT Refika Aditama, 2009) , cet. I, hlm. 32
[5] Ibid, hlm. 33
[6] Op.Cit, Armai Arief, hlm. 93
[7] Omar Muhammad Al-Toumy Al-Saibany, Falsafah Pendidikan Islam (Terj. Hasan Langgulung), (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), Cet. I, hlm. 65
[8] Ali al jumbulati “ Perbandingan Pendidikan Islam” PT RINEKA CIPTA, 1994, hlm 156
[9] Ibid
[10] Ibid. 199-200
[11] Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), Cet.I, hlm. 244
[12] Ibid. hlm. 246
[13] Faisol, Gus Dur & Pendidikan Islam ,(Jogjakarta : Ar-Ruzz, 2011), Cet.I, hlm. 126
[14] Ibid. hlm. 127