KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun
ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah serta
inayah-Nya, sehingga semua pembaca masih bisa beraktifitas sebagaimana
mestinya, begitupun dengan penyususun makalah ini. Sehingga dapat tersusun makalah dengan judul
“Karakteristik Perkembangan Sosial dan Moral Peserta Didik”.
Makalah ini berisi tentang definisi, tahapan, faktor
yang mempengaruhi dan karakteristik perkembangan moraldan sosial peserta didik
serta implikasinya dalam dunia pendidikan. Terimakasih penyususn ucapkan kepada
rekan seperjuangan yang telah membantu, baik langsung berupa perbuatan dan juga
tak langsung berupa doa untuk penyusunan makalah ini, sehingga dapat
terselesaikan tepat waktu. Paling utama terimakasih penyusun ucapkan kepada
dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan Agama Islam, Devi Pramitha, M.Pd.I yang telah membimbing penyusun sehingga makalah ini
dapat tersususn denga insyaallah baik dan benar.
Harapan penyusun, dengan
tersusunnya makalah “Karakteristik
Perkembangan Sosial dan Moral Peserta Didik” dapat
memberikan manfaat , serta memperluas pengetahuan tentang psikologi pendidikan
agama Islam tersebut untuk pembaca dan penyusunnya. Kemudian, penyusun kembali
pada fitrah manusia yang tak pernah lepas dari salah dan dosa juga jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu pula penyusun meminta maaf bila terdapat
kekurangan dalam makalah ini. Tak lupa untuk memperbaiki kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini penyususn juga meminta kritik dan saran atas
makalah ini.
Malang, 29 Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Judul................................................................................ i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
merupakan aspek yang
sangat penting dalam kehidupan, dimana aspek yang menjadi subjek yang penting
dalam hal ini adalah peserta didik. Pendidikan yang diberikan tidak hanya dalam
lingkup akademik namun mendidik disini dimaksutkan untuk membentuk kepribadian
yang sesuai dengan norma hukum dan agama. Setiap peserta didik bersifat khas
dan unik karena setiap peserta didik itu berbeda.
Dalam pendidikan dan pembelajaran
diperlukan sesuatu pengetahuan akan perkembangan-perkembangan yang terjadi pada
peserta didik. Dimana aspek-aspek peserta didik cukup banyak seperti
perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan moral, perkembangan
sosial atau kesadaran beragama atau lain sebagainya. Setiap aspek-aspek
tersebut dapat dikadi berdasarkan fase-fasenya untuk membantu dalam memahami
cara belajar dan tentunya sikap maupun tingkah laku peserta didik. Selain itu,
aspek pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik juga merupakan
pendidikan moral sosial untuk membentuk pribadi-pribadi yang sesuai dengan
harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan pendidikan bangsa Indonesia.
Di dalam kehidupan
bermasyarakat arti nilai sebuah moral sangat penting. Dalam hal ini orang dapat
dikatakan bermoral apabila dalam menjalani kehidupan sesuai dengan aturan yang
berlaku, dalam kehidupan manusia tidak bisa hidup sendiri atau dengan kata lain
manusia dengan manusia yang lain melakukan interaksi. Pengalaman berinteraksi bagi
orang lain menjadi pemicu dalam memahami tentang perilaku mana yang baik
dikerjakan dan yang tidak baik dikerjakan. Sedangkan moralitas merupakan
kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip moral.
Perkembangan moral merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku
seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan
ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan itu sendiri
merupakan proses perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi
organ-organ jasmaniah, dan bukan pada organ jasmani tersebut, sehingga
penekanan arti perkembangan terletak pada kemampuan organ psikologis.
Selain
itu perkembangan moral hampir
dapat dipastikan merupakan perkembangan sosial, sebab perilaku mmoral pada
umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa
hanya akan berprilaku sosial tertentu secara memadai apabila meguasai pemikiran
norma perilaku moral yang diperlukan seperti proses perkembangan yang lainnya,
proses perkembangan moral selalu berkaitan dengan proses belajar, belajar itu
sendiri memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi dengan
kompetensi-kompetensi yang dimiliki. Konsekuensinya, kualitas hasil
perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya
belajar sosial), baik di lingungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan
masyarakat. Jadi proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam
bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral agama, moral
tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku didalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, terbentuk beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud perkembangan moral dan sosial ?
2. Bagaimana tahapan-tahapan perkembangan moral dan
sosial ?
3. Apa saja faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan moral dan sosial?
4. bagaimana karakteristik
perkembangan moral dan sosial ?
5. Bagaimana implikasi
perkembangan moral dan perkembangan sosial terhadap penyelenggaraan pendidikan
?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
pengertian perkembangan moral dan perkembangan sosial
2. Untuk memahami
tahapan-tahapan perkembangan moral dan perkembangan sosial
3. Untuk mengetahui
faktor-faktor perkembangan moral dan perkembangan sosial
4. Untuk mengetahui
karakteristik perkembangan moral dan perkembangan sosial
5. untuk memahami
implikasi perkembangan sosial terhadap penyelenggaraan pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Moral Peserta Didik
1. Definisi Perkembangan Moral.
Secara etimologi istilah
moral berasal dari bahasa latin mos, moris (adat istiadat, kebiasan,
cara tingkah laku, kelakuan) mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak,
akhlak). Sedangkan moralits merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan prinsip-pprinsip,
peraturan, dan nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral tersebut antara lain,
seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, atau larangan untuk tidak berbuat
jahat kepada orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa moral merupakan tingkah
laku manusia yang berdasarkan atas baik-buruk dengan landasan nilai dan norma
yang berlaku didalam masyarakat. [1]
Seseorang dikatakan
bermoral apabila ia mempunyai pertimbangan baik dan buruk yang ditunjukkan
melalui tingkah lakunya yang sesuai dengan adat dan sopan santun. Sebaliknya
seseorang dikatakan memiliki perilaku tak bermoral apabila perilakunya tidak
sesuai dengan harapan sosial yang disebabkan dengan ketidak setujuan dengan
standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri. Selain itu
ada perilaku amoral atau nonmoral yang merupakan perilaku yang tidak sesuai
dengan harapan sosial yang lebih disebabkan karena ketidak acuhan terhadap
harapan kelommpok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standar
kelompok.
Perkembangan moral adalah
perkembangan yang berkaitan dengan aturan mengenai apa yag seharusnya dilakukan
oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral juga
merupakan perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak
berkenaan dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau standar nila yang berlaku
dalam kelompok sosial. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral akan
tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yag siap untuk dikembangkan.
Melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain anak belajar memahami
tingkah laku mana yang buruk atau tidak boleh dilakukan sehingga terjadi
perkembangan moral anak tersebut.[2]
Perkembangan moral
dijelaskan diatas bahwa nilai-nilai moral untuk berbuat baik kepad orang lain,
atau larangan untuk tidak berbuat jahat kepada orang lain. Tapi, bilamana
peserta didik yang dilahirkan dikalangan yang kondisi moral masyarakatnya tidak
baik. Dan dia melakukan suatu tindakan yang baik menurut lingkungannya, akan
tetapi dilingkungan lain tindakan tersebut dianggap tidak baik atau tidak
bermoral. Sehingga perkembangan moral yang dialami oleh peserta didik itu
terasa abstrak. Karena melihat lingkungan tempat dia berkembang berbeda. Dan
indikator baik dan tidak baik melihat situasi dan kondisi masyarakat yang
berlaku dilingkungan tersebut.
2. Tahapan Perkembangan Moral Peserta Didik.
Tahapan
perkembangan moral Kohlberg adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral
seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan
oleh Lawrence Kohlberg tahapan tersebut dibuat saat dia belajar di University
Of Chicago berdasarkan teori yang dia buat setelah terinspirasi hasil kerja
Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadp dilema moral. Ia
menulis disertasi Doktornya pada tahun 1998 yang menjadi awal dari apa yang
sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Teori itu berpandangan
bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam
tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Yang mengikuti perkembangan
dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang
menyatakan bahwa logika dan moralits perkembangannya melalui tahapan-tahapan konstruktif.
Keenam tahapan tersebut dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
·
Pra Konvensional
·
Konvensional
·
Pasca-Konvensional
Tingkatan pra konvensional
dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga
dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam
tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan
konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal
dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
Dalam Tahap Pertama,
individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan
mereka yang dirasakan sendiri. Contoh: suatu tindakan dianggap salah secara
moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman yang
diberikan dianggap semakin salah tindakan tersebut. Sebagai tambahan, ia tidak
tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan
ini bisa dilihat sebagai sejenis pandangan otoriterisme.[3]
Tahap Dua, menempati posisi apa
untungnya buat saya perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling
dinikmatinya. Penalaran tahap kedua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan
orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpegaruh terhadap
kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan aku juga akan garuk
punggungmu.” Dalam tahap dua perhatian kepada orang lain tidak didasari oleh
loyalitas atau faktor yang bersikap intrinsik. Kekurangan perspektif tentang
masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontak sosial, sebab semua tindakan dilakukan
untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua
perspektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara normal.
Konvensional pada umumnya
pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang ditahapan ini menilai moralitas
dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan
masyarakat.pasca-konvensional
Kenyataan bahwa
individu-individu adlah intensitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi
semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif
masyarakat. Akibat hakikat mendahului orang lain ini membuat tingkatan
pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-kovensional.[4]
Dalam penjelasan
perkembangan moral pada peserta didik diatas, perlu adanya pengawasan dan
kontrol serta arahan dari lingkungan keluarga, moral, maupun masyarakat. Agar
peserta didik ini memliki moral yang baik di masyarakat kelak.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
perkembangan adalah proses
perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah
dan bukan pada organ jasmani. Arti perkembangan terletak pada peyempurnaan
fungsi psikologis yang termanifestasi pada kemampuan organ fisiologis dan
proses perkembangan akan berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Dalam
perkembangan moral tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal seperti berikut:
a. konsisten dalam
mendidik anak, ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam
melarang dan membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku
anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila
dilakukan kembali pada waktu lain.
b. sikap orangtua dalam
keluarga, secara tidak langsung, sikap orang tua terhadap anak, sikap ayah
terhadap ibu, atau sebaliknya dapat mempengeruhi perkembangan moral anak, yaitu
melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang otoriter cenderung
melahirkan sikap disiplin kepad seorang anak, sedangkan sikap yang acuh tak
acuh, atau sikap masa bodoh, cenderung mengembangkan sikap tidak bertanggung
jawab dan kurang memperdulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya
dimilik oleh orang tua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah dan
konsisten.
c. penghayatan dan
pengamalan agama yang dianut, orangtua merupakan panutan bagi anak, disini
termasuk panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan
iklim yang religius (agamis), dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan
tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan
moral yang baik.
d. sikap konsisten
orangtua dlam menerapkan norma, orangtua yang tidak menghendaki anaknya
berbohong atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku
berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak agar
berlaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab atau taat beragama,
tetapi orangtua menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak akan mengalami
konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidak konsistenan orangtua sebagai
alasan untuk tidak melakukan apa yang diinginkan oleh orangtuanya, bahkan
mungkin dia akan berperilaku seperti orangtuanya.[5]
Faktor yang mempengaruhi
perkembangan moral anak sebagaimana yang dijelaskan diatas, alangkah orangtua
juga menyadari bahwa apa yang mereka perlihatkan dan mereka ajarkan kepada anak
akan terekam di ingatan anak. Dan akan menjadi contoh berperilaku mereka. Jadi
untuk orangtua harus mengawasi dan mengontrol dengan hati-hati perkembangan
moral anak baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
4. Karakteristik Perkembangan Moral Peserta Didik
dari beberapa penjelasan
diatas dapat kita ketahui karakteristik-karakteristik perkembangan moral
diantaranya, Meningkatkan kemampuan kognitif dari berfikir kongkrit menjadi
kemampuan berfikir abstrak. Peningkatan kemampuan berfikir berkaitan dengan
peningkatan kemampuan bertingkah laku moral. Dengan dicapainya kemampuan
berfikir abstrak, dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis
maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada
waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar
hidup mereka. Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai
tumbuhnya kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang
ada karena dianggap sesuatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggung
jawabkannya secara pribadi. Pada perkembangan moral ini anak atau peserta didik
mempunyai dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik
oleh orang lain. Anak berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya,
tetapi psikologis. Adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain
terhadap perbuatannya.[6]
Karakteristik yang
dijelaskan, timbul kesadaran bagi peserta didik dengan kondisi dan situasi yang
ada memberika ia kematangan dalam berfikir kongkrit tentang apa yang ia
butuhkan dalam kehidupannya.
5. Implikasi Perkembangan Moral Terhadap Dunia Pendidikan
Perkembangan moral anak dapat
berlangsung memalui beberapa cara, salah satunya melalui pendidikan langsung.
Pendidikan langsung yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku
yang benar-salah atau baik-buruk oleh orangtua dan gurunya. Selain lingkungan
keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi sarana kondusif bagi pertumbuhan
dan perkembangan moral peserta didik. Untuk itu, sekolah diharapkan dapat
berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak
dalam perkembangan moral dan segala aspek kepribadiannya.
Pendidikan moral dikelas
hendaknya dihubungkan dengan kehidupan yang ada diluar kelas. Dengan demikian,
pembinaan perkembangan moral peserta didik sangat penting karena percuma saja
jika mendidik anak-anak hanya untuk menjadi orangtua yang berilmu pengetahuan,
tetapi jiwa dan wataknya tidak dibangun dan dibina.[7]
Penjelasan implikasi
perkembangan moral merupakan pemberian pengetahuan dan teladan yang baik dan
seimbang yang akan dapat dirasakan hasil yang baik pula oleh diri peserta didik
sendiri, keluarganya, lingkungan dan masyarakat.
B. Perkembangan Sosial Peserta Didik
1. Definisi Perkembangan Sosial
Pada pembahasan berikut
ini, terdapat beberapa pengertian mengenai perkembangan sosial yang dikemukakan
oleh para ahli, diantaranya seperti berikut ini: Menurut Hurlock, perkembangan
sosial berarti “perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan
sosial”. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat (sozialized) memerlukan
tiga proses. Diantaranya adalah belajar berprilaku yang dapat diterima secara
sosial.[8]
Sedangkan menurut Ahmad Susanto, perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartika sebagai proses belajar
untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi,
meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi serta bekerja
sama.[9]
Perkembangan sosial
biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan
diri dengan aturan-aturan yang berlaku didalam masyarakat dimana anak berada.
Perkembangan sosial diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajar dari
berbagai respons lingkungan terhadap anak. Dalam periode prasekolah, anak
dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan berbagai orang dari berbagai
tatanan, yaitu keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Menurut berbagai pendapat
diatas, perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Baik itu dalam tatanan keluarga, sekolah dan masyarakat.
2. Tahapan Perkembangan Sosial Peserta Didik dan Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Sosial
Menurut
Abu Ahmadi yang mengutip dark Charlotte Buhler menjelaskan,
tingkatan perkembangan sosial anak menjadi 4 (empat) tingkatan sebagai berikut:
a. Tingkatan Pertama
Sejak dimulai umur 0,4/0,6
tahun, anak mulai mengadakan reaksi positif terhadap orang lain, antara lain ia
tertawa karena mendengar suara orang lain.
b. Tingkatan Kedua
Adanya rasa bangga dan
segan yang terpancar dalam gerakan dan mimiknya, jika anak tersebut dapat
mengulangi yang lainnya. Contoh: anak yang berebut benda atau mainan, jika
menang dia akan kegirangan dalam gerak dan mimik. Tingkatan ini biasa terjadi
pada anak usia ±2 tahun keatas.
c. Tingkatan Ketiga
Jika anak lebih dari umur
±2 tahun, mulai timbul perasaan simpati (rasa setuju) atau rasa antipati (tidak
setuju) kepada orang lain, baik yang sudah dikenalnya atau belum.
d. Tingkatan Keempat
Pakhir masa tahun kedua
atau akhir masa umur dua tahun, anak telah menyadari akan pergaulannya dengan
anggota keluarga, anak timbul keinginan untuk ikut campur dalam gerak dan
lakunya. Dan pada usia empat tahun, anak makin senang bergaul dengan anak lain
terutama teman yang usianya sebaya. Ia dapat bermain dengan anak lain berdua
atau bertiga, tetapi bila lebih banyak anak lagi biasanya mereka akan
bertegkar. Kemudian pada usia 5-6 tahun ketika memasuki usia sekolah, anak
lebih mudah diajak bermain dalam suatu kelompok. Ia juga mulai memilih teman
bermainnya, entah tetangga atau teman sebayanya yang dilakukan diluar rumah.[10]
Penjelasan diatas
ditunjukkan pada perkembangan sosial anak usia dini. Dimana pada usia dini
mereka sudah memulai berinteraksi dengan individu lain, meskipun masih dalam
lingkup yang kecil. Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam
artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan
sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan
orang-orang dilingkungannya.
Ditinjau dari sudut
psikososial, pendidikan adalah upaya penumbuh kembang sumber daya manusia
melalui proses hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi) yang berlangsung
dalam ligkungan masyarakat yang terorganisir, dalam hal ini masyarakat,
pendidikan dan keluarga. Sedangkan dalam merespon pelajaran dikelas misalnya,
siswa bergantung pada persepsinya terhadap guru pengajar dan teman-teman
sekelasnya. Positif atau negatifnya persepsi siswa terhadap guru dan
teman-teman itu sangat mempengaruhi kualitas hubungan sosial para siswa dengan
lingkungan sosial kelasnya dan bahkan mungkin dengan lingkungan sekolahnya.[11]
Hubunan sosial dimulai
dari tingkat yang sederhanadan terbatas yang didasari oleh kebutuhan yang
sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi semakin
kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat
kompleks. Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semakin bertambah usia
anak, maka semakin kompleks perkembangan sosialnya karena anak semakin
membutuhkan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Perkembangan sosial yang
terjadi mulai dari tahap pertama hingga tahap keempat yang dijelaskan diatas,
peserta didik perlu adanya arahan dan kontrol orangtua, lingkungan dan
masyarakat. Agar tahapan yang dilalui oleh anak dapat menjadi perkembangan
sosial yang baik bagi anak.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial
dipegaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: keluarga, kematangan anak, status
ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan
intelegensi[12].
a.
Keluarga,
keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tatacara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak
didik. Di dalam keluarga berlaku norma norma kehidupan keluarga, dan dengan
demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak. Proses
tujuan pendidikan yang mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan
oleh keluarga, pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menetapkan diri
terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
b.
Kematangan anak,
bersosialisasi merupakan kematangan fisik dan psikis untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Disamping itu, kemampuan
berbahasa ikut pula menentukan.
c.
Status social ekonomi, kehidupan
sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat.masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak
yang independent, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam
keluarga anak itu. “ia anak siapa?”, secara tidak langsung dalam pergaulan
sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku
didalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak
memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga”
status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud menjaga
status sosial keluarganya itu mengakibatkan menetapkan dirinya dalam pergaulan
sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak jadi
lebih toleransi dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan memebentuk kelompok
elit lain dengan normatif dirinya.
d.
Pendidikan, pendidikan
merupakan proses sosialisasi terarah. Hakikat pedidikan sebagai proses
pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak
didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang. Pendidikan
dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh
kehidupan keluarga, masyarakat dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang
benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar dikelembagaan
pendidikan (sekolah). Kepada peserta didik bukan hanya diperkenalkan kepada
norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan dengan norma lingkungan bangsa
(nasional) dan norma kehidupan antar bangsa. Etik pergaulan membetuk perilaku
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
e.
Kapasitas mental, emosi,
dan intelegensi kemampuan berfikir banyak mempengaruhi berbagai hal, hasil
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan
intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu
kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian
emosional secara seimbang sangat menetukan kebarhasilan dalam perkembangan
sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain
merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah
dicapai oleh remaja yang berintelektual tinggi.
Pendapat lain proses sosialisasi induvidu terjadi di tiga
lingkungan utama, yaitu linkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan
masyarakat. Yang pertama, lingkungan keluarga, anak mengembangkan pemikiran
sendiri yang merupakan pengukuhan dasar emosional dan optimisme sosial melalui
frekuensi dan kualitas interaksi dengan orang tua dan saudara-saudaranya.
Proses sosialisasi ini turut mempengaruhi perkembangan sosial dan gaya hidup
dihari-hari yang akan datang. Ada sejumlah faktor dalam keluarga yang sangat
dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan sosialnya, yaitu kebutuhan rasa
aman, duhargai, disayangi, diterima, dan kebebasan untuk menyatakan diri.
Kedua, lingkungan sekolah. Anak belaar membina hubungan
dengan teman-teman sekolahnya yang datang dari berbagai keluarga dan status dan
wearna sosial yang berbeda. Perluasan lingkungan sosial dalam sosialisasinya
merupakan faktor yang menantang atau mencemaskan dirinya. Para guru dan
teman-teman sekelas membentuk suatu sistem yang kemudian menjadi semacam
lingkungan norma bagi dirinya. Selama tidak ada pertentangan, selama itu pula
anak tidak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri. Namun, jika salah
satu kelompok lebih kuat dari lainnya, anak akan menyesuaikan dirinya dengan
kelompok dimana dirinya dapat diterima dengan baik.
Ketiga, dalam lingkungan masyarakat anak akan dihadapakan
dengan berbagai situasi dan masalah kemasyarakatan. Sebagaimana lingkungan
keluarga dan sekolah maka iklim kehidupan dalam masyarakat yang kondusif juga
sangat diharapkan kemunculannya dalam perkembangan sosial.[13]
Menurut penjelasan di atas dari aspek lingkungan
keluarga, kondisi ekonomi dan pendidikan berhubungan dengan perkembangan sosial
kematangan anak dalam berinteraksi, sekolah menjadi pengembang dan pembentuk
serta masyarakat sebagai wadah bagi anak untuk mengaplikasikannya memiliki
peran yang penting dalam memberikan pengaruhnya dalam perkembang sosial anak.
4. Karakteristik Perkembangan Sosial Peserta Didik
Pada usia ini anak mulai memiliki
kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif
(bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain).
Berkat perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok
teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses
belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau
dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga
fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar peserta
didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling
menghormati dan bertanggung jawab.
Pada masa remaja
berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang
lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut
sikap pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya. Pada masa ini juga
berkembang sikap “conformity”, yaitu kecendrungan untuk menyerah atau
mengikuti opini, pendapat, nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan
orang lain (teman sebaya). Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti
menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggungjawabkan
maka kemungkinan remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik.
Sebaliknya, apabila kelompoknya itu menampilkan pribadi yang melecehkan
nilai-nilai moral maka sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku
seperti kelompoknya tersebut.
Selama masa dewasa, dunia
dan personal dari individu menjadi lebih luasdan kompleks dibandingkan dengan
masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan
yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda beberapa hal
dari orang yang lebh muda. Perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh perubahan
fisik da kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh
peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan.
Selama periode ini orang melibatkan diri secara khusus dalam karir, pernikahan
dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan psikososial selama masa
dewasa dan tua ini ditandai denga tiga gejala penting, yaitu keintiman,
generatif dan integritas.[14]
Penjelasan diatas
memberikan gambaran bahwa anak yang mengalami perkembangan sosial perlu adanya
kontrol dari orang tua agar tidak mudah meniru dan mengimitasi perilaku anak
sebaya yang kurang baik. Sehingga orang tua tidak hanya memberikan, menyerahkan
segalanya pada guru disekolah. Tetapi orang tua juga memerlukan evaluasi
terhadap anak agar perkembangan sosial anak dalam berinteraksi dapat berjalan
dengan baik.
5. Implikasi Perkembangan Sosial Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sikap menentang dan sikap
canggung dalam pergaulan akan menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi.
Dimana masa yang dilalui peserta didik belum memahami benar tentang norma-norma
sosial yang berlaku dalam bermasyarakat dan masa mereka masih dalam tahap
mencari jati diri. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan
hubungan sosial yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah, serta
lingkungan masyarakat.
1.
Lingkungan Keluarga
Orangtua hendaknya
mengakui keberadaan anak, sebagai mana dalam faktor yang mempengaruhi anak
merasa bahwa dirinya dihargai, diterima, dicintai, dan dihormati oleh orangtua
dan anggota keluarga lainnya. Sehingga keluarga dapat memberikan kebebasan
terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim
kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat embantu anak memliki kebebasan
psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dalam konteks bimbingan orangtua
terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orangtua
yaitu :
A. Pola asuh bina kasih (induction), yaitu pola asuh yang
diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan
penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil
oleh anaknya.
B. Pola asuh unjuk kuasa (power assertion), yaitu pola asuh
yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan
kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak menerimanya.
C. Pola asuh lepas kasih (love withdrawal), yaitu pola asuh yang diterapkan orangtua dalam
mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak
menjalankan apa yang dikehendaki orangtuanya, tetapi jika anak sudah mau
melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orangtuanya maka cinta kasihnya itu
dikembalikan seperti sediakala.
Dalam konteks pengembangan
kepribadian remaja, termasuk didalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh
yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterapkan adalah pola asuh bina
kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh orangtua tentang
anaknya atau setiap perlakuan yang diberikan orangtua terhadap anaknya harus
senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara
demikian anak dapat mengembangkan pemikirannnya untuk kemudian mengambil
keputusan mengikuti atau tidak terhadap perlakuan atau keputusan orangtuanya.[15]
2.
Lingkungan Sekolah
Didalam mengembangkan
hubungan sosial, guru juga harus mampu mengembangkan peroses pendidikan yang
bersifat demokratis, guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu
cukup menarik minak anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang
diberikan guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak hanya semata-mata
mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai
upaya mentransfer pengatahuan kepada peserta didik, juga harus membina para
peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan demikian,
perkembangan hubungan sosial dapat berkembang secara maksimal.
3.
Lingkungan Masyarakat
A. Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan
untuk memberikan rangsangan kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat.
B. Perlu sering diadakan keiatan sosial atau masyarakat
seperti kerja bakti, bakti karya untuk dapat mempelajari para remaja dalam
bersosialisasi kepada sesamanya dalam nasyarakat.[16]
Penjelasan diatas dapat
difahami bahwa sistem dalam setiap lingkungan perlu perpaduan dan tidak bisa
setiap lingkungan berdiri sendiri. Perlu keseimbangan dalam ketiga lingkungan
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Adapun saran yang dapat
kami sampaikan, setelah kami mengkaji tentang perkembangan moral dan sosial
pada peserta didik adalah :
1.
Orangtua didalam rumah
harus bertanggung jawab dalam mendidik moral anaknya.
2.
Guru disekolah atau dosen
dikampus juga sangat bertanggung jawab mendidik moral anak didiknya, karena
guru ataupun dosen tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga lebih ditekankan
pada seorang pendidik yang tidak hanya menjadikan peserta didiknya pintar dalam
keilmuan tetapi juga harus pintar dalam bertindak dan bersikap (berakhlak).
3.
Masyarakat juga harus ikut
serta mencegah anak yang amoral dan mendukung anak yang bermoral tanpa
melakukan diskriminasi terhadap anak yang amoral tetapi membinanya agar anak bermoral.
Upaya pengembangan nilai,
moral dan sikap diharapkan dapat menjadikan seseorang menjadi individu yang
diharapkan yakni melalui penciptaan komunikasi serta penciptaan iklim
lingkungan yang serasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu, Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan,
jakarta: PT. Rieka Cipta, 2005
Al-Mighwar, Muhammad, Psikologi Remaja, Jakarta:
Pustaka Setia, 2006
Ali Mohammad. Asrori Mohammad, psikologi Remaja
Peserta Didik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012
B. Hurlock, Elizabeth, Perkembangan Anak Jilid I, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1995
Hartinah Siti, Pengembangan Peserta Didik, Bandung:
Reflika Aditama, 2008
http://abstrak.web.id/unggah/berkas/pdf/Contoh-Makalah.pdf, pada rabu, 17 februari
2016. Pukul: 09.30
http://ofenx.blogspot.co.id/2012/04/makalah-perkembangan-sosial-peserta.html, pada 17 februari 2016.
Pukul: 06.04
Sunarto dan B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta
Didik, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Sunanto Ahmad, perkembangan Anak Usia Dini, Pengantar
dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012
Syah Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset, 2014
Yusuf
LN, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja
Posdakarya, 2007
[1]
Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja, bandung: Remaja Posdakarya, 2007, hlm. 132
[2]
Muhammad Al-Mighwar, M.Ag,
Psikologi Remaja, Jakarta: Pustaka setia, 2006, hlm. 139
[3]
Sunarto dan B. Agung Hartono, Perkembangan
Peserta Didik, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 169
[4] Ibid, hlm. 170
[5] Dr.Syamsu Yusuf LN, M.Pd, Psikologi
Perkembangan Anak Dan Remaja, Bndung: Remaja Posdakarya, 2007, hlm. 133-134
[6]
Siti Hartinah, Pengembangan
Peserta Didik, Bandung: Reflika Aditama, 2008, hlm. 82
[7]
Elizabet B. Hurlock, Perkembangan
Anak Jilid I, jakarta: Erlangga, 1995, hlm 170
[8]
Ibid. hlm 250
[9]
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak
Usia Dini, Pengantar dalam berbagai aspeknya, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012, hlm. 40
[10]
Abu Ahmadi. Munawar Sholeh, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: PT. Rieka Cipta, 2005), hlm. 102-103
[11]
Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2014), hlm.74
[12]
Dikutip dari http://abstrak.web.id/unggah/berkas/pdf/contoh-makalah.pdf, pada
rabu 17 februari 2016. Pukul: 09.30 WIB
[13]
Mohammad Ali. Mohammad Asrori, Psikologi
Remaja Perkembangan Peserta Didik(Jakarta:PT Bumi Aksara, 2012), hlm. 93-97
[14]
Dikutip dari http://ofenx.blogspot.co.id/2012/04/makalah-perkembangan-sosial-peserta.html, pada 17 februari 2016, pukul: 06.04
[15]
Ibid, hlm. 102.
[16]
Dikutip dari http://ofenx.blogspot.co.id/2012/04/makalah-perkembangan-sosial-peserta.html, pada 17 februari 2016, pukul: 06.04
No comments:
Post a Comment