KATA
PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah serta inayah-Nya,
sehingga semua pembaca masih bisa beraktifitas sebagaimana mestinya, begitupun
dengan penyususun makalah ini. Sehingga dapat tersusun makalah dengan judul “Subjek,
Objek, Sasaran Dakwah Islamiyah”.
Makalah ini berisi tentang
penjelasan, definisi dan macam-macam subjek, objek, sasaran dakwah islamiyah.
Terimakasih
penyusun ucapkan kepada rekan seperjuangan yang telah membantu, baik langsung
berupa perbuatan dan juga tak langsung berupa doa untuk penyusunan makalah ini,
sehingga dapat terselesaikan tepat waktu. Paling utama terimakasih penyusun
ucapkan kepada dosen mata kuliah Manajemen Dakwah, Bapak Sudirman, S.Ag., M.Ag.
yang telah membimbing penyusun sehingga makalah ini dapat tersusun dengan
insyaallah baik dan benar.
Harapan
penyusun, dengan tersusunnya makalah “Subjek, Objek, Sasaran
Dakwah islamiyah” dapat memberikan
manfaat, serta memperluas pengetahuan tentang Subjek, Objek,
Sasaran Dakwah islamiyah
tersebut untuk pembaca dan penyusunnya. Kemudian, penyusun kembali pada fitrah
manusia yang tak pernah lepas dari salah dan dosa juga jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu pula penyusun meminta maaf bila terdapat kekurangan dalam
makalah ini. Tak lupa untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam makalah
ini penyususn juga meminta kritik dan saran atas makalah ini.
Malang, 21 September 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Dakwah merupakan sarana untuk
mengajak umat manusia agar dapat mematuhi perintah Allah SWT dan Rasul-Nya,
sehingga mampu menjalani hidup dan kehidupan ini dengan baik sesuai peraturan
agama dan akhirnya kelak hidup di akhirat pun akan mendapatkan kebahagiaan
seperti yang dijanjikan Allah SWT.
Dahulu, tugas pokok Rasulullah SAW
adalah berdakwah mengajak manusia untuk mengikuti ajaran-ajaranya yang dibawa
oleh Allah SWT yang mengutusnya. Tetapi setelah Rasulullah SAW wafat, para
sahabatlah yang melanjutkan dakwah Rasulullah SAW sampai umat-umatnya saat ini.
Orang-orang yang menyampaikan
ajaran-ajaran Allah SWT kepada sesamanya itu disebut sebagai da’i atau
muballigh. Mereka itulah orang-orang terpilih untuk melanjutkan dakwah
Rasulullah SAW dan para sahabat dengan berfokus pada Al-Qur’an dan Hadits. Tugas utama para da’i
atau muballigh adalah mengajak anggota masyarakat mulai dari kaum kerabat
dekatnya ke jalan yang benar, bukan mengajaknya ke jalan yang mungkar. Sebab
saat ini banyak sekali fenomena,orang-orang yang mengakui dirinya sebagai da’i
yang handal, mempunyai banyak pengetahuan agama, dan sebagai pemimpin dakwah
yang mengajarkan manusia tentang kebenaran islam tetapi sesungguhnya dia telah
menyelewengkan agama.
Oleh karena itu, subyek dan objek
dakwah dalam kegiatan dakwah Islamiyah adalah merupakan faktor yang sangat
penting karena pelaksanaan dakwah tidak akan bisa berjalan tanpa adanya subyek
dakwah tersebut. Demikian juga subyek dakwah mempunyai peranan yang besar dalam
menentukan keberhasilan suatu misi dakwah Islamiyah.
Dengan fenomena di atas, kami kemudian mengangkat
judul makalah “Subyek, objek, sasaran Dakwah Islamiyah” sebagai bahan
persentasi kami pada diskusi yang akan dilaksanakan dengan bahan kajian
pengertian subyek dakwah, macam-macam subyek dakwah, tujuan dan fungsi subyek
dakwah dan syarat/karakteristik da’I, objek dakwah, dan sasaran dakwah.
Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud subyek dakwah?
2. Siapa saja
yang termasuk subyek dakwah dan apa macam-macamnya?
3. Apa saja
syarat-syarat da’i?
4. Apa tujuan
atau fungsi dari subyek dakwah?
5. Apa yang dimaksud objek dakwah?
6. Apa sajakah sasaran dalam berdakwah?
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian subjek dakwah
2. Untuk mengetahui siapa saja yang termasuk subjek
dakwah dan macam-macamnya
3. Untuk mengetahui syarat-syarat da’i
4. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi dakwah
5. Untuk mengetahui pengertian objek dakwah
6. Untuk mengetahui sasaran-sasaran dakwah
BAB
II
PEMBAHASAN
Pengertian Subyek Dakwah
1. Secara Etimologi
Subyek dakwah
berasal dari dua kata, yakni subyek dan dakwah. Subyek yang
berarti pelaku dan Dakwah (Bahasa Arab = الدعوة) yang berarti do’a, seruan,
panggilan, ajakan, undangan, dorongan, dan permintaan berakar dari kata kerja “دعا”
yang berarti berdo'a, menyeru, memanggil, mengajak, mengundang, mendorong, dan
meminta. Jadi jika ditinjau dari segi etimologi (bahasa) Subyek Dakwah dapat
diartikan sebagai pelaku atau orang yang menyeru atau mengajak.
2. Secara
Terminologi
Ditinjau dari segi terminologi, subyek dakwah adalah
orang yang melakukan dakwah (yang dalam Bahasa Arab disebut da’i) baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun
dalam bentuk perbuatan yang dilakukan secara individu, maupun kelompok
(jama’ah).
Dalam konteks keindonesiaan, orang yang berdakwah
(da’i) memiliki banyak sebutan, diantaranya: muballig, ustadz, kiyai, gurutta
(Bugis), ajengan (Sunda), teungku
(Aceh), dan lain sebagainya. Hal ini didasarkan pada tugas dan eksistensinya
yang sama dengan da’i. Meskipun pada hakekatnya tiap-tiap sebutan tersebut
memiliki kadar karisma dan keilmuan yang berbeda-beda dalam pemahaman
masyarakat Islam di Indonesia.
Pada umumnya masyarakat cenderung mengartikan kata
da’i atau muballig dengan pengertian yang sempit, yakni orang yang menyampaikan
ajaran Islam melalui lisan atau dengan kata lain di atas mimbar, seperti
penceramah agama, khatib, dan sebagainya. Namun sebenanya pengertian da’i
tidaklah sesempit itu. Seorang da’i bisa saja berdakwah melalui lisan, namun
orang yang berdakwah melalui media tulisan, seperti buku, koran, majalah,
tabloid, artikel, dan sebagainya juga bisa disebut da’i.
Macam-Macam Subyek Dakwah
Subyek dakwah dalam pengertian yang luas tidak hanya
terletak di pundak para ustaz, kiyai, atau ulama, tetapi terletak di pundak
kita semua (sebagai umat islam). Setiap umat Islam memikul tanggung jawab untuk
melaksanakan tugas dakwah sesuai dengan ruang lingkup dan kemampuannya
masing-masing.
Di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits begitu banyak
dalil-dalil yang menginformasikan tentang wajibnya berdakwah. Di antara
ayat-ayat yang menerangkan hal tersebut yakni:
Q.S. Al-Imran : 104
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.
Q.S. An Nahl : 125
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
Q.S. Al’Ashr : 1-3
Artinya: “1) demi masa. 2) Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian. 3) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Dalam sabdanya, Rasulullah SAW juga telah
menginformasikan tentang kewajiban berdakwah, di antaranya yaitu:
H.R. Muslim
مَنْ دَعا إِلَى هُدًى كانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ
أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أجورهِمْ شَيْئاً، ومن دعا إلى ضَلالَةٍ
كان عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مثلَ آثامِ من تبعه لا ينقص ذلك مِنْ آثامِهِمْ شيئاً
“Siapa yang mengajak kepada hidayah maka dia
mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya dan hal itu
tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Siapa yang mengajak kepada kesesatan
maka dia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya dan hal
itu tidak mengurani dosa mereka sedikitpun”.
H.R. Muslim
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ
فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ
أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran,
maka rubahlah dengan tangannya, jika dia tidak mampu, maka dengan lidahnya,
jika dia tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemah iman”.
H.R. At-Tirmizi
لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسِ الْخَيْرَ إِنَّ
اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا
“Sesungguhnya para malaikat, serta semua penduduk
langit-langit dan bumi, sampai semut-semut di sarangnya, mereka semua bershalawat atas orang yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia”.
Dari beberapa dalil di atas, maka jelaslah bahwa
kewajiban dakwah bukan hanya untuk ustadz, kiyai, ulama atau para santri dan
lembaga-lembaga baik yang beridentitas lembaga dakwah atau yang ada di bawah
naungan Kementerian Agama, tetapi di luar itu semua wajib untuk melaksanakan
dakwah. Pelukis dapat berdakwah lewat ekspresi lukisannya, penulis dapat
berdakwah lewat karya tulisnya, aktor dan aktris dapat berdakwah lewat
aktingnya, sutradara dapat berdakwah lewat karya film atau dramanya, penyanyi
dapat berdakwah melalui lagunya dan profesi lainnya.
Namun secara khusus, orang yang seharusnya berperan
lebih intensif sebagai da’i adalah mereka yang memang mempunyai profesi ataupun
memang secara sengaja mengkonsentrasikan dirinya dalam tugas menggali
mutiara-mutiara ilmu serta ajaran agama Islam untuk disampaikan kepada orang
lain sehingga ilmu dan ajaran agamanya tersebut dapat mempengaruhi sikap dan
tingkah laku orang lain tersebut. Karena yang kita harapkan adalah dakwah yang
sempurna dan membawa hasil maksimal, maka yang menjadi acuan subyek dakwah
tersebut diharapkan lahir dari مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya).
Golongan yang dimaksudkan oleh ayat tersebut adalah
mereka yang mengambil spesialisasi (takhassus) di dalam bidang agama Islam
untuk kemudian menyampaikan ilmunya dengan tujuan agar orang yang menerimanya
(mad'u) dapat berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang
diharapkan oleh Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Dapat disimpulkan bahwa da’i (subyek dakwah) dapat
dibedakan menjadi dua macam: Pertama, da’i menurut kriteria umum yaitu setiap
muslim/muslimat yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat tak terpisahkan
dari misinya sebagai penganut Islam (khairu ummah) yang harus senantiasa
beramar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran)
sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Kedua,da’i menurut
kriteria khusus yaitu setiap muslim/muslimat yang mengambil keahlian khusus
(takhassus) dalam bidang agama Islam dan secara profesional melakukan
tugas-tugas dakwah.
Syarat-Syarat Da’i
Menurut Jum'ah Amin Abdul Aziz, antara dakwah dan
da’i-nya tidak bisa dipisahkan, karena seorang muslim yang memahami dakwahnya
dengan pemahaman yang benar, akan tetapi kurang tepat dalam menyampaikan
dakwahnya kepada manusia sama bahayanya dengan seorang muslim yang tidak
memahami Islam dengan pemahaman yang benar, akan tetapi ia pandai berargumen,
pandai bicara, dan baik dalam menyampaikan.
Kelompok yang pertama tidak pandai menyampaikan sekalipun dia paham, sementara
yang kedua baik dalam menyampaikan meski dengan segala kebodohannya. Oleh
karena itu, Islam hanya akan menjadi dakwah yang benar apabila dibawakan
seorang da’i yang wa’in (paham) dan berakhlaq.
Menurut Mustafa al-Siba’i:
"Musibah yang menimpa agama ini di sepanjang
zaman adalah disebabkan dua golongan manusia. Yang pertama, kelompok yang salah
paham atau tidak paham agama ini, dan kelompok kedua adalah mereka yang pandai
menyampaikan. Kelompok yang pertama menyesatkan orang-orang mukmin, sedang
kelompok yang kedua memberikan alasan bagi orang-orang kafir."
Berpijak pada hal tersebut, maka kedudukan da’i yang
begitu penting dalam aktifitas dakwah, harus dilengkapi dengan beberapa
kualifikasi. Dari sini maka da’i dituntut memiliki 3 (tiga) syarat yaitu:
1. Syarat
yang Menyangkut Jasmaniyah.
Dakwah memerlukan akal yang sehat, sedangkan akal
yang sehat terletak pada badan yang sehat (Al-aqlu as-saliymu fii al-jismi
as-saliymu). Oleh karena itu seorang da’i memerlukan persyaratan jasmani.
Sebenarnya aktivitas dakwah dapat juga dilakukan
oleh orang yang tidak sehat jasmaninya, akan tetapi apabila seorang da’i yang
profesional yang berdakwah dengan sasaran yang berjumlah banyak, maka kesehatan
jasmani masih juga diharuskan. Sebab kondisi badan yang tidak memungkinkan
sedikit banyak akan mengurangi kegairahan dan ketahanannya untuk berdakwah.
Dakwah yang dilakukan oleh orang yang dalam keadaan
sakit, bukannya membuat da’i tidak bergairah atau kurang spirit, tapi dapat
mengganggu konsentrasi pikiran da’i itu sendiri, di samping itu obyek dakwah
merasa tidak mendapatkan layanan memuaskan, terlebih apabila penyakitnya yang
dapat mendatangkan bahaya/menular kepada obyek dakwah.
Maka, seorang da’i mutlak diperlukan untuk menjaga
kesehatannya, agar dalam melaksanakan dakwahnya dapat mencapai pada tujuan yang
diinginkan.
2. Syarat
Ilmu Pengetahuan
Syarat ilmu pengetahuan yang harus dimiliki da’i
yaitu ia harus memahami secara mendalam ilmu, makna-makna serta hukum-hukum
yang terkandung dalam al-Qur'ān dan al-Sunnah. Bentuk pemahaman itu dapat
dirinci ke dalam tiga hal :
- Pemahaman terhadap aqidah Islam dengan baik dan benar serta berpegang teguh pada dali-dalil al-Qur'ān dan al-Sunnah
- Pemahaman terhadap tujuan hidup dan posisinya di antara manusia.
- Pemahaman terhadap ketergantungan hidup untuk akhirat dengan tidak meninggalkan urusan dunia.
Sejalan dengan uraian di atas, menurut Hamzah Ya'kub
setiap da’i harus:
a. Mengetahui
tentang al-Qur'ān dan Sunnah Rasul sebagai pokok agama Islam
b. Memiliki
pengetahuan Islam yang berinduk kepada al-Qur'ān dan Sunnah, seperti tafsir,
ilmu hadith, sejarah kebudayaan Islam dan lain-lain.
c. Memiliki
pengetahuan yang menjadi alat kelengkapan dakwah seperti: teknik dakwah, ilmu dakwah,
ilmu jiwa (psychology), sejarah, antropologi, perbandingan agama dan
sebagainya.
d. Memahami
bahasa umat yang akan diajak kepada jalan yang diridai oleh Allah. Demikian juga ilmu retorika dan kepandaian
berbicara serta mengarang.
Selain pengetahuan di atas, da’i harus memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang:
a. Obyek
dakwah, yaitu pemahaman bahwa orang yang dihadapi memiliki keaneka ragaman
dalam segala seginya.
b. Dasar
dakwah, yaitu pemahaman terhadap latar belakang secara yuridis dalam melakukan
dakwah.
c. Tujuan
dakwah, yaitu pemahaman terhadap apa yang akan dicapai di dalam usaha dakwah.
d. Materi
dakwah, yaitu pemahaman terhadap pesan/informasi atau ajaran agama yang akan
disampaikan kepada orang lain secara benar atau baik.
e. Metode
Dakwah, yaitu pemahaman terhadap cara-cara yang akan dipakai dalam melaksanakan
dakwah.
f. Alat
dakwah, yaitu pemahaman terhadap alat-alat yang perlu digunakan dalam
berdakwah.
3. Syarat
kepribadian
Syarat kepribadian tampaknya merupakan syarat yang
paling banyak dibicarakan oleh para ahli, sehingga dalam soal ini banyak
pendapat dikemukakan.
Berkait dengan soal tersebut, ayat 159-164 surat
Al-Imran menyebut secara rinci kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang
da’i, yaitu :
- Berlaku lemah lembut dalam berdakwah
- Bermusyawarah dalam beberapa urusan, termasuk dalam urusan dakwah
- Memiliki tekad yang kuat dalam berdakwah.
- Bertawakkal kepada Allah setelah bermusyawarah dan melakukan kebulatan tekad.
- Selalu memohon pertolongan Allah
- Tidak melakukan tindakan curang
- Mendakwahkan ayat Allah untuk menjalankan jalan hidup bagi umat manusia.
- Membersihkan jiwa raga manusia dengan jalan mencerdaskan mereka
- Mengajarkan manusia kitab suci al-Qur'ān dan hikmah.
- Menurut Abd. Rosyad Shaleh, seorang da’i harus memiliki nilai-nilai pribadi sebagai berikut :
- Berpandangan jauh ke masa depan
- Bersikap dan bertindak bijaksana
- Berpengetahuan luas
- Bersikap dan bertindak adil
- Berpendirian teguh
- Mempunyai keyakinan bahwa missinya akan berhasil
- Berhati ikhlas
- Memiliki kondisi fisik yang baik
- Mampu berkomunikasi.
Abul A'la al-Maududi menyebut beberapa hal yang
harus dimiliki da’i di antaranya:
Sanggup memerangi musuh dalam dirinya sendiri yaitu
hawa nafsu untuk taat sepenuhnya kepada Allah dan Rasul-Nya sebelum memerangi
hawa nafsu orang lain.
Sanggup berhijrah dari hal-hal yang maksiat yang
dapat merendahkan dirinya di hadapan Allah dan di hadapan masyarakat
Mampu menjadi uswah hasanah dengan budi dan
akhlaqnya bagi masyarakat yang menjadi mad'uw-nya
Memiliki persiapan mental :
a. Sabar,
yang meliputi sifat-sifat teliti, tekad yang kuat, tidak bersikap pesimis dan
putus asa, kuat pendirian serta selalu memelihara keseimbangan akal dan emosi.
b. Senang
memberi pertolongan kepada orang dan bersedia berkorban, mengorbankan waktu,
tenaga, pikiran dan harta serta kepentingan yang lain.
c. Cinta
dan memiliki semangat yang tinggi dalam mencapai tujuan
d. Menyediakan
diri untuk bekerja yang terus-menerus secara teratur dan berkesinambungan.
Jum'ah Amin Abdul Aziz menyebut beberapa kepribadian
yang harus dimiliki da’i di antaranya :
- Amānah, yaitu terpercaya. Maksudnya seorang da’i dituntut memiliki kepribadian yang dapat dipercaya. Sifat inilah yang merupakan sifat Nabi dan Rasul, dan kunci keberhasilan dakwah mereka.
- Sidq, berarti kejujuran dan kebenaran, sebagai lawan dari kedustaan. Sifat ini terkait dengan sifat amānah. Tidak ada manusia jujur yang tidak terpercaya, dan tidak ada manusia terpercaya yang tidak jujur. Karena itu da’i wajib memiliki sifat ini dalam kepribadiannya baik dalam perkataannya, niat atau kehendaknya maupun perbuatannya.
- Ikhlās, artinya murni karena Allah swt. tegasnya aktivitas dakwah yang dilakukan sang da’i semata-mata ditijukan untuk mendapatkan rida dari Allah.
- Rahmah, rifq dan hilm. Seorang da’i harus menyadari bahwa missi yang diembannya adalah missi yang penuh rahmah (kasih sayang), rifq (kelemahlembutan) dan hilm (penyantun). Tiga hal ini harus dimiliki da’i dalam aktivitas dakwahnya. Karena apabila kekasaran dan kekerasan yang dimunculkan oleh da’i, niscaya orang akan lari dan tak menghiraukan ajakan da’i.
- Sabr atau sabar.
- Hirs artinya perhatian yang besar. Seorang da’i dituntut memiliki perhatian yang besar kepada obyek dakwahnya, sampai yang bersangkutan merasakan adanya perhatian tersebut. Perasaan seperti ini akan mampu membuka hatinya dan menggugah perasaannya, sehingga si mad'uw siap mendengarkan dan memperhatikan apa yang disampaikannya.
- Thiqah artinya percaya. Maksudnya percaya bahwa Islam akan memperoleh kemenangan dan ajarannya akan tersebar di seluruh penjuru bumi meskipun musuh-musuh Islam terus menghambat.
- Wa'iy atau peka. Maksudnya peka terhadap segala upaya yang dilakukan musuh Islam, sehingga mampu menghindarkan diri dari tipu daya, rencana jahat dan makar mereka.
Dalam Tafsir Dakwah ditambahkan sifat-sifat yang
harus menjadi cermin kepribadian da’i yaitu :
a. Tidak
bersikap emosional, sebab dia hanya bertugas menyampaikan kebenaran, sedangkan
petunjuk dan kesesatan ada di tanagn Allah.
b. Bertindak
sebagai pemersatu umat; bukan pemecah belah umat; mengutamakan pengertian Islam
yang sebenar-Nya dan bukan pengertian Islam yang sudah dikebiri oleh
kepentingan pribadi dan golongan.
c. Tidak
bersikap materialistis, artinya materi tidak sebagai tujuan utama dakwahnya.
HAMKA menyebut beberapa kepribadian yang mesti
dimiliki da’i yaitu :
a. Hendaknya
seorang da’i menilik dan menyelidiki benar-benar kepada dirinya sendiri, guna
apa dia mengadakan dakwah. (menyangkut masalah niat).
b. Hendaklah
seorang pendakwah mengerti benar soal yang akan diucapkan
c. Terutama
sekali kepribadian muballigh atau da’i haruslah kuat dan teguh, tidak
terpengaruh oleh pandangan orang banyak ketika memuji dan tidak tergoncang
ketika mata orang melotot karena tidak senang. Jangan ada cacat pada perangai
meskipun ada cacat pada jasmaninya.
d. Pribadinya
menarik, lembut tetapi bukan lemah, tawadu' merendahkan diri tetapi bukan
rendah diri, pemaaf tetapi disegani. Dia duduk di tengah orang banyak, namun
dia tetap tinggi dari orang banyak. Merasakan apa yang dirasakan orang banyak.
e. Harus
mengerti pokok pegangan kita ialah al-Qur'ān dan al-Sunnah. Disamping itu pun
harus mengerti ilmu jiwa dan mengerti pula adat istiadat orang yang hendak
didakwahi.
f. Jangan
membawa sikap pertentangan, jauhkan dari sesuatu yang akan membawa debat.
(Tidak perlu membuka masalah khilāfiyah di muka orang banyak/orang awam).
g. Haruslah
diinsafi bahwasanya contoh teladan dalam sikap hidup, jauh lebih berkesan
kepada jiwa umat daripada ucapan yang keluar dari mulut.
h. Hendaklah
muballigh dan da’i itu menjaga jangan sampai ada sifat kekurangan yang akan
mengurangi gengsinya di hadapan pengikutnya. Karena kekurangan gengsi
(prestise) akan sangat menghalangi kelancaran gagasan dan ajuran yang
dikemukakan.
Tujuan dan Fungsi Subyek Dakwah
Tujuan da’i antara lain sebagai berikut:
1. Meluruskan
Aqidah.
Dalam hal ini da’i berfungsi sebagai penyampai
kebenaran ajaran tauhid, dan membersihkan jiwa manusia dari
kepercayaan-kepercayaan yang keliru. Dalam kaitan ini ada beberapa golongan
yang sangat memerlukan pelurusan tersebut yaitu :
a. Golongan
yang kosong dari aqidah yang benar
b. Golongan
yang memiliki aqidah yang menyimpang
c. Golongan
yang mengaku bertauhid tetapi kurang mantap
d. Golongan
yang bimbang dan tidak konsekuen dengan pengakuannya.
2. Mendorong
dan Merangsang Orang untuk Giat Beramal Sālih
Fungsi da’i di sini adalah memberi rangsangan,
motivasi dan dorongan, menganjurkan serta memberi teladan dengan amal salih
karena banyak di antara orang yang tidak mau beramal disebabkan :
a. tidak
tahu bagaimana caranya
b. tidak
mengerti hikmah dan faedahnya
c. karena
kemalasan dan kelalaiannya
d. karena
unsur kesengajaan
Maka kemampuan da’i diuji di sini, bagaimana caranya
dorongan dan rangsangan beramal itu menjadi suatu kesadaran.
3. Membersihkan
dan Menyucikan Jiwa
Tugas yang satu ini disebabkan berbagai macam
kerusakan dan kejahatan seringkali muncul karena kekotoran jiwa atau rohani
manusia.
Dalam mencapai tujuan tersebut, maka da’i dapat
berfungsi sebagai berikut:
a. Sebagai
pemimpin, karena dia adalah penyeru kepada kebajikan dan orang yang mencegah
kemunkaran. Dalam kaitan ini, da’i dituntut untuk bisa menjadi uswah hasanah
bagi umat.
b. Sebagai
mujahid, artinya sebagai pejuang dan penegak ajaran Allah. Dalam hal ini da’i
dituntut memiliki jiwa besar dan mampu membesarkan jiwa orang lain.
c. Sebagai
obyek, karena da’i selain sebagai penyeru kebajikan kepada orang lain, dia juga
harus menyeru dirinya sendiri supaya berbuat kebajikan dan menjauhi kemunkaran.
d. Sebagai
pembawa missi yaitu pembawa amanah Allah.
e. Sebagai
pembangun, yaitu pembawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Objek Dakwah ( Mad'u )
Objek dakwah atau disebut dengan Mad'u adalah orang
yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia tanpa pandang buluh,
sebagaimana firman ALLAH SWT :
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لا يَعْلَمُونَ
Artinya :''Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan
kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa kabar gembira dan sebagai
pemberi peringatan , tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S.As-Saba'
:28)
Berdasarkan ayat diatas dapat dipahami bahwa objek dakwah atau
sasaran dakwah secara umum adalah seluruh manusia, dan objek dakwah secara
khusus dapat ditinjau dari berbagai aspek. Secara khusus sebagai berikut :
- Aspek usia : anak-anak, remaja dan orang tua
- Aspek kelamin : Laki-laki dan Perempuan
- Aspek agama : Islam dan kafir atau non muslim
- Aspek sosiologis : masyarakat terasing, pedesaan, kota keci dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar
- Aspek struktur kelembagaan : Priyayi, abangan dan santri
- Aspek ekonomi : Golongan kaya, menengah,dan miskin
- Aspek mata pencaharian : Petani,peternak, pedagang,nelayan,pegawai,dll
- Aspek khusus : Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma
- Aspek komunitas masyarakat seniman, baik musik, seni lukis, seni pahat, seni tari, dll
Para Da'i tidak cukup hanya mengetahui objek dakwah
secara umum dan secara khusus tersebut, tetapi yang lebih penting lagi yang
harus diketahui adalah hakikat objek dakwah atau sasaran dakwah itu sendiri.
Adapun hakikat objek dakwah adalah seluruh dimensi problematika hidup objek
dakwah, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq, mu'amalah,
pendidikan, sosial, ekonomi, politik, budaya, dll.
Sasaran Dakwah
Al-Quran telah menyebutkan berbagai tehnik atau
metode dakwah yang sesuai dengan karakter manusia. Yaitu dengan hikmah, dengan
nasehat yang baik, dengan dialog yang baik, dan dengan kekuatan.
Dalam praktiknya penggunaan metode tersebut harus
sesuai dengan urutannya. Nasehat yang baik harus sesuai dengan situasi dan
kondisinya. Disamping itu perlu disertai penjelasan yang benar dan landasan
dalil-dalil yang efektif dan semua itu harus dilakukan dengan penuh bijaksana.
Selain metode seorang da’i juga harus mengetahui
kondisi masyarakat yang menerima. Dilihat dari segi intelektualitas. Sebuah
mayarakat dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok yakni:
1. Kaum
cendikiawan. Kelompok ini pada umumnya mudah menerima kebenaran, karena itu
pendekatan dakwah yang tepat bagi mereka adalah cukup dengan menggunakan ilmu,
amal, dan penjelasan aqidah.
2. Kaum yang
mengakui dan menerima kebenaran, tapi mereka sering kali lali dan mengikuti
hawa nafsunya. Kelompok ini umumnya sulit untuk menerima dan mengikuti
kebenaran. Cara dakwah yang tepat untuk
mereka adalah dengan menggunakan nasehat yang baik, termasuk di dalmnya
pemberian motivasi dan ancaman.
3. Kaum yang
keras hati (penentang) orang-orang yang semacam ini harus dihadapi dengan
mujadalah yang baik.
4. Kaum
penentang dan zhalim. Untuk menghadapi mereka pertama-tama kita gunakan teknik
bermujadallah secara baik. Namun jika cara ini tidak berhasil maka kita boleh
menggunakan kekuatan Rasulullah senantiasa menggunakan ilmu sesuatu dengan
situasi dan kondisi masyarakat penerimanya. Begitupun nasihat, mujadallah dan
kekuatan selalu beliau lakukan secara tepat sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam kehidupan bermasyarakat kita sebagai umat
islam tidak bisa mengelak untuk berhubungan dengan umat lain. Dalam pandangan
syariat Islam, non muslim itu bisa di klasifikasikan menjadi dua macam, yaitu
kafir harbi (ahlul harb) dan kafir zimmi (ahlu zimmah). Kafir harbi adalah orang-orang kafir yang
sedang terlibat pertempuran dengan muslimin. Darah mereka halal untuk di
tumpahkan sebagaimana mereka pun punya hak untuk membunuh muslimin. Hubungan
antara ahlul harb dengan muslimin memang hubungan bunuh membunuh di dalam
wilayah konflik. Sedangkan kafir zimmi adalah non muslim yang aman, tidak
menganggu pihak muslim.
Tampak bahwa pembagian diatas, kedua klasifikasi
sangat tajam bedanya. Pada kenyataanya hubungan dengan non muslim tidak dapat
dibedakan setajam itu. Berbagi variasi derajat ke-dzimmi-an terjadi pada masa
kini. Ada yang 100% aman, ada yang kadang-kadang mengganggu ketentaraman orang
Islam, sampai ada yang terang-terangan memusuhi umat islam (harbi).
Beberapa tingkatan dalam hubungan dengan non muslim
yaitu:
a. Non muslim
yang tidak menganggu (dzimmi)
Non muslim seperti ini harus meapat perlindungan
dari kominitas muslim, sesuai dengan prinsip ajaran islam yang rahmatan
lil’alamin. Dia berhak mendapatkan izin tinggal dan menjadi penduduk didalam
wilayah komunitas muslim dan umat islam dilarang mendzolami non muslim yang
dzimmi.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berarti:
“Siapa yang menzalimi seorang mu’ahid (ahlu dzimmah), atau mengurangi haknya,
atau membaninya diatas kemampuannya, atau mengambil darinya sesuatu di luar
haknya, maka aku menjadi Lawannya dihari kiamat” (Hr Abu Daud).
b. Non muslim yang dzolim
Diakui apa tidak, ada (banyak) di antara orang-orang
non muslim itu yang bersikap dzolim terhadap Islam. Mereka mendzolimi umat
Islam dengan berbagi cara, dan menyakiti hati umat Islam, Seperti contoh kasus
kartun nabi dan lin-lain. Umat Islam diperintahkan untuk berbuat adil, sehingga
diberi hak untuk melakukan pembalasan yang adil jika di dzolimi.
Dalam Prinsip Islam, tidak ada filosof : “jika anda
ditampar pipi kiri, berikan pipi kanan”. Filosofi ada adalah: Jika pipi kiri
kita dilempar, maka tamper pulalah pipi kirinya, tetapi memberi maaf lebih
utama. Kita umat Islam harus bereaksi dengan apa yang umat lain lakukan
terhadap kita. Reaksi dapat berupa balasan (secara adil) atau memaafkan jika
mereka mintak maaf. Dan percayalah bahwa Allah akan menyempurnakan
pembalasannya di akherat nanti baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara
mebnurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
zalim..
c.Non
muslim yang harbi
Seperti telah didefinisikan diatas, kafir harbi
adalah orang-orng kafir yang terang-terangan memusuhi islam dan kaum muslimin.
Kafir harbi ini berusaha menumpas kaum muslimin, sehingga terjadi pertempuran.
Mereka menggempur Islam tdak hanyasecara fisik, tetapi bias juga secara
nonfisik, seperti fitnah melalui media, pembunuhan karakter, membunuh secara
ekonomi dan lain-lain. Jika yang melakukan ini adalah individu dan kemudian
minta maaf, bolehlah kita nyatakan sebagai point 3.
Tetapi jika kaum non muslim ini melakukan permusuhan
terhadap islam secara terus menerus, ini sudah termasuk kafir harbi yang harus
diperangi. Perang wajib dilakukan dalam rangka mempertahankan aqidah islamiyah,
dan membela agama Allah.ketika mereka berhenti (dari memusuhi islam), maka
perang biasa dihentikan, dan tidak ada permusuhan (lagi).
Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas
Cara Berdakwah Terhadap Non Muslim dan Muslim
Menyangkut keyakinan, agama. Bukanlakah islam
memerintahkan kita untuk berdakwah, beramar makruf nahi munkar.
Sabda Rasulullah SAW:
“ Sampaikanlah apa yang kamu dapat dariku walaupun
hanya satu ayat”
Kaum muslimin diperintahakan untuk berdakwah
dikalangan non muslim (dan tentu saja dikalangan umat muslim juga) dengan cara
yang bijaksana, melalui nasihat dan diskusi dengan cara yang terbaik.
Seperti yang diterangkan dalam QS an-Nahal:125 )
Artinya: “Serulah (manusa) kepada jalanTtuhan mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”
Ketika Allah SWT mengutus Musa dan Harun Kepada
Fir’aun maka Allah berfirman QS (Thaahaa:44)
Artinya: “ maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat dan takut:”
Tetapi jika mereka menolak, tidak ada perintah untuk
memerangi mereka selama mereka tidak memerangi umat islam. Antara umat islam diperintahkan
untuk berbuat adil terhadap mereka, sebagaimana firman Allah yang menjelaskan
tentang. mengharamkan pemaksaan untuk masuk agama Islam buat orang-orang non
muslim.
Tidak ada paksaan dalam agama, sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat, karena itu barang siapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allahj,maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
maha Mendengar lagi maha mengetahui.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an (surat
al-Kafirun: 1-6)
Artinya:
“Katakanlah” Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah, Dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah,. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah, Untuk mu lah agama mu dan untuk
ku lah agama ku”
Berdasarkan ayat diatas dapat diketahui bahwa agama
islam bukanlah faktor yang menjadi penghambat dalam membina hubungan antara
pemeluk agama.
Manfaat pemikiran peran dakwah
Dakwah berperan menghidupkan masyarakat pada suatu
sektor pemikiran. Pemikiran adalah gerbang dan dasar perbaikan suatu masyarakat
dan bangsa. Hal ini dikarenakan pemikiran akan membentuk prinsip-prinsip yang
sangat diperlukan dalam membangun penataan pemikiran tentang kehidupan, dalam
menjalankan peran ini dakwah selalu mewariskan gagasan dan ide yang mulia.
Tidak ada agama yang dapat menghindari dakwah jika
ia memiliki suatu kekuatan intelektual. Menolak dakwah berarti menolak
kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan orang lain terhadap apa yang diklaim
sebagai kebenaran agama. Tidak menuntut persetujuan, berarti tidak serius dengan
klaim itu.
dasar hikma dan kasih sayang. Dengan kata lain pendekatan
dakwah harus bertumpuk pada suatu pandangan memanfaatkan penghargaan yang mulia
atas diri manusia
Cara berdakwah terhadap muslim dan non muslim
sebagaimana telah dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya yang berbunyi QS
(An-Nahl :125)
Artinya: “Serulah
(manusia) kepada jalan tuhan mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentag siapa yang tersesat
dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”
Tetapi jika mereka menolak, tidak ada perintah untuk
memerangi mereka selama mereka tidak memerangi umat islam. Antara umat islam
diperintahkan untuk berbuat adil terhadap mereka, sebagaimana firman Allah yang
menjelaskan tentang. mengharamkan pemaksaan untuk masuk agama Islam buat
orang-orang non muslim.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
a. Subyek
dakwah adalah orang yang melakukan dakwah (yang dalam Bahasa Arab disebut da’i) baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun
dalam bentuk perbuatan yang dilakukan secara individu, maupun kelompok
(jama’ah).
b.Subyek dakwah
dalam pengertian yang luas tidak hanya terletak di pundak para ustaz, kiyai,
atau ulama, tetapi terletak di pundak semua umat Islam. Namun secara khusus,
orang yang seharusnya berperan lebih intensif sebagai da’i adalah mereka yang
memang mempunyai profesi ataupun memang secara sengaja mengkonsentrasikan
dirinya dalam tugas menggali mutiara-mutiara ilmu serta ajaran agama Islam
untuk disampaikan kepada orang lain.
Setidaknya
ada tiga syarat seorang da’i:
1. Syarat
yang Menyangkut Jasmaniyah
2. Syarat
yang Menyangkut Ilmu Pengetahuan
3. Syarat
yang Menyangkut Kepribadian (Rohaniah)
Tujuan da’i:
1. Meluruskan
aqidah
2. Mendorong
dan merangsang orang untuk giat beramal sālih
3. Membersihkan
dan menyucikan jiwa
Fungsi da’i:
1. Sebagai
pemimpin, karena dia adalah penyeru kepada kebajikan dan orang yang mencegah
kemunkaran. Dalam kaitan ini, da’i dituntut untuk bisa menjadi uswah hasanah bagi
umat.
2. Sebagai
mujahid, artinya sebagai pejuang dan penegak ajaran Allah. Dalam hal ini da’i
dituntut berjiwa besar dan mampu membesarkan jiwa orang lain.
3. Sebagai
obyek, karena da’i selain sebagai penyeru kebajikan kepada orang lain, dia juga
harus menyeru dirinya sendiri supaya berbuat kebajikan dan menjauhi kemunkaran.
4. Sebagai
pembawa misi yaitu pembawa amanah Allah.
5. Sebagai
pembangun, yaitu pembawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Objek dakwah atau disebut dengan Mad'u adalah orang
yang menjadi sasaran dakwah, yaitu semua manusia tanpa pandang buluh,
sebagaimana firman ALLAH SWT :
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لا يَعْلَمُون
Artinya :''Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan
kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa kabar gembira dan sebagai
pemberi peringatan , tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S.As-Saba'
:28)
Sasaran dari
dakwah adalah:
1. Kaum
cendikiawan. Kelompok ini pada umumnya mudah menerima kebenaran, karena itu pendekatan
dakwah yang tepat bagi mereka adalah cukup dengan menggunakan ilmu, amal, dan
penjelasan aqidah.
2. Kaum yang
mengakui dan menerima kebenaran, tapi mereka sering kali lali dan mengikuti
hawa nafsunya. Kelompok ini umumnya sulit untuk menerima dan mengikuti
kebenaran. Cara dakwah yang tepat untuk
mereka adalah dengan menggunakan nasehat yang baik, termasuk di dalmnya
pemberian motivasi dan ancaman.
3. Kaum yang
keras hati (penentang) orang-orang yang semacam ini harus dihadapi dengan
mujadalah yang baik.
4. Kaum
penentang dan zhalim. Untuk menghadapi mereka pertama-tama kita gunakan teknik
bermujadallah secara baik. Namun jika cara ini tidak berhasil maka kita boleh
menggunakan kekuatan Rasulullah senantiasa menggunakan ilmu sesuatu dengan
situasi dan kondisi masyarakat penerimanya. Begitupun nasihat, mujadallah dan
kekuatan selalu beliau lakukan secara tepat sesuai dengan kebutuhannya.
Daftar
Pustaka
Drs. RB. Khatib Pahlawan kayo,
2007, Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvensional menuju Dakwah professional, Amzah,
Jakarta.
Dr. H.M. Anton Athoillah, M.M.,
2010, Dasar-dasar Manajemen, CV Pustaka Setia, Bandung.
Drs. Enjang AS, M.Ag., M.Si. dan
Aliyudin, S.Ag., M.Ag., 2009, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Widya
Padjadjaran, Bandung.
Drs. ABD. Rosyad Shaleh,
1977, Manajemen Dakwah Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag.,
2009, Ilmu Dakwah, Kencana, Bandung
Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu
Illaihi, S.Ag, M.A., 2009, Manajemen Dakwah, Kencana, Jakarta.
Habib, Syafaat, 1982, Buku
Pedoman Dakwah, Penerbit Widjaya, Jakarta.
Mubarok Achmad, DR. MA.,
1999, Psikologi Dakwah, Pustaka Firdaus, Jakarta.
Munzier Suparta dan Harjani,
2003, Metode Dakwah, Rahmat Semesta, Jakarta.
Ali Azis, Moh, 2004, Ilmu
Dakwah, Timur Kencana, Jakarta.
Fauzi, Nurullah, 1999, Dakwah-dakwah
yang paling mudah, Putra pelajar, Jawa Timur.
Jahja Omar, Toha, 1992, Ilmu
Dakwah, Widjaya, Jakarta.
No comments:
Post a Comment