BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita
peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan,
yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang
demokratis dan merdeka. Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show
TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela
menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah
Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan
karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia
yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita
selama bertahun-tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth
Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani
mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang
pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa
kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi
kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan
pernah menjadi pemimpin sejati.
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari
proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang.
Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari
proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi
dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan
membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya
mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya
mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir
menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang
diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam
diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal Justru seringkali
seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang
dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota
tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati
adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan
maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin
tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan
penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya.
Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang
pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada
kerendahan hati.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
·
Apa
peran pemimpin dalam memberikan motivasi etos kerja karyawan?
·
Apa
peran pemimpin dalam memberikan semangat etos kerja karyawan?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
·
Untuk
mengetahui peran pemimpin dalam memberikan motivasi etos kerja karyawan.
·
Untuk
mengetahui peran pemimpin dalam memberikan semangat etos kerja karyawan.
D. Manfaat
Manfaat disusunnya makalah ini untuk dapat mengetahui apa peran
pemimpin dalam memberikan motivasi dan semnagat etos kerja karyawan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan
Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan
tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan
oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai
keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang
atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin
adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan
percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama.
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain
agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung
dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu
Mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan
untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang
diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya.
Motivasi orang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi
ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi ekstrinsik perlu ada
faktor di luar diri orang tersebut yang mendorongnya untuk berperi-laku
tertentu. Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang
motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal dari
dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan sendiri untuk
berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya.
Dalam proses tersebut pimpinan membimbing, memberi pengarahan,
mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, memfasilitasi serta menggerakkan
orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diingini bersama. Semua yang
dilakukan pimpinan harus bisa dipersepsikan oleh orang lain dalam organisasinya
sebagai bantuan kepada orang-orang itu untuk dapat meningkatkan mutu
kinerjanya. Dalam hal ini usaha mempengaruhi perasaan mempunyai peran yang
sangat penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh dengan tujuan untuk
menumbuhkan nilai-nilai baru, misalnya bekerja itu harus bermutu, atau memberi
pelayanan yang sebaik mungkin kepada pelanggan itu adalah suatu keharusan yang
mulia, dan lain sebagainya. Dengan nilai-nilai baru yang dimiliki itu orang
akan tumbuh kesadarannya untuk berbuat yang lebih bermutu. Dalam ilmu
pendidikan ini masuk dalam kawasan affective.
B. Pandangan Kepemimpinan
•
Seorang
yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui
pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui
membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik
maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
•
Berorientasi
pada pelayanan
Seorang
pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip
melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan,
pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.
•
Membawa
energi yang positif
Setiap orang
mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada
keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan
energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan
mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh
karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif,
seperti ;
•
Percaya
pada orang lain
Seorang
pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka
mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu,
kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.
•
Keseimbangan
dalam kehidupan
Seorang
pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip
kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan
rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan
akherat.
•
Melihat
kehidupan sebagai tantangan
Kata
‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti
kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan
adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari
dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan,
kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.
•
Sinergi
Orang yang
berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka
selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja
kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier
Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana
memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang
pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman
sekerja.
•
Latihan
mengembangkan diri sendiri
Seorang
pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan
yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses. Proses daalam
mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan:
•
Pemahaman
materi;
•
Memperluas
materi melalui belajar dan pengalaman
•
Mengajar
materi kepada orang lain;
•
Mengaplikasikan
prinsip-prinsip;
•
Memonitoring
hasil;
•
Merefleksikan
kepada hasil;
•
Menambahkan
pengetahuan baru yang diperlukan materi;
•
Pemahaman
baru; dan
•
Kembali
menjadi diri sendiri lagi.
Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena
beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya:
1. Kemauan dan keinginan sepihak;
2. Kebanggaan dan penolakan; dan
3. Ambisi pribadi
Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman
yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan
perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Hukum alam tidak dapat dihindari dalam proses pengembangan pribadi.
Perkembangan intelektual seseorang seringkali lebih cepat dibanding
perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencapai
keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor pengendali dalam
kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari belajar mendengar.
Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan memahami orang lain.
Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih pendengaran adalah
bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan mendorong. Dalam
proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan diri, diikuti dengan
memenuhi keinginan orang.
Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari pada
bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk
melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk menciptakan ketakutan.
Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat dibutuhkan
untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip karena seorang pemimpin
seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga emosional (IQ, EQ
dan SQ).
C. Hal Mendasar Yang Perlu Untuk
Kepemimpinan
Manajemen dilaksanakan dalam suatu organisasi atau institusi
tertentu yang pada tahap awal implementasinya organisasi itu digerakkan oleh
kepemimpinan yang sangat peduli pada mutu dan bertekad kuat untuk membuat
organisasinya itu selalu dan terus menerus meningkatkan mutu kiner-janya,
apakah itu dalam bentuk produk atau jasa. Kepemimpinan untuk MMT itu memerlukan
modal dasar dalam bentuk penguasaan tujuh mendasar yang menyangkut kehidupan
organisasinya.
a.
Organisasi
:
Mengapa
organisasi yang dipimpinnya ini ada dan untuk apa Jawaban ter-hadap pertanyaan
yang sangat mendasar ini perlu dikuasai secara baik oleh semua orang yang
memegang tampuk kepemimpinan dari suatu organisasi. Tanpa menguasai jawabannya
secara baik diragukan apakah mereka akan mampu mengarahkan orang-orang lain
dalam organisasi itu ke tujuan yang seharusnya.
b. V i s i :
Akan menjadi
organisasi yang bagaimanakah organisasi itu di masa depan. Orang-orang yang
memegang kepemimpinan perlu memiliki pandangan jauh ke depan tentang
organi-sasinya; mereka ingin mengembangkan organisasinya itu menjadi organisasi
yang bagaimana, yang mampu berfungsi apa dan bagaimana, yang mampu memproduksi
benda dan jasa apa dan yang bagaimana, serta untuk dapat disajikan kepada
siapa. Visi ini seharusnya berjangka panjang, misalnya 10 tahun atau 25 tahun
ke dapan, agar dapat memfasilitasi usaha-usaha perbaikan mutu kinerja yang
berkelanjutan.
c.. M i s i :
Mengapa kita
ada dalam organisasi ini. Apa tugas yang harus kita lakukan ? Jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan visi tersebut di atas. Bagaimana visi
itu akan dapat diwujudkan. Tugas-tugas pokok apakah yang harus dilakukan oleh
organisasi agar visi atau kondisi masa depan organisasi tadi dapat diwujudkan.
Rumusan tentang misi organisasi ini juga seharusnya dapat dikuasai dengan baik
dan jelas oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan agar mereka dapat memberi
arahan yang benar dan jelas kepada orang-orang lain.
d. Nilai-nilai
Prinsip-prinsip
apa yang diyakini sebagai kebenaran yang berfungsi sebagai pedoman dalam
menjalankan tugas organisasi, dan ingin agar orang lain dalam organisasi juga
mengadopsi prinsip-prinsip tersebut. Misalnya mutu, fokus pada pelanggan,
disiplin, kepelayanan adalah nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh
orang-orang yang memegang kepemimpinan MMT.
e. Kebijakan
Ialah
rumusan-rumusan yang akan disampaikan kepada orang-orang dalam organisasi
sebagai arahan agar mereka mengetahui apa yang harus dilakukan dalam
menyediakan pelayanan dan barang kepada para pelanggan. Orang-orang yang
memegang kepemim-pinan harus mampu merumuskan kebijakan-kebijakan semacam itu
agar orang-orang dapat menyajikan mutu seperti yang diinginkan oleh organisasi.
f. Tujuan-tujuan Organisasi
Ialah hal-hal
yang perlu dicapai oleh organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek agar
memungkinkan orang-orang dalam organisasi memenuhi misinya dan mewujudkan visi
mereka. Tujuan-tujuan organisasi itu perlu dirumuskan secara kongkrit dan
jelas.
g. Metodologi :
Adalah rumusan
tentang cara-cara yang dipilih secara garis besar dalam bertindak menuju
pewujudan visi dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Metodologi ini terbatas
pada garis-garis besar yang perlu dilakukan dan bukan detil-detil teknik kerja.
Ketujuh hal yang sangat mendasar itu perlu dikuasai dan dalam
implementasi MMT hal itu akan dituangkan dalam merumuskan rencana strategis
untuk mutu. Tanpa kemampuan merumuskan ketujuh hal itu secara spesifik dan
mengkomunikasikannya kepada orang-orang dalam organisasi, sulit bagi
orang-orang itu untuk mewujudkan mutu seperti yang diinginkan.
D.
Manajemen
Kepemimpinan
Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok kerja yang
memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokus kepada individu. Hal
ini akan berakibat tumbuh berkembangnya kerjasama dalam kelompok-kelompok.
Motivasi individu akan menjadi tugas semua orang dalam kelompok, jadi kelompok
kerja menjadi sumber motivasi bagi setiap ang-gota dalam kelompok. Karena
pimpinan selalu menilai kinerja kelompok, bukan individu, maka ma-sing-masing
kelompok akan berusaha memacu kerjasama yang sebaik-baiknya, kalau perlu dengan
menarik-narik teman sekelompoknya yang kurang benar kerjanya.
Kepemimpinan Manajemen tidak selalu membuat keputusan sendiri dalam
segala hal, tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik kalau
dia yang memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada
ke-lompok-kelompok yang ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan terutama
untuk hal-hal yang menyangkut cara melaksanakan pekerjaan secara teknis.
Orang-orang yang ada dalam kelompok-kelompok kerja yang sudah mendapatkan
pelatihan dan sehari-hari melakukan pekerjaan itulah yang lebih tahu bagaimana
melakukan pekerjaan dan karenanya menjadi lebih kompeten untuk membuat
keputusan dari pada sang pimpinan.
Setiap upaya meningkatkan mutu kinerja, apakah itu dalam
mengha-silkan barang atau menghasilkan jasa, pada dasarnya selalu diperlukan
adanya perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan adanya mutu yang lebih baik
jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa perubahan tidak akan terjadi
peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa diciptakan oleh pemimpin, tetapi tidak
perlu harus selalu berasal dari pimpinan, sebab kemampuan pemim-pinpun
terbatas. Oleh karena itu pemimpin justru perlu merangsang timbulnya
kreativitas di ka-langan orang-orang yang dipimpinnya guna menciptakan hal-hal
baru yang sekiranya akan menghasilkan kinerja yang lebih bermutu. Seorang
pemimpin tidak selayaknya memaksakan ide-ide lama yang sudah terbukti tidak
dapat menghasilkan mutu kinerja seperti yang diharap-kan. Setiap ide baru yang
dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu dari manapun asalnya
patut disambut baik. Orang-orang dalam organisasi harus dibuat tidak takut
untuk berkreasi, dan orang yang terbukti menghasilkan ide yang bagus harus
diberi pengakuan dan penghargaan.
Seorang pimpinan Manajemen selalu mendambakan pembaharuan, sebab
dia tahu bahwa hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih
baik. Oleh karena itu dia harus selalu mendorong semua orang dalam
organisasinya untuk berani melakukan inovasi-inovasi, baik itu menyangkut cara
kerja maupun barang dan jasa yang dihasilkan. Tentu semua itu dilakukan melalui
proses uji coba dan evaluasi secara ketat sebelum diadopsi secara luas dalam
organisasi. Sebaliknya seo-rang pimpinan tidak sepatutnya mempertahankan
kebiasaan-kebiasaan kerja lama yang sudah terbukti tidak menghasilkan mutu
seperti yang diharapkan olah organisasi maupun oleh para pe-langgannya.
Manajemen selalu mengupayakan adanya kerjasama dalam tim, kelompok,
atau dalam unit-unit organisasi. Program-program mulai dari tahap peren-canaan
sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya dilaksanakan melalui kerjasama, dan bukan
Pemimpin Manajemen selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan
an-tisipatif. Pemimpin Manajemen tidak hanya bertindak reaktif yang mulai
mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah. Pimpinan yang proaktif selalu
bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan kesulitan di masa yang akan
datang. Setiap rencana tindakan sudah difikirkan akibat dan konsekuensi yang
bakal muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana cara untuk mengeliminasi
hal-hal yang bersifat negatif atau sekurang berusaha meminimalkannya. Dengan
demikian ke-hidupan organisasi selalu dalam pengendalian pimpinan dalam arti
semua sudah dapat diper-hitungkan sebelumnya, dan bukannya memungkinkan
munculnya masalah-masalah secara me-ngejutkan dan menimbulkan kepanikan dalam
organisasi. Tindakan yang reaktif biasanya sudah terlambat atau setidaknya
sudah sempat menimbulkan kerugian atau akibat negatif lainnya.
Sudah dikatakan sebelumnya bahwa orang adalah sumberdaya yang
paling utama dan paling berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu SDM
harus selalu mendapat perhatian yang besar dari pimpinan Manajemen dalam arti
selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan agar kemampuan-kemampuannya selalu
meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kemampuan yang meningkat itulah SDM itu
dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu kinerjanya. Program-program
pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang bersifat memberdayakan SDM
harus dilembagakan dalam arti selalu direncanakan dan dilaksa-nakan bagi setiap
orang secara bergiliran sesuai keperluan dan situasi
Bila berbicara tentang mutu tentu akan terlintas adanya mutu yang
tinggi dan mutu yang rendah. Bila dikatakan bahwa kinerja suatu organisasi itu
tinggi tentu karena dibandingkan dengan mutu organisasi lain yang kenyataannya
lebih rendah. Artinya mutu tentang segala sesuatu itu sifatnya relatif, bukan
absolut. Setidaknya begitulah pengertian mutu menurut Manajemen. Pimpinan dalam
Manajemen dianjurkan melakukan pem-bandingan dengan organisasi lain,
membandingkan mutu organisasinya dengan mutu organisasi lain yang sejenis.
Kegiatan ini disebut benchmarking. Pimpinan Manajemen selalu berusaha menya-mai
mutu kinerja organisasi lain dan kalau bisa bahkan berusaha melampaui mutu
organisasi lain. Bila pimpinan berbicara tentang mutu organisasi lain dan
kemudian ingin menyamai atau melebihi mutu organisasi lain itu, berarti pmpinan
itu berbicara tentang persaingan. Setiap organisasi berusaha mendapatkan
pelanggan yang lebih banyak dan yang berciri lebih baik. Usaha ini hanya akan
berhasil kalau organisasi itu mampu berkinerja yang mutunya lebih tinggi dari
organisasi lain. Ini persaingan. Manajemen dikembangkan untuk memenangkan
persaingan. Oleh karena itu pimpinan Manajemen selalu harus menyadari adanya
persaingan dan berbicara tentang itu dengan orang-orang dalam organisasinya.
Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan perilaku
orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang cenderung menim-bulkan rasa
senang dan puas pada fihak pelanggan-pelanggannya perlu dibina oleh pimpinan.
Demikian pula budaya organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai tertentu
yang relevan dengan mutu yang diinginkan oleh organisasi itu juga perlu dibina.
Misalnya dalam lembaga pendidikan perlu dikembangkan budaya yang menjunjung
tinggi nilai-nilai belajar, kejujuran, kepelayanan, dan sebagainya.
Nilai-nilai yang merupakan bagian dari budaya organisasi itu harus
menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku dalam organisasi. Namun demikian
ka-rakter dan budaya organisasi itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim
organisasi itu menunjang. Olah karena itu pimpinan juga harus selalu membina
iklim organisasinya agar kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan
budaya organisasi tadi. Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan sistem
penghargaan yang mendorong orang untuk bekerja dan berprestasi lebih baik. Atau
pimpinan yang selalu berusaha berperilaku sedemikian rupa hingga dapat menjadi
model yang selalu dicontoh oleh orang-orang lain.
Pemimpin Manajemen tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada
dirinya, tetapi akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan
hanya me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang
pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan
pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap
ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau bersifat
teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya.
Dalam banyak hal bahkan pengambilan keputusan itu diserahkan kepada tim atau
kelompok kerja tertentu.
Dengan demikian ketergantungan organisasi pada pimpinan akan sangat
kecil, tetapi sebagian besar dari orang-orang dalam organisasi itu memiliki
kemandirian yang tinggi. Kondisi semacam ini tentu saja akan tercapai melalui
penerapan Manajemen yang baik dan benar, dan setelah melalui proses pembinaan
yang panjang. Makin banyak dari kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh
pimpinan Manajemen semakin baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin
baiklah suasana kerja yang kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah
dorongan yang diberikan kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk
meningkatkan mutu kinerjanya. Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan
di-praktekkan oleh semua pimpinan , dari yang tertinggi sampai yang terrendah,
sehingga akhirnya akan menjelma menjadi pola tindak yang normatif dari semua
unsur pimpinan.
E. Cara Berfikir Kelompok Pimpinan
tentang Mutu
Dari pengalaman organisasi-organisasi yang telah menerapkan
Manajemen dapat ditarik pelajaran bahwa agar organisasi itu berhasil dalam
meningkatkan mutu kinerjanya secara terus-menerus diperlukan adanya kelompok
pimpinan atau manajemen yang memiliki cara berfikir tentang mutu yang berbeda
dengan cara berfikir pimpinan organisasi yang tidak menerapkan MMT. Berikut ini
butir-butir yang menggambarkan cara berfikir pimpinan MMT tentang mutu.
1.
Perbaikan
mutu menghemat waktu dan uang.
Cara berfikir
semacam itu berbeda dengan cara berfikir konvensional yang biasa mengatakan
bahwa perbaikan mutu selalu memerlukan uang dan waktu. MMT diterapkan untuk
jangka panjang, dan perbaikan mutu tidak untuk sesaat tetapi untuk seterusnya
dan selamanya. Perbaikan mutu pada awalnya mungkin memerlukan dana, tetapi
tidak selalu harus demikian, sebab untuk mencapai mutu yang lebih baik mungkin
diperlukan pelatihan bagi orang-orang tertentu, atau memerlukan perbaikan
peralatan dan fasilitas kerja, meski inipin tidak selalu harus demikian.
Sesudah investasi awal itu kemudian tidak diperlukan lagi penge-luaran ekstra,
bahkan dalam jangka yang agak panjang perbaikan mutu itu malah akan
menghasilkan penghematan uang dan waktu. Tujuan utama diterapkannya MMT selain
memuaskan pelanggan adalah efisiensi. Ini berarti penghematan dari cara-cara
sebelumnya, atau bekerja dengan biaya lebih rendah tetapi dengan hasil yang
lebih baik.
2.
Pekerjaan
adalah sistem terpadu dari beberapa proses.
Persepsi
semacam ini jelas sangat berbeda dengan cara berfikir kovensional yang melihat
pekerjaan tidak sebagai suatu sistem yang terpadu tetapi sebagai rangkaian
peristiwa. Jika orang melihat pekerjaan sebagai suatu sistem yang terpadu
berarti masih tetap mengakui adanya bagian-bagian dari pekerjaan yang terpisah,
namun bagian-bagian itu tetap berkaitan satu dengan lainnya dan memiliki
hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung (interdependent). Perguruan
tinggi memiliki bagian-bagian atau unit-unit, memiliki banyak jenis pekerjaan
dan kegiatan, serta memiliki banyak orang yang bekerja di dalam-nya. Jelas
mereka tidak cukup hanya dengan bekerja sendiri-sendiri secara terpisah, tetapi
mereka harus bekerjasama, berinteraksi satu sama lain, tolong menolong, saling
melayani, sebab hasil akhir dari perguruan tinggi itu adalah totalitas dari
pekerjaan semua bagian dan semua orang itu.
Bahkan mutu
pekerjaan satu bagian sering sangat tergantung pada mutu pekerjaan bagian lain
yang merupakan masukan bagi bagian yang pertama. Jadi agar suatu perguruan
tinggi bermutu, semua bagian, semua fungsi dan semua pekerjaan perlu diupayakan
agar bermutu sebagai satu sistem. Tidak cukup bila hanya salah satu atau
beberapa bagian saja yang bermutu. Namun dalam implementasinya bila tidak
mungkin meningkatkan semua jenis pekerjaan secara simultan, maka bisa ditempuh
cara bertahap, yang dengan cermat dipilih jenis-jenis pekerjaan mana yang
secara strategis perlu ditingkatkan mutunya lebih dahulu.
3.
Pekerjaan
betapapun besar dan banyaknya bila tanpa kualitas tidak ada artinya.
Ini berarti bahwa
kualitas atau mutu pekerjaan lebih penting dari kuantitas atau jumlah. Dalam
dunia pendidikan hal itu jelas sekali. Suatu perguruan tinggi memiliki banyak
dosen dan mahasiswa tetapi yang pada umumnya tidak bermutu sebenarnya tidak
banyak artinya bagi perguruan yang mendambakan perguruan yang bermutu.
Pendidikan yang tidak bermutu betapapun banyaknya lulusan yang dikeluarkan
kiranya tidak ada artinya bagi kemajuan suatu bangsa dan negara.
4.
Mutu
menyatu dengan cara kerja dari awal.
Mutu hasil
kinerja yang berupa barang atau jasa adalah hasil dari cara kerja yang
diterapkan dalam pekerjaan. Oleh karena itu cara kerja yang berupa prosedur dan
proses kerja menjadi sangat penting untuk menghasilkan kinerja yang bermutu.
Prosedur dan proses kerja sejak awal hingga akhir perlu dirancang dan
ditentukan sedemikian rupa hingga menjamin tercapainya mutu kinerja yang baik
seperti yang diinginkan untuk dapat memu-askan semau pelanggannya. Mutu barang
atau jasa bukan sekedar hasil dari pemeriksaan pada akhir proses kerja,
melainkan menyatu dengan cara kerja dari awal hingga akhir.
5.
Mutu
dapat dicapai melalui pelatihan yang lebih baik bagi karyawan yang telah ada
plus kepemimpinan yang bermutu.
Salah satu
kunci penting untuk keberhasilan meningkatkan mutu secara berkelanjutan adalah
pelatihan yang relevan dan efektif. Semua karyawan dapat diharapkan
meningkatkan mutu kinerjanya bila telah mendapatkan pelatihan yang tepat,
demikian pula semua pemimpin dapat memimpin penyelenggaraan MMT dengan berhasil
bila mendapatkan pelatihan un-tuk itu. Cara berfikir semacam itu berbeda dengan
cara berfikir konvensional yang mengatakan bah-wa untuk mendapatkan mutu perlu
(perekrutan) karyawan yang lebih baik.
6.
Mutu
yang cukup hanyalah bila semua pekerjaan menghasilkan yang terbaik.
Mutu se-macam
itu memang tidak mungkin dicapai dengan sekali usaha tetapi melalui usaha yang
terus menerus yang setiap kali diusahakan bisa mencapai perbaikan sedikit demi
sedikit, yang dalam jangka yang agak panjang akan bisa mencapai mutu yang
sempurna. Inipun pada waktunya dapat disempurnakan lagi sehingga sebenarnya
usaha perbaikan mutu tidak pernah ada akhirnya. Mutu memang tidak berbatas,
selalu dapat ditingkatkan. Pimpinan konvensional berfikir kalau 90% peker-jaan
sudah baik adalah sudah cukup. Di bidang pendidikan dan akademis standar mutu
itu jelas selalu bergerak ke atas dan harus selalu dikejar. Jadi jangan pernah
berhenti berusaha meningkatkan mutu kinerja.
7.
Mutu
berarti perbaikan yang berkelanjutan.
Ini adalah cara
berfikir sebagai kelanjutan dan konsekuensi pemikiran tersebut pada butir ke-6
di atas. Ini berbeda dengan konsep management by objective yang mengartikan
mutu sebagai pencapaian tujuan yang ditentukan sebelumnya. Kedua cara berfikir
itu tidak perlu dianggap berbeda bila pekerjaan dibagi-bagi menjadi beberapa
tahapan dan untuk setiap tahap ditentukan tujuannya yang selalu meningkat dari
awal sampai akhir.
8.
Para
pemasok adalah mitra kerja.
Pekerjaan dalam
suatu organisasi selalu bersifat mengolah atau memroses masukan (barang, jasa
dan/atau orang) yang dipasok oleh orang lain. Mutu kinerja organisasi itu
dipengaruhi oleh mutu masukannya. Kalau organisasi itu memperlakukan para
pemasok sebagai mitra kerjanya, ia dapat mengharap mendapatkan mutu pasokan
(masukan) yang baik. Sebaliknya bila pemasok itu diperlakukan sebagai
pesaingnya atau lawan usahanya, maka para pemasok itu sulit diharapkan mau
memasok masukan yang bermutu. Jadi tidak benar bahwa mutu kinerja itu tidak ada
kaitannya dengan pemasok. Dalam bidang pendidikan tinggi, mahasiswa adalah
masukan yang dipasok oleh lembaga-lembaga pendidikan menengah. Sudahkah
perguruan tinggi memperlakukan sekolah-sekolah menengah itu sebagai mitra
kerjanya.
9.
Pelanggan
adalah bagian integral dari organisasi.
Mengapa
demikian, Karena sejak awal pekerjaan organisasi itu direncanakan antara lain
dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebu-tuhan dan harapan-harapan pelanggan.
Jadi para pelanggan (eksternal) itu sejak awal diharapkan memberi masukan
kepada organisasi, dan karena itulah mereka dikatakan merupakan bagian integral
dari organisasi. Tanpa memper-timbangkan kebutuhan dan harapan para pelanggan,
tidak pernah diketahui apakah hasil kerja itu akan bisa memuaskan pelanggan
atau tidak. Jadi agar organisasi dapat merencanakan kerja yang bermutu perlu
para pimpinan organisasi itu melihat para pelanggan sebagai bagian integral
dari organisasi, dan bukan sebagai orang-orang luar yang akan ditawari produk
kerja organisasi.
Cara berfikir
seperti digambarkan pada sembilan butir di atas sangat perlu untuk diadopsi oleh
para pimpinan yang organisasinya menerapkan Manajemen untuk selalu bisa
menggerakkan orang-orang dan organisasinya meningkatkan mutu kerjanya secara
berkelanjutan. Cara berfikir tentang mutu semacam itu akan menjadi bagian dari
kepribadian pemimpin yang mendambakan mutu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
•
Peran
pemimpin dalam memotivasi seluruh karyawannya untuk meningkatkan etos kerja
dari masing-masing karyawan adalah sangat penting, dan salah satu sarat sebagai
seorang pemimpin selain memberikan keputusan yang cepat dan tepat, karena semangat
setiap manusia adakalanya turun atau hilangnya semngat kerja. Seperti dalam
agama “Al-imanu yazidu wa yankusu” artinya iman itu kadang bertambah dan kadang
berkurang. Dan juga tidak lepas dari hakikat manusia adalah tempat salah dan
lupa. Maka dari itu seorang pemimpin haruslah lihai untuk memberikan motivasi
atau seorang motivator kepada seluruh karyawan atau anggotanya. Baik itu dalam
lembaga pendidikan atau yayasan, perusahaan ataupun di organisasi-orgabisasi
masyarakat.
B. SARAN
Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat
rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan
untuk mencapai tujuan bersama. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan pada
prinsip-prinsip belajar seumur hidup, berorientasi pada pelayanan dan membawa
energi positif. Maka untuk menjadi seorang pemimpin haruslah mempunyai
pengetahuan dan jiwa pemimpin
Pemimpin Manajemen tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada
dirinya, tetapi akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan
hanya me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang
pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan
pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap
ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau bersifat
teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya
DAFTAR PUSTAKA
As’ad,
Mohammad. 1986. Kepemimpinan effektif dalam perusahaan: suatu pendekatak
psikologik. Yogyakarta:Liberty, cet. Ke-2
Hamzah B, Uno. 2007. Treori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis
Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Indrawijaya, Adam I. 1987. Perilaku Organisasi. Bandung:
Sinar Baru, cet. Ke-4.
James K. Van
Fleet. 1973. 22 Manajemen Kepemimpinan. Jakarta:Mitra Usaha
John, Adair. 2008. Kepemimpinan yang Memotivasi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Purwanto, Yadi,
2001, Makalah: Manajemen. Jakarta: PT. Cendekia Informatika
R. Achmad, Rustandi. 1987. Gaya Kepemimpinan(Pendekatan Bakat
Situasional). Jakarta: Armico
Riva’I,
Veithzal. 2004. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada
Sondang P,
Siagian. 2002. Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sopiah.2008. Perilaku
Organisasional. Yogyakarta: Penerbit Andi
No comments:
Post a Comment